NovelToon NovelToon
Topeng Kemiskinan - Rahasia Sang Putri Yang Terkhianati

Topeng Kemiskinan - Rahasia Sang Putri Yang Terkhianati

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Kim Yuna

Anatasya menyembunyikan identitasnya sebagai putri bungsu keluarga konglomerat dari suaminya. Ia membantu Adrian membuka perusahaan. Tapi siapa sangka ternyata Adrian tidak pernah mencintai Anatasya, dia bahkan jijik dengan bau amis yang melekat pada tubuh istrinya.

Suatu hari, Adrian menceraikan Anatasya dan mengungkapkan bahwa dia memiliki pacar, yaitu Clara, seorang wanita kaya dan cantik yang merupakan adik sepupu dari keluarga Santoso.

Anatasya merasa hancur dan terhina. Tasya akan membuat orang yang menyakiti nya membayar mahal dibantu oleh ketiga abangnya. Damian, Julian dan Rafael.

Ketiga Abangnya tidak akan membiarkan adik bungsu mereka terluka.

Bagaimana reaksi Adrian dan keluarga nya setelah mengetahui jika wanita yang selama ini mereka hina adalah putri konglomerat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Liburan bersama Damian

Damian dan Anatasya tiba di rumah. Suasana di dalam mobil terasa sedikit berbeda dari biasanya, ada keheningan yang diisi oleh pikiran masing-masing. Ketika mobil berhenti sempurna di garasi, Damian tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke arah Anatasya. Gerakan tak terduga itu sontak membuat Anatasya terkejut dan sedikit menegang.

"Mau apa ?" tanya Anatasya refleks, dengan nada sedikit waspada namun juga bercampur rasa penasaran. Matanya memandang Damian dengan bingung.

"Bantu kamu lepas sabuk pengaman," jawab Damian lembut.

Anatasya terdiam sejenak, merasa sedikit malu karena sudah berpikir yang tidak-tidak.

"Oh..." Anatasya merasakan pipinya kembali menghangat. Ia menunduk sedikit, merasa malu karena sudah salah paham. Jantungnya yang tadi berdebar karena perkataan Julian, kini kembali berdebar karena kedekatan Damian yang tiba-tiba. Aroma maskulin Damian yang lembut menyeruak masuk ke indra penciumannya, membuatnya semakin salah tingkah.

Damian dengan gerakan perlahan dan hati-hati melepaskan sabuk pengaman yang melintang di tubuh Anatasya. Jemarinya sesekali menyentuh lengan Anatasya, sentuhan ringan yang mampu menimbulkan sengatan kecil di seluruh tubuh wanita itu. Anatasya hanya bisa menahan napas, berusaha menenangkan gejolak aneh yang tiba-tiba muncul di dalam dirinya.

Setelah sabuk pengaman terlepas, Damian menarik kembali tubuhnya dan tersenyum tipis. "Sudah. Hati-hati keluarnya."

Anatasya mengangguk kaku, masih belum bisa berkata-kata. Ia meraih kotak kue di pangkuannya dan segera membuka pintu mobil. Dengan langkah sedikit tergesa, ia keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah, meninggalkan Damian yang masih memperhatikannya dengan tatapan lembut.

Sesampainya di dalam rumah, Anatasya menghela napas lega. Ia menyandarkan punggungnya ke pintu, mencoba menetralkan detak jantungnya yang masih belum beraturan. 'Kenapa aku jadi begini?' pikirnya bingung. 'Hanya karena Kak Julian bilang begitu, aku jadi salah tingkah seperti ini. Damian kan memang selalu perhatian.'

Namun, jauh di lubuk hatinya, ada sebuah benih keraguan yang mulai tumbuh. Setiap perhatian Damian yang selama ini ia anggap biasa saja, kini terasa berbeda. Ada pertanyaan-pertanyaan baru yang mulai bermunculan di benaknya. Mungkinkah selama ini ia terlalu buta untuk melihat sesuatu yang lain di balik perhatian Damian?

Sementara itu, Damian yang masih berada di dalam mobil tersenyum kecil. Ia bisa melihat rona merah di pipi Anatasya tadi. Reaksi adiknya itu membuatnya sedikit berharap. Mungkin, perasaannya selama ini tidak bertepuk sebelah tangan. Namun, ia sadar betul bahwa jalan di depannya masih panjang. Ia harus lebih berhati-hati dan tidak ingin merusak hubungan baik yang sudah terjalin selama ini.

...----------------...

Keesokan harinya, mentari pagi menyusup malu-malu melalui celah gorden kamar Anatasya. Namun, sinarnya tak mampu mengusir kegelapan yang masih bergelayut di benaknya. Semalaman, mata Tasya terasa enggan terpejam. Kata-kata Julian bagai kaset rusak yang terus berputar di kepalanya.

'Apa benar Kak Damian menyukaiku? Tidak mungkin... kami kan sudah seperti kakak dan adik sejak kecil.'

'Tapi... Kak Julian bilang perasaanku bisa berubah. Apa mungkin juga dengan Kak Damian?'

Berbagai kemungkinan dan keraguan saling bersahutan, menciptakan kekacauan di dalam pikirannya. Setiap interaksi dengan Damian yang selama ini terasa biasa saja, kini dianalisisnya berulang kali. Perhatiannya, senyumnya, tatapan matanya... adakah makna tersembunyi di baliknya?

Tasya menghela napas panjang, meraih ponsel di nakas. Pukul 07.00 pagi. Ia memutuskan untuk bangkit, meskipun tubuhnya terasa lelah dan matanya sedikit sembap karena kurang tidur. Duduk di tepi ranjang, ia memandang keluar jendela. Halaman rumah yang hijau dan asri tampak tenang, namun hatinya terasa bergejolak.

'Aku harus bicara dengan Kak Julian,' pikirnya. Ia butuh penjelasan lebih lanjut, atau mungkin hanya sekadar menepis semua pikiran aneh yang mengganggu ketenangannya. Namun, di sisi lain, ada rasa takut yang menahannya. Takut jika perkataan Julian benar adanya, dan ia belum siap menghadapi kenyataan itu. Hubungannya dengan Damian selama ini begitu nyaman dan ia takut segalanya akan berubah.

Dengan langkah gontai, Tasya berjalan menuju kamar mandi. Air dingin yang membasuh wajahnya sedikit menyegarkan pikirannya yang kalut. Ia menatap dirinya di cermin. Mata yang tampak sayu dan lingkaran hitam di bawah mata menjadi bukti betapa malam tadi ia bergumul dengan pikirannya sendiri.

'Aku tidak boleh terus seperti ini,' gumamnya pelan. 'Aku harus mencari tahu kebenarannya, atau setidaknya mengalihkan pikiranku dari semua ini.'

Setelah mandi dan berpakaian, Tasya berjalan keluar kamar. Suasana rumah masih terasa sepi. Mungkin Kak Julian dan Kak Damian belum bangun. Ia memutuskan untuk turun ke dapur, berharap secangkir teh hangat bisa sedikit menenangkan pikirannya yang berkecamuk.

Saat tiba di dapur, Anatasya melihat Rafael yang sedang sarapan nasi goreng.

"Kak!" panggil Anatasya pada kakak ketiga nya itu.

"Hhmm." jawab Rafael tanpa mengalihkan tatapan nya pada tablet di depan nya.

"Sedang nonton apa?" tanya Anatasya yang kemudian duduk di samping Rafael.

Rafael melirik sekilas Adiknya "Nih liat penampilan mu di panggung kemarin, kamu keren sekali dek."

"Oh, yang itu," jawab Anatasya sedikit datar. Kenangan tampil di panggung seolah terasa jauh di tengah kekacauan pikirannya saat ini. "Iya, lumayan."

Rafael akhirnya mengalihkan tatapannya dari tablet, menyadari nada bicara adiknya yang tidak seperti biasanya. "Kamu kenapa, Dek? Kok lesu gitu? Semalam tidurnya nggak nyenyak?" tanyanya dengan nada khawatir. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikiran adiknya.

Anatasya menghela napas pelan. "Nggak tahu, Kak. Ada aja yang bikin kepikiran." Ia mencoba tersenyum tipis, namun gagal menyembunyikan kegelisahannya.

"Cerita dong, siapa tahu Kakak bisa bantu," ujar Rafael sambil menggeser piring nasi gorengnya sedikit menjauh, memberikan perhatian penuh pada adiknya. Ia selalu siap mendengarkan keluh kesah Anatasya dan memberikan saran jika dibutuhkan.

Anatasya tampak ragu sejenak. Ia menimbang-nimbang apakah harus menceritakan kegelisahannya pada Rafael. Kakaknya yang satu ini memang pendiam dan terlihat cuek, namun sebenarnya sangat perhatian pada adik-adiknya.

"Semalam... Kak Julian bilang sesuatu yang bikin aku bingung," akhirnya Anatasya membuka suara, menatap cangkir teh di hadapannya.

Rafael mengerutkan kening. "Julian bilang apa? Soal kejadian di rumah sakit kemarin?"

Anatasya menggeleng pelan. "Bukan... soal Kak Damian." Ia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Kak Julian bilang... Kak Damian mungkin menyukaiku."

Rafael terdiam sejenak, tampak sedikit terkejut dengan pengakuan adiknya. Ia menatap Anatasya dengan tatapan menyelidik, mencoba membaca ekspresi wajah adiknya.

"Terus? Kamu sendiri bagaimana?" tanya Rafael akhirnya, dengan nada hati-hati. Ia tidak ingin mendesak Anatasya, namun ia juga penasaran dengan perasaannya.

Anatasya menggeleng lemah. "Aku juga nggak tahu, Kak. Selama ini aku menganggap Kak Damian seperti kakak sendiri. Tapi... setelah Kak Julian bilang begitu, aku jadi mikir macam-macam. Setiap perhatian Kak Damian jadi terasa beda." Anatasya menunduk, menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah. "Aku jadi bingung sendiri."

Rafael menghela napas pelan. Ia bisa memahami kebingungan adiknya. Hubungan antara Anatasya dan Damian memang unik. Damian yang merupakan anak angkat keluarga mereka, selalu memperlakukan Anatasya dengan sangat baik dan protektif. Batasan antara kakak dan... mungkin lebih, memang bisa menjadi kabur.

"Coba kamu pikirkan baik-baik, Tasya," ujar Rafael dengan nada bijak. "Selama ini, bagaimana perasaanmu saat bersama Damian? Apakah hanya sebatas rasa nyaman seorang adik kepada kakaknya? Atau ada sesuatu yang lebih?" Rafael menatap adiknya dengan lembut. "Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Coba rasakan kata hatimu."

Anatasya terdiam, mencoba meresapi setiap kata Rafael. Ia memejamkan mata, berusaha mengingat setiap momen kebersamaannya dengan Damian. Tawa mereka, percakapan-percakapan ringan, perhatian Damian saat ia sakit, bahkan tatapan lembut Damian saat menatapnya. Selama ini, semua itu ia artikan sebagai kasih sayang seorang kakak. Namun, kini, setelah ucapan Julian dan pertanyaan Rafael, ia mulai mempertanyakan kembali semua itu.

"Aku... aku tidak tahu, Kak," jawab Anatasya akhirnya, membuka matanya dengan tatapan kosong. "Aku nyaman bersamanya, sangat nyaman malah. Dia selalu ada untukku, melindungiku. Tapi... apakah itu cinta? Aku tidak yakin."

Rafael mengangguk pelan, memahami kebingungan adiknya. "Cinta itu rumit, Tasya. Terkadang, kita tidak menyadarinya sampai seseorang membuka mata kita. Tapi yang terpenting, jangan biarkan perkataan Julian menjadi satu-satunya patokanmu. Kamu yang menjalani hubungan ini dengan Damian. Kamu yang bisa merasakan apa yang sebenarnya ada di hatimu."

"Tapi... bagaimana kalau aku salah menafsirkan?" tanya Anatasya cemas. "Bagaimana kalau Kak Damian hanya menganggapku sebagai adik? Aku tidak mau merusak hubungan baik kami."

"Itulah kenapa kamu tidak perlu terburu-buru," sahut Rafael. "Amati bagaimana Damian bersikap padamu. Perhatikan setiap detailnya. Dan yang paling penting, jujurlah pada perasaanmu sendiri. Jangan takut untuk mengakui apa yang sebenarnya kamu rasakan, meskipun itu berbeda dari apa yang kamu bayangkan selama ini."

Tiba-tiba, suara langkah kaki menuruni tangga terdengar. Damian muncul di ambang pintu dapur, tampak segar setelah tidur. Matanya langsung tertuju pada Anatasya dan Rafael yang sedang duduk berdua.

"Pagi," sapa Damian dengan senyum hangatnya yang khas. "Kalian sudah sarapan?"

Anatasya merasakan jantungnya berdebar sedikit lebih kencang saat melihat Damian. Senyum itu... apakah hanya senyum seorang kakak? Atau ada makna lain di baliknya? Ia tidak tahu lagi bagaimana harus menafsirkannya.

"Pagi, Kak Damian," jawab Anatasya sedikit gugup.

"Pagi, Dam," balas Rafael singkat. "Ini lagi ngobrol santai."

Damian berjalan mendekat dan mengambil tempat duduk di meja makan. Ia menatap Anatasya dengan penuh perhatian. "Kamu sudah merasa lebih baik, Tasya?" tanyanya lembut.

"Sudah kok, Kak," jawab Anatasya, berusaha tersenyum setenang mungkin. Namun, tatapan Damian yang begitu lembut membuatnya kembali salah tingkah.

Suasana di meja makan menjadi sedikit canggung. Anatasya berusaha menghindari tatapan Damian, sementara pikirannya terus berkecamuk. Rafael sesekali melirik adiknya, menyadari perubahan suasana yang terjadi.

"Oh ya, Tasya," Damian tiba-tiba membuka suara, memecah keheningan. "Nanti siang kamu ada acara?"

Anatasya menggeleng. "Tidak ada, Kak. Kenapa?"

"Aku ada sedikit urusan di luar. Mau ikut?" ajak Damian dengan nada santai. "Sekalian kita cari makan siang di luar."

Ajakan Damian itu membuat Anatasya terkejut. Biasanya, jika Damian ada urusan, ia akan pergi sendiri atau bersama Julian. Mengajaknya ikut terasa sedikit berbeda.

"Mau?" ulang Damian, menatap Anatasya dengan penuh harap.

Anatasya terdiam sejenak, menimbang-nimbang. Ini bisa menjadi kesempatan baginya untuk mengamati Damian lebih dekat, untuk mencoba memahami perasaannya dan juga perasaannya sendiri.

"Boleh," jawab Anatasya akhirnya, dengan sedikit keraguan namun juga rasa ingin tahu yang besar.

Rafael yang sedari tadi memperhatikan interaksi keduanya, hanya bisa tersenyum tipis. Ia berharap adiknya bisa menemukan jawaban atas kebingungannya.

"Oke, kalau begitu bersiap-siaplah," ujar Damian dengan senyum yang semakin lebar. "Aku tunggu di mobil ya." Setelah mengatakan itu, Damian beranjak dari meja makan dan menuju garasi.

Anatasya masih terpaku di tempatnya, mencoba mencerna ajakan Damian. Perasaan gugup dan antusias bercampur aduk di dalam dirinya. Mengapa Damian tiba-tiba mengajaknya pergi? Apakah ini hanya sekadar ajakan biasa, atau ada maksud lain di baliknya?

Rafael berdeham pelan, membuyarkan lamunan Anatasya. "Sepertinya Damian punya rencana lain," celetuknya sambil tersenyum misterius.

"Maksud Kakak?" tanya Anatasya bingung.

"Sudahlah, ikut saja. Siapa tahu kamu bisa mendapatkan jawaban dari semua pertanyaanmu," jawab Rafael sambil menepuk pelan bahu Anatasya. "Dan jangan lupa, bersenang-senanglah."

Anatasya mengangguk pelan, meskipun masih diliputi rasa penasaran. Ia beranjak dari dapur dan menuju kamarnya untuk bersiap-siap. Memilih pakaian yang santai namun tetap terlihat rapi, ia mencoba menenangkan jantungnya yang kembali berdebar tak karuan.

Tak lama kemudian, Anatasya sudah duduk di dalam mobil bersama Damian. Tujuan mereka ternyata bukan restoran seperti yang ia duga, melainkan sebuah wahana bermain yang cukup terkenal di pinggir kota. Anatasya mengerutkan kening, menatap Damian dengan tatapan bertanya.

"Kenapa kita ke sini, Kak?" tanya Anatasya heran.

Damian tersenyum lembut. "Aku ingat dulu kamu sangat suka datang ke tempat seperti ini. Aku ingin melihatmu tertawa dan melupakan semua masalahmu meskipun hanya untuk hari ini."

Mendengar jawaban Damian, hati Anatasya terasa menghangat. Perhatian Damian memang selalu tulus dan tak terduga. Ia selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk membuat orang-orang di sekitarnya bahagia. Namun, kali ini, perhatian itu terasa sedikit berbeda. Ada kehangatan yang lebih dalam, sorot mata yang lebih lembut dari biasanya.

"Terima kasih, Kak," ucap Anatasya tulus, dengan senyum yang akhirnya mengembang di bibirnya.

Sesampainya di dalam wahana bermain, mata Anatasya berbinar-binar. Suasana ramai dengan tawa anak-anak dan alunan musik riang seolah mampu mengusir semua kegundahan yang sempat melandanya. Damian menggandeng tangannya, membawanya berkeliling mencoba berbagai macam wahana.

Mereka tertawa bersama saat menaiki roller coaster yang memacu adrenalin, berteriak kegirangan saat bermain bom-bom car, dan mencoba peruntungan di berbagai permainan yang berhadiah boneka lucu. Anatasya merasa seperti kembali ke masa kecilnya, melupakan sejenak statusnya sebagai seorang janda yang pernah terluka.

Di tengah hiruk pikuk wahana bermain, Damian tiba-tiba berhenti dan menatap Anatasya dengan tatapan yang lebih serius. Mereka berdiri di depan sebuah bianglala yang menjulang tinggi.

"Tasya," panggil Damian lembut.

Anatasya menoleh, menatap mata Damian yang tampak berbinar di bawah terik matahari. Jantungnya kembali berdebar kencang, merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan kakaknya itu.

"Ada yang ingin aku katakan padamu," lanjut Damian dengan nada yang sedikit gugup. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Sebenarnya... perasaanku padamu... tidak hanya sebatas seorang kakak kepada adiknya."

"Hhhmm Kak, aku ke toilet dulu." pamit Anatasya tiba-tiba.

...----------------...

1
Heny
Duh clra gk malu y sok kenal sok akrab
Heny
Knp clara dan anastasya gk saling knl y
Heny
Baru kaya dkt sdh sombong
Ma Em
Clara tdk ada kapok2 nya sdh minta maaf malah skrg bertambah gila mau membuat Tasya menderita , siap2 saja Clara pasti hidupmu akan hancur dan untuk bu Jamilah dan Adrian sekarang kamu baru sadar dan baru tau bahwa Tasya adalah anak seorang pengusaha sukses Adrian menyesalkan karena sdh membuang berlian hanya untuk kerikil yg tajam pasti akan menusukmu Adrian
Ma Em
Thor kapan waktunya Adrian dan keluarganya tau bahwa Anatasya adalah putrinya Santoso, mau tau reaksi Adrian dan keluarganya begitu juga dgn Clara dan usaha si Adrian bangkrut agar si Andin dan ibunya yg sombong itu merasakan hdp nya susah lagi.
Ma Em
Kenapa sih Anatasya sama ibunya Adrian ditampar kok diam saja Ana itu bkn sabar tapi kamu terlalu bodoh jadi orang masa setiap di buly sama keluarga Adrian dan selalu dihina Ana diam saja tdk melawan heran saja ada orang dihina ditampar biasa saja , coba tunjukan Ana pada Adrian dan Clara bahwa kamu benar putri bungsu santoso kayanya punya empat kakak yg sangat menyayangi Anatasya tapi waktu Ana dihina dan tampar kok tdk ada yg belain , jadi ga seru karakter si Anatasya nya terlalu lemah
Ma Em
Thor maaf up nya yg banyak lagi seru2nya habis , ga sabar mau tau Adrian dan keluarganya hancur.
Ma Em
Fans apaan begitu fanatik hanya membahayakan orang saja .
Ma Em
Adrian pasti menyesal karena sdh menyakiti dan menyia nyiakan putri dari keluarga Santoso malah memuja muja si anak haram dari keluarga Santoso si Clara, si Adrian sdh salah pilih berlian yg sdh ada digenggaman malah Adrian lepaskan dan di tukar dgn tembaga
Serenarara: Ubur-ubur makan sayur lodeh
Minum sirup campur selasih
Coba baca novelku berjudul Poppen deh
Dah gitu aja, terimakasih. /Joyful/
total 1 replies
Ma Em
Thor tambah dong bab nya lagi seru banget ingin melihat reaksi tiga orang ini Adrian, Winda dan Clara setelah tau kalau Tasya adalah putri bungsu pak Santoso ditunggu thor upnya lagi.
Ma Em
Clara ngaku2 adik Rafael padahal teman2 Rafael sdh tau adik Rafael adalah Tasya bakalan malu tuh si Clara yg pede banget ngaku dari keluarga Santoso apalagi si Adrian dan si Winda kalau tau Tasya putri bungsu Santoso bakal pingsan dia.
Ma Em
Adrian dan keluarganya menghina Anatasya kok ga berhenti2 hina Tasya coba tunjukan sama kamu Tasya bahwa kamu putrinya tuan Santoso bungkam tuh mulut si Clara yg cuma anak selingkuhan saja kok bangga juga sama si Adrian sama keluarganya agar si Adrian menyesal karena sdh membuang berlian dan ngambil yg imitasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!