Luna Evelyn, gadis malang yang tidak diinginkan ayah kandungnya sendiri karena sang ayah memiliki anak dari wanita lain selain ibunya, membuat Luna menjadi gadis broken home.
Sejak memutuskan pergi dari rumah keluarga Sucipto, Luna harus mencari uang sendiri demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Hingga suatu malam ia bertemu dengan Arkana Wijaya, seorang pengusaha muda terkaya, pemilik perusahaan Arkanata Dinasty Corp.
Bukannya membaik, Arkana justru membuat Luna semakin terjatuh dalam jurang kegelapan. Tidak hanya menginjak harga dirinya, pria itu bahkan menjerat Luna dalam ikatan rumit yang ia ciptakan, sehingga membuat hidup Luna semakin kelam dan menyedihkan.
"Dua puluh milyar! Jumlah itu adalah hargamu yang terakhir kalinya, Luna."
-Arkana Wijaya-
Bagaimana Luna melewati kehidupan kelamnya? Dan apakah ia akan berhasil membalas dendam kepada keluarga Sucipto atau semakin tenggelam dalam kegelapan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Berhenti!
"Kau pikir kau bisa mengancam ku dengan itu, Luna Evelyn?" tanya Arkana dengan seringainya.
Luna pun tercekat. Ia menatap Arkana tidak percaya.
Apakah Arkana benar-benar ingin aku mati di hadapannya?
Arkana pun berjalan mendekati Luna dengan langkah lebar. Senyumnya menyeringai seraya menatap gadis itu dengan tajam.
"Lihatlah Luna, pisau itu sudah tumpul. Kau tidak akan bisa mengancam ku."
Luna terhenyak, ia menatap benda di tangannya dengan kecewa. Ia pun melemparkan pisau itu begitu saja.
"Sudah puas bermain-main nya hmm?" tanya Arkana yang kini telah tiba di hadapan Luna.
"Sekarang jawab aku, Luna. Apakah Radika adalah pengganti diriku bagimu?"
"Kenapa kau begitu ingin tahu? Apa kau cemburu?" tanya Luna.
Arkana menarik sudut bibirnya lalu mencengkram dagu Luna dengan erat.
"Jangan terlalu percaya diri Luna. Aku tidak peduli siapapun pengganti diriku, tetapi Radika adalah keponakanku. Maka berhenti menggodanya!"
Mendengar itu mata Luna membola. Rupanya ia terlalu menganggap dirinya tinggi. Arkana bukan sedang cemburu kepadanya, melainkan sedang melindungi keponakan laki-laki nya.
"Kenapa kalau aku menggodanya hah?" sahut Luna menantang.
Arkana pun merasa geram dengan perlawanan Luna. Entah mengapa rasanya ia ingin mencekik wanita di hadapannya ini sampai mati.
"Kau tidak pantas, Luna! Jangan berani-berani kau mengganggu Radika atau aku akan menghabisi mu, kau paham?"
Cengkraman Arkana semakin dalam, membuat Luna sulit bernafas. Wajah Luna bahkan telah memerah dengan airmata menggenang di pelupuk matanya karena menahan rasa sakit dan nafas yang sulit dihembuskan.
"Kau Gila, psikopat! Lepas!"
Arkana pun melepaskan cengkraman tangannya dan mendorong Luna menjauh dari dirinya.
"Ingat ucapanku, Luna. Jangan bermain-main denganku."
Tubuh Luna yang sempat terhuyung itu kini telah berdiri tegap menatap Arkana. Ia muak dengan pria di hadapannya itu.
Sebentar menyentuhnya, seperti seseorang yang menginginkannya, di lain waktu Arkana mengancamnya, bahkan bersikap tidak punya hati kepadanya.
"Dengar Arkana Wijaya. Pertama, aku tidak tahu jika dia adalah keponakanmu dan kedua, setelah mengetahui ini semua, aku jadi membencinya sama seperti aku membencimu, kau dengar?" ucap Luna dengan tegas.
"Mulai saat ini aku berhenti. Aku tidak butuh magang di perusahaan terkutuk ini bersama orang yang juga terkutuk seperti mu!"
Setelah mengatakan itu, Luna pun meninggalkan Arkana yang masih diam menatapnya.
...----------------...
Luna menghabiskan kesedihannya di dalam kamar mandi. Cukup lama ia berada di sana, menumpahkan semua rasa sakit yang membelenggu hatinya.
Kenapa semua orang membuang dirinya?
Ayahnya membuang dirinya dengan menjodohkan Luna kepada pria tua.
Bahkan Arkana, padahal pria itu tahu bahwa saat pertama kali berhubungan dengannya, Luna masih suci. Tapi mengapa dia dengan lantang menyebut Luna wanita jalang?
Dan kini dengan kasar mengancam dirinya berkali-kali.
Apakah dia benar-benar wanita hina? Apakah ia tak pantas untuk diperjuangkan dan dihargai?
Luna mengusap airmata dengan punggung tangannya. Rasanya sesak sekali, menghadapi dunia yang kejam ini seorang diri.
Hingga setengah jam berlalu, Luna pun merasa sudah lebih baik. Ia keluar dari kamar mandi dan menuju ke ruang kerjanya. Dengan cepat Luna menyiapkan surat pengunduran diri sebagai peserta magang di sana.
Luna tidak peduli bagaimana nanti pihak kampus akan memberikan hukuman kepadanya. Yang jelas saat ini Luna benar-benar harus pergi.
Menghilang sejauh mungkin dari sosok Arkana yang selalu membuat hidupnya berantakan.
"Luna, kamu mau berhenti di hari pertamamu?" tanya Radika yang baru saja menghampirinya.
"Iya, maaf ya Dik, aku sepertinya tidak cocok bekerja di perusahaan ini."
"Kenapa tiba-tiba, Luna? Apakah Om ku menyakitimu?"
"Tidak, aku merasa tempat ini tidak cocok saja untukku," sahut Luna.
"Tapi Lun...."
"Maaf ya Dik, aku akan coba bicara pada pihak kampus," ucap Luna lalu beranjak pergi meninggalkan Radika.
Pria itu tidak menahan Luna, karena ia tidak ingin menjadi pemaksa. Tapi kepergian Luna meninggalkan tanda tanya besar di benaknya.
Radika pun berjalan ke lantai 7 untuk bertemu dengan Arkana. Ia yakin, hal ini pasti berkaitan dengan Om nya.
"Om..."
Radika masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu. Untung saja Arkana tidak dalam keadaan yang sibuk. Pria itu hanya berdua dengan Bayu di dalam ruang kerjanya.
"Om, kenapa Luna berhenti tiba-tiba? Apakah ada yang salah dengannya?" tanya Radika.
Arkana menoleh ke arah Radika, lalu dengan tenang ia pun menjawab keponakan nya itu.
"Aku tidak memintanya pergi. Tidak ada masalah apapun dengannya, Dika. Tapi dia memang ingin pergi dari sini."
"Tidak mungkin Om, Luna itu sangat kompeten dalam kuliahnya, apalagi untuk magang seperti ini."
"Dika, kau tanya saja pada temanmu itu, om benar-benar tidak tahu."
Radika terdiam.
"Apa kau ada hubungan dengannya sehingga kau sangat mengkhawatirkan dirinya?" tanya Arkana.
"Tidak ada."
Arkana menautkan alisnya.
"Jadi dia bukan kekasihmu?"
"Bukan, setidaknya untuk saat ini."
"Hmm baguslah, kalau begitu biarkan dia pergi Dika. Dia pasti sudah memperhitungkan segalanya mengapa memilih pergi."
"Tapi tidak sesederhana itu Om. Jika Luna melewatkan magang ini, kemungkinan nilainya akan buruk dan membuatnya terancam berhenti karena menjadi mahasiswa yang tidak kompeten."
"Meskipun dia bukan kekasihku, tetapi aku mengkhawatirkannya Om. Hidupnya sudah penuh penderitaan selama ini. Jika sampai kuliahnya hancur, aku tidak yakin Luna masih semangat untuk menjalani kehidupannya," ucap Radika panjang lebar.
"Apa maksudmu?" tanya Arkana dengan perasaan berdebar.
tekan kan juga sama arka kalau dia tidak boleh menikahkan maya selama kamu di sisi nya atau sampai kamu lulus kuliah...
dan buat Arkana mengejarmu sampe tergila2.