NovelToon NovelToon
Kacang Ijo

Kacang Ijo

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Kehidupan Tentara / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Trauma masa lalu
Popularitas:210.8k
Nilai: 4.8
Nama Author: Chika cha

Cover by me

Moza Reffilia Abraham—fotografer berparas bidadari, jatuh hati sejak pandangan pertama. Abrizam Putra Bimantara—tentara teguh yang baru menyandang pangkat Kapten, justru mengunci rapat hatinya.

Pernikahan mereka lahir dari perjodohan, bukan pilihan. Abri menolak, dibayangi luka lama—pernah ditinggal kekasih saat bertugas di perbatasan. Ia takut jatuh cinta, takut kehilangan untuk kedua kalinya.

Namun kisah ini tak semudah itu.
Sosok dari masa lalu kembali hadir—seorang bawahan di kesatuan yang sejak dulu hingga sekarang menjadi pesaing dalam cinta, mengaduk luka lama dan membangkitkan kegelisahan yang nyaris tak tertahan.

Di antara tugas negara dan gejolak rasa, sang Kapten harus memilih membuka hati, atau kembali kehilangan.


Lanjut baca langsung ya disini ya👇

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika cha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Janji yang Terdengar Seperti Takdir

Begitu sampai di rumah Hamzah langsung memberitahukan istrinya tentang Abri yang sudah menyetujui perjodohan dengan putri mereka.

"Tapi Pi, waktu itu papi bilang dia menolaknya?" tanya Clara dengan dahi mengernyit, bingung dengan perubahan sikap Abri yang begitu tiba-tiba.

"Tadi Papi ketemu dia di rumah sakit. Dia sendiri yang bilang mau nikahi Moza, Mi. Papi rasa, dia pasti sudah terpikat sama kecantikan anak kita. Moza itu cantik, enggak mungkin ditolak gitu aja.”

Clara mengangguk pelan. Memang, putrinya itu cantik—anggun, manis, dan punya daya tarik khas. Tapi Clara merasa, Abri bukan tipe pria yang mudah tergoda hanya karena wajah. Ada sesuatu yang terasa janggal… tapi apa?

Matanya memicing penuh curiga menatap suaminya. “Papi enggak aneh-aneh kan?"

Hamzah buru-buru menggeleng. "Kalau gak percaya tanya Marwan, Marwan yang jadi saksi dia bilang dia akan nikahi Moza. Kan wan kamu tadi dengar sendiri kan? Ada kamu lihat saya apa apa kan dia? todongkan pistol atau ngancem? Ada Wan?"

Marwan yang sedang meneguk air di dapur langsung tersedak, buru-buru menggeleng. Dalam hati, ia mengeluh, “Gak ditodong senjata sih, tapi Bapak sempet berlutut kayak nelayan kehabisan umpan, maksa bocah gagal move on itu buat nikahin anaknya. Bahkan dipaksa bilang ‘iya’ lagi.”

"Nah, mami lihat sendiri kan? Papi gak apa apakan dia." Hamzah menegaskan, penuh percaya diri.

Tapi Clara belum puas. "Kamu sekongkol sama bapak, kan, Wan?"

Marwan kembali menggeleng dengan penuh kepura-puraan. “Enggak, Bu. Sumpah. Bapak enggak ngapa-ngapain Bang Abri.” Bohong yang terpaksa ia lontarkan. Nyatanya, Jenderal Hamzah memang ‘menekan’ Abri dengan cara yang sangat khas tekanan batin level jenderal lima bintang.

Clara akhirnya percaya dan wajahnya berubah cerah "aku mau telpon Bu Bimantara dulu pi. Mau atur jadwal pertemuan keluarga."

Hamzah mengangguk mengizinkan. "Papi mau ke kamar Moza. Kasih tau dia, dia belum tidurkan mi?"

Clara menggeleng "belum."

Segera Hamzah naik kelantai dua menuju kamar putri bungsunya.

Tok!

Tok!

Tok!

"Oza, dek. Udah tidur belum? Papi mau bicara," tanya Hamzah dari balik pintu yang tertutup.

Moza yang tengah duduk termenung di jendela menoleh ke arah pintu. Matanya kosong, wajahnya redup. Ia menarik napas dalam-dalam, menarik sudut bibirnya membentuk senyum palsu, lalu berjalan membuka pintu. "Papi mau bicara apa?"

Hamzah mengelus kepala putrinya dengan sayang "Kok belum tidur? Kan udah malam? Gak bisa tidur lagi?" Tanya Hamzah melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Kejadian itu mengubah pribadi Moza, gadis yang ceria dan biasanya lebih banyak bicara itu kini tampak lebih pendiam.

Moza mengangguk. Setelah kejadian di besman itu Moza jadi susah tidur karena jika ia memejamkan matanya situasi mencekam itu langsung muncul lebih lebih kalau lampunya di matikan, bayang bayang keadaan mencekan saat berada di sana semakin jelas, Ia menjadi ketakutan setengah mati bahkan tubuhnya sampai bergetar hebat. Dan karena itu ia sampai keluar masuk psikiater untuk memperbaiki mentalnya yang sudah berantakan setelah kejadian itu.

Hamzah menatap wajah putrinya begitu intens, ia tau bibir Moza yang tersenyum itu hanyalah topeng, nyatanya Hamzah yang memang sangat paham putri bungsunya itu dapat membaca wajah Moza yang matanya tak lagi berbinar seperti dulu, bajingan bajingan itu benar benar menarik Moza dalam rasa trauma yang cukup parah. Bahkan lingkaran hitam di bawah mata itu Taka dapat membohongi Hamzah. Membuat rasa bersalah didalam hati Hamzah kian membuncah. Ia benar benar tidak becus menjadi ayah.

"Katanya mau ada yang papi bicarakan. Ayo masuk," Moza menepi memberikan akses Hamzah untuk memasuki kamarnya.

Ayah dan anak itu kini duduk di sofa yang ada di kamar Moza.

"Papi mau bicara apa?" Tanya gadis itu setelah duduk.

Hamzah lagi lagi menatap wajah ayu putrinya "Moza masih ingat perjodohan yang papi rencanakan?"

Gadis itu mengangguk, bagiamana ia bisa lupa dengan masa depan yang sudah di rancang oleh kedua orangtuanya. Bahkan menurut Moza jika saja kejadian di besman itu tidak terjadi mungkin saat ini ia sudah menikah dengan pria yang di jodohkan kedua orangnya dengannya.

"Bagaimana kalau kita lanjutkan?" Tanya Hamzah. Moza sebelumnya tak tau soal penolakan yang di lakukan Abri karena baik Clara ataupun Hamzah juga belum sempat memberitahukan itu pada Moza yang bahkan sampai saat ini masih mengalami trauma parah. Tidak mungkin kan mereka menambahi pikiran gadis itu dengan mengatakan kabar buruk itu di saat seperti ini.

Moza menunduk "itu terserah papi," Moza ini tipikal gadis penurut jadi apa yang di katakan orangtuanya ia akan menurutinya toh apa yang orangtuanya pilihkan selama ini tidak ada yang buruk bagi kehidupannya. Bahkan Moza rasa apa yang orangtuanya pilihkan dan tentukan selama ini pada hidupnya adalah yang terbaik dan demi kebaikannya juga. Jadi perjodohan ini juga akan seperti itu juga kan?

Hamzah tersenyum kembali ia mengelus kepala sang putri dengan lembut. Ia sangat senang putrinya tidak seperti gadis lain yang banyak memberontak saat akan di jodohkan, putrinya malah kebalikannya ia malah menerima dengan lapang dada. Anak berbakti sekali bukan Moza ini? "mami sedang membicarakan pertemuan dua keluarga. Keluarganya Abri itu keluarga baik baik nak, dia juga anak baik baik," ujar Hamzah menyakinkan putrinya.

Moza tersenyum kecil ia mengangguk menatap, "Oza tau Pi, pilihan papi pasti yang terbaik buat Oza."

Senyum Hamzah bahkan belum luntur dan malah bertambah lebar "iya, pasti. Pasti papi akan memilihkan yang terbaik untuk putri papi, apapun itu pasti yang berkualitas baik. Dan tentunya dia bisa menjaga Oza, Oza akan aman bersama nak Abri. Jadi sehat sehat ya sayang." Hamzah mendekap putrinya dengan sayang "papa mau kamu aman za, Oza akan aman kalau sama Abri," ucap Hamzah yakin dengan pilihannya.

Moza mengangguk dengan tersenyum kecil dalam dekapan sang papi. Walaupun ia tak tau pria dengan perawakan seperti apa yang papinya pilihkan tapi Oza yakin dia pria baik baik. Karena Hamzah yang mengatakannya seperti itu.

____________________

Abri baru saja sampai di baraknya. Sejak masih dalam perjalanan pulang tadi ponselnya terus bergetar di dalam saku celananya pertanda ada beberapa panggilan masuk begitu sampai kesatuan ia langsung memeriksanya pop up dengan nama 'mama ratu❤️' tertera di sana dengan lima belas panggilan tak terjawab.

Bukan mamanya sekali kalau sudah begini karena biasanya mamanya itu kalau sudah maksimal lima kali panggilan tak Abri jawab, pasti Nada sudah tau kalau Abri sendang sibuk dan tidak akan menganggunya lagi. Tapi ini lima belas? Sudah pasti ada hal yang luar biasa terjadi.

Cukup lama Abri berpikir dan satu perkiraan langsung menghinggap di atas kepalanya. Apa mungkin kedua orangtuanya sudah mendengar persetujuan Abri atas perjodohan yang di lakukan kedua orangtuanya?

Jika iya, jenderal Hamzah benar benar ingin membunuh Abri secara tidak langsung, bahkan dirinya saja sampai saat ini masih tak menyangka akan menjawab iya, jawaban yang tidak di inginkan Abri sama sekali. Rasanya Abri bahkan tak mampu bernafas memikirkan jawabannya tadi. Hebat memang jenderal keras kepala ini yang kelak akan menjadi mertuanya.

Dan ponselnya kembali berdering untuk yang ke enam belas kalinya tentunya dengan nama panggilan dari mamanya.

Cepat cepat Abri menjawab panggilan, setelah melepaskan helm yang masih melekat di kepalanya itu.

"Ass–"

"Bang Abri apa maksudnya ini?" Nada suara Nada langsung meledak bahkan sebelum salam terucap sempurna. Abri tahu ke mana arah pertanyaan ini.

"Assalamualaikum. Mama," balas Abri tenang mengulangi salamnya yang tidak rampung.

Terdengar suara dengusan sang mama di sebrang sana "waalaikumsalam. Bisa jelaskan bang Abri? Mama kaget loh tiba-tiba nyonya Abraham menelpon mama terus nanya kapan pertemuan kedua keluarga akan di lakukan."

Nah, kan benar. Gebrakan jenderal Hamzah benar-benar buat pusing kepala. Abri memijat pelipisnya yang mulai nyut-nyutan. Ia duduk di atas motor yang belum sempat dituntun masuk ke barak.

"Bang, jawab dong! Mama tanya loh ini! Kamu benar-benar terima perjodohan ini? Kenapa berubah pikiran?"

Abri menghela napas panjang. "Kenapa? Apa mama gak seneng Abang berubah pikiran?"

"Tentu senang. Tapi... ya mama kaget, lah. Dua bulan kamu enggak pulang, telpon juga jarang diangkat. Tiba-tiba kabar kayak gini. Kan bikin mama syok!”

Ingin sekali Abri berkata kalau di paksa oleh Hamzah, tapi tak mungkinkan. “Mungkin... karena memang sudah saatnya Abang nikah.”

Nada di seberang terdengar lebih rileks. “Itu betul. Abang itu udah tua! Jangan sampai nanti Argan pulang bawa cewek bule, kamu malah dilangkahi lagi!”

Abri tertawa kecil. “Dia enggak bakal takluk sama cewek bule, Ma,” Abri paham seperti apa adik pertamanya yang kini dalam masa pelatihan di Jerman itu.

“Iya sih. Wajahnya flat. Mama malah curiga dia bukan suka betina.”

"Anak mama," Todong Abri lalu terkekeh di susul dengan kekehan sang mama.

"Pokoknya besok Abang harus pulang! Mama gak mau tau. Kita harus bicarain tentang masalah perjodohan ini!"

"Iya mama. Besok Abang pulang."

1
Peni Sayekti
pemanasan kompornya lamaav
Yayu Rulia
ulalalala..si othor mah ih lg seru ini ..
Chusnul Chotimah
haduhhh digantung lagi🤣🤣🤣
Chika cha: mau di satuin panjang kali kak😭 tumpur aku🤣
total 1 replies
Naswa Al rasyid
garcep ya bg abri... nonaktfkan ponsel... 😂😂😂😂
💗 AR Althafunisa 💗
wkwkwk... Jangan sampai digedor-gedor tuh pintu gegara TLP. penting atasan 🤣😩
YY
Sapi pilek bagaimana thor suaranya🤔🤔🤔🤣🤣🤣
Naswa Al rasyid
weessss.... SOP gak tu... 😂😂😂 keren.... keren....
Naswa Al rasyid
kak author ma... lagi seneng dia... jgn diingeti laporan dulu😂🙏
Nick_Hen
👍
Aan Azzam
di jemur lagi ini🤣🤣🤣
Aan_erje
yah nanggung🤣🤣
Tysa Nuarista
karya bagus gak baca nyesel banget.....
Tysa Nuarista
ehhhh,,,, dan ternyata menggantung pemirsa wkwkwkwk...
Aan Azzam
iya laporan dulu🤣🤣🤣🤣 kisanak
'Nchie
yaaahh gantung🤣🤣🫣pinter bang abri sudah persiapan hp non aktif 🤣🤣
YY
Jangan lama lama juga up nya thor biar kaga jamuran digantung terus😂😂😂
Najmah Aulia Raziq
cerita argan kapan ni kakak juga si kocak aidan
Chika cha: sabar ya kak, abis Abri kita langsung cus ke Aidan
total 1 replies
Naswa Al rasyid
selalu dibuat speechless ama cerita kak author ini mah.... mulai dr cerita papa nya, bg argan, bg aidan dan ini bg abri... keren bgt.... semangt nulisnya kak author.....

klo nnt mayor nelpon lagi, jgn diangkat ya bg abri... biar berhasil... 😂😂
Yayu Rulia
iyaaa..syalalalalala..thanks othor..
Peni Sayekti
moga2 misi nya gak terganggu panggilan mayor malik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!