Saat Shima lyra senja seorang dokter berbakat di rumah sakit ternama, menemukan suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, dunianya hancur seketika.
Pengkhianatan itu tidak hanya merenggut pernikahannya, tapi juga rumah, nama baik, dan tempat untuk pulang.
Di titik terendah hidupnya, ia menerima tawaran tak masuk akal datang dari Arru Vance CEO miliarder dingin dengan aturan yang tidak bisa dilanggar. Pernikahan kontrak, tanpa cinta, tanpa perasaan. Hanya ada aturan.
Namun, semakin dekat ia dengan Arru, semakin ia sadar bahwa sisi dingin pria itu menyembunyikan rahasia berbahaya dan hati yang mampu merasakan semua yang selama ini ia rindukan.
Ketika pengkhianatan masa lalu kembali muncul dan skandal mengancam segalanya, Shima harus memilih: mengikuti aturan atau mempertaruhkan segalanya demi cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ziafan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DIJEMPUT ARRU VANCE
Laura, merasa Arya terlalu fokus, menepuk pundaknya. Namun di dalam hatinya, ada kekhawatiran juga karena Arru lah yang memegang kendali sekarang. Dan tanpa disadari, ketegangan antara mereka bertiga ini semakin menegaskan kekuatan baru Shima: profesional, tenang, dan memiliki alat untuk membalikkan keadaan.
***
Di kantor mewahnya, Arru berdiri di depan jendela besar, matanya menatap ke jalanan kota yang sibuk. Lengan tersilang, ia berbicara pada Ethan yang berdiri di samping meja kerjanya, penuh ketelitian:
“Pernikahan kita harus terjadi tiga hari lagi. Tidak ada kesalahan, Ethan. Tidak ada media yang tahu, tidak ada bocoran, tidak ada kontradiksi. Semua harus sempurna.”
Ethan mengangguk, menulis catatan di tablet-nya.
“Jangan lupa fitting baju, Tuan. Semua harus siap sebelum hari-H.”
Arru menoleh sebentar, wajahnya tetap dingin namun tegas.
“Kau saja yang menjemput Shima untuk fitting.”
Ethan menggeleng cepat.
“Kalau saya yang menjemput, beberapa orang akan curiga, termasuk desainer itu. Mereka mungkin mulai bertanya-tanya.”
Arru menghela napas, mengangguk perlahan.
“Baik. Jangan sampai ada yang mencurigai apa pun. Semua harus tampak alami.”
Ia menatap layar ponselnya sebentar, niatnya ingin mengirim pesan ke Shima agar bersiap-siap. Namun, tiba-tiba kesadaran menghentikannya. Arru menyadari sesuatu yang sangat sederhana tapi krusial: ia tidak punya nomor Shima.
Sebentar ia terdiam, matanya menatap ke arah jalanan di bawah gedung. Solusi paling cepat adalah pergi sendiri. Tanpa menunggu lama, Arru langsung masuk lift menuju lobby, memerintahkan sopirnya menyiapkan mobil mewahnya. Hari ini, ia akan langsung menuju rumah sakit untuk memastikan Shima datang tepat waktu untuk fitting dan memastikan tidak ada celah bagi pihak lain untuk mengetahui rahasia pernikahan kontrak mereka.
Setiap langkahnya terukur, dingin, dan presisi. Baginya, ini bukan sekadar pernikahan ini adalah strategi, proteksi, dan kontrol. Arru tahu betul, Shima tidak boleh salah paham, dan dunia luar tidak boleh tahu sedikit pun.
***
Sementara di rumah sakit, Shima Lyra Senja sedang melakukan kunjungan pasien rutin di ICU ketika monitor tiba-tiba berbunyi nyaring. Seorang pasien mengalami henti jantung situasi darurat yang menuntut reaksi cepat.
Tanpa panik, Shima langsung mengambil alih kendali:
“Segera ambil defibrillator! Siapkan oksigen tambahan! Mulai CPR sekarang, tekan dada dengan ritme yang benar!”
Dokter muda dan perawat di sekitarnya bergerak cepat mengikuti perintah Shima. Dengan teknik CPR yang tepat, ia memompa dada pasien sambil memonitor tanda vital, memastikan setiap kompresi efektif. Shima juga mengatur suplai oksigen dan memastikan saluran napas tetap terbuka.
Di pintu masuk, Arru Vance berdiri menatap Shima dengan lekat. Tatapannya dingin dan tak terjangkau, tapi setiap gerakan Shima diperhatikannya. Beberapa staf yang menyadari kehadiran Arru langsung menunduk hormat.
Shima bekerja dengan cekatan, koordinasinya sempurna. Napasnya berat, keringat membasahi dahinya, tapi fokusnya tak terganggu. Setelah beberapa menit yang menegangkan, monitor pasien menunjukkan ritme jantung kembali normal. Pasien bernapas stabil, dan kejang panik di ruang ICU mereda.
Shima menarik napas panjang, tangannya masih sedikit gemetar karena adrenalin. Ia menatap pasien sebentar, memastikan semuanya aman, lalu berbalik hendak keluar.
Arru masih berdiri di ambang pintu, menatapnya tanpa ekspresi. Shima menundukkan kepala secara otomatis, merasakan tekanan dari tatapan itu dingin, tajam, dan menilai. Saat ia melangkah keluar, tatapan Arru seakan mengingatkan bahwa meski dunia tampak berjalan normal, ada seseorang yang selalu mengamati, menilai, dan memahami setiap langkahnya.
Setelah pasien stabil, Shima berjalan keluar dari ICU dengan napas masih terengah. Pikiran tentang kontrak pernikahan dan tawaran Arru terus mengusik hatinya. Saat ia melangkah ke lobby, Arru sudah menunggu di mobil mewahnya, pintu terbuka seolah mengundang Shima masuk.
Tanpa kata, Shima masuk ke kursi penumpang depan. Arru menutup pintu dan menatap jalan di depan dengan tatapan dingin namun tenang. Suasana hening di dalam mobil, hanya terdengar deru mesin. Shima menunduk, jantungnya masih berdebar karena adrenalin di ICU dan kebingungan tentang kehidupannya yang kini benar-benar kosong.
“Sekarang kau punya waktu untuk berpikir, jika berubah pikiran katakan. Kita akan melakukan fitting baju, Ethan sudah menyiapkan semuanya,” ujar Arru singkat, matanya tetap fokus ke jalan.
Shima mengangguk pelan, menatap jendela, mencoba menenangkan dirinya. Ia menyadari bahwa di balik ketenangan Arru, ada sesuatu yang jauh lebih kompleks kontrol, proteksi, dan rahasia yang tak bisa ia pahami sepenuhnya.
Di sisi lain rumah sakit, Arya secara tidak sengaja menatap mobil yang baru meninggalkan gerbang. Ia melihat Shima duduk di kursi penumpang, Arru di belakang kemudi. Detik itu Arya merasa ada sesuatu yang hilang bukan sekadar Shima yang kini tak lagi terlihat seperti miliknya, tapi juga misteri di sekitar Arru yang membuatnya tak bisa membaca apa yang terjadi.
Laura yang ada di samping Arya langsung merasakan ketegangan. “Siapa pria itu?” tanyanya setengah cemburu, separuh penasaran. Arya hanya menelan ludah, menatap mobil yang perlahan menjauh, dan hatinya mulai gelisah.
Di dalam mobil, Shima tetap diam. Pandangannya kosong ke luar jendela, tapi pikirannya sibuk menyusun strategi: bagaimana ia bisa mengatasi Arya dan Laura, bagaimana ia bisa memanfaatkan tawaran Arru untuk memulai hidup baru… dan, tanpa sadar, sedikit demi sedikit hatinya mulai merasa aman di dekat pria dingin di depannya.
Arru hanya mengangguk tipis, mengetahui bahwa Shima perlahan mulai memahami bahwa di dunia ini, ia bisa merasa kuat jika mau menerima aturan yang ia tetapkan sendiri.
Setelah mobil berhenti di mansion Arru, Shima masih terduduk diam, memegang kontrak pernikahan di tangannya. Arru membuka pintu dengan tenang, “Masuklah. Ethan sudah memanggil desainer untuk baju pengantinmu.”
Shima menelan ludah, langkahnya berat tapi mantap. Ia menyadari hari ini adalah titik awal yang baru antara menyerah pada hidup lama atau memanfaatkan peluang yang diberikan Arru.
Di ruang fitting, Ethan sudah menyiapkan gaun pengantin Shima, lengkap dengan aksesoris yang mewah. Shima berdiri di depan cermin, matanya menatap refleksi dirinya sendiri: seorang wanita yang tak punya apa-apa, tapi sedang belajar untuk mengambil kendali hidupnya kembali.
Arru tetap berdiri di sudut ruangan, diam, matanya menilai gerakan Shima tanpa ekspresi. Namun di balik itu, ia memperhatikan dengan detail setiap ketegangan, setiap ragu, dan setiap langkah kecil Shima menunjukkan kekuatan yang belum sepenuhnya ia sadari.
Shima mencoba tersenyum tipis kepada Ethan, yang membimbingnya melepas dan mengenakan gaun pengantin. Di hatinya, ada pertanyaan: “Ini perpisahan atau permulaan baru?”
Di luar jendela, langit mulai gelap, namun di dalam mansion, Shima berdiri tegak seolah dunia luar dan semua masa lalunya tak lagi mengikatnya.
Shima berdiri di depan cermin, mengenakan gaun pengantin yang disesuaikan ukurannya. Tubuhnya ramping, bahu tegap, dan tatapannya tegas meski masih ada sedikit keraguan di mata. Desainer yang menangani fitting, seorang wanita ramping dan penuh percaya diri, menatap Shima dengan kagum.
“Luar biasa… proporsimu sempurna untuk gaun ini. Kamu benar-benar memukau, Shima-san,” puji desainer itu sambil mengelus kain dan menyesuaikan lipatan gaun.
Shima tersenyum tipis, merasa bangga tapi juga sedikit canggung dengan pujian itu.
Di sudut ruangan, Arru berdiri, tangannya disilangkan di dada, menatap adegan itu dengan mata tajam. Bibirnya menipis. “Cukup,” ucapnya dingin, suaranya seperti duri yang menusuk udara.
Desainer yang tersentak mundur sedikit, merasa kaget dengan nada serius Arru. “Eh… saya hanya memuji keindahan klien saya, Tuan Vance,” jawabnya dengan hati-hati.
Arru menatap Shima sekejap, lalu kembali menatap desainer. “Kecantikan ini tidak untuk dipuji seperti hiasan. Fokuslah pada gaun, bukan pada orangnya,” ujarnya singkat.
Shima menunduk sedikit, memahami nada perintah itu, tapi di hatinya ada sedikit geli Arru bisa muak hanya karena pujian yang tulus. Ia menahan senyum tipisnya sambil membiarkan desainer menyesuaikan gaun pengantin dengan lebih cepat.
bikin mereka yg menyakiti melongo.
ketawa aja kalian sekarang sepuasnya, sebelum ketawa itu hilang dr mulut kalian.
OOO tentu tidak... dia bakal semakin kaya.
mending bergerak, selidiki Arya sama Laura.