Rabella membenci Alvaro, adik angkatnya!
Semua orang tau itu, tapi apa jadinya kalau Rabella malah jadi istri kedua Alvaro karena kecerobohannya sendiri? Setelahnya, Rabella harus menanggung nasib paling buruk yang tak pernah dia impikan!
Apa yang terjadi sebenarnya?
Yuk simak cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alnayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alvaro Kecanduan Rabella
Mata Rabella membelakak, terkejut. Cepat sekali Alvaro sudah melobi-nya, merampas begitu saja bibir miliknya.
Kesal? Jelas! Dada Rabella memanas, bukan karena dia senang dengan perlakuan Alvaro, yang menurut sebagian orang akan terasa romantis.
Tapi, itu tidak berlaku untuk Rabella.
Namun, yang namanya Alvaro itu sama sekali tak berniat melepaskan tautan bibir mereka barang sedetik pun.
"Mmphhh.. Lhe-psss syalan...."
Buk Buk... Tak peduli bagaimana Rabella terus meronta, tapi Alvaro enggan melepaskannya.
Apalagi saat mata Alvaro yang tadinya terpejam, kini terbuka, dan langsung bersitatap dengan Rabella.
Lumatan kasar, lidah yang membelit, juga saliva yang bercampur. Rabella benar-benar marah sekarang!
"Mhhhuuaahh..." Detik selanjutnya, tautan bibir itu terputus. Nafas keduanya terengah-engah, namun sorot mata keduanya benar-benar berbeda.
Mata Alvaro kembali sayu, seperti sedang mengharapkan sesuatu yang lebih banyak. Sembari tangannya mengusap bibir yang penuh saliva dari kakak angkatnya.
Sedangkan mata Rabella? Sorot kekesalan, amarah, dan benci bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat Alvaro tersenyum senang setelah menciumnya barusan.
Alvaro masih menindih sebagian tubuhnya, membuat Rabella kesal bukan main.
Entah kenapa, dia juga jadi teringat saat pertama kali mereka melakukannya satu bulan yang lalu. Brutal dan menjijikkan! Rabella tak mau berada di posisi itu lagi! Sungguh!
Jika dibandingkan dengan malam itu, ciuman Alvaro kali ini tidak se-brutal malam itu, tapi tetap saja! Rabella jijik merasakan benda kenyal itu menempel, bahkan bermain-main di bibirnya!
Dia berusaha bangkit, namun Alvaro enggan membiarkannya.
"Ini baru awal, Kak Rabella. Kenapa kakak harus buru-buru pergi? Bukan kah tadi kakak bilang ingin berteriak? Berteriak lah, aku suka suara kakak saat berteriak memanggil namaku." Senyuman mengejek tampil di wajah Alvaro.
"Lo udah gila ya, Sialan?! Lo gak inget sama Mika? Kalau lo beneran mau ngelakuin 'itu', lakuin aja sana sama Mika! Jangan sama gue, Anj-ing!"
"Susssstt, Kak Rabella jangan keras-keras menyebut nama Mika. Bagaimana jika dia tahu? Dia juga ada di kamarku sekarang loh, Kak Rabella mau kalau Mika tahu kita dalam posisi seperti ini?" Satu jari Alvaro digunakan untuk menutup bibir tipis milik Rabella.
Tapi, jari itu segera ditepis oleh si pemilik bibir.
Rabella semakin tak habis pikir dengan kelakuan Alvaro, bagaimana bisa pria itu dengan santainya datang ke kamar wanita lain, di saat istrinya sendiri ada di atap yang sama dengan mereka saat ini?
Ya, lupakan saja jika Rabella adalah istri kedua Alvaro. Rabella juga enggan mengakui bahwa bocah ingusan yang dulunya kotor ini adalah suaminya sekarang.
Rabella masih ingat dengan jelas, saat pertama kali Alvaro dibawa papanya ke rumah mereka.
Bocah berusia sepuluh tahun, badanya kurus, pendek. Kulitnya gosong, mungkin karena sering terpapar sinar matahari, juga tak dirawat dengan baik. Lengkap dengan celana pendek dan kaos putih oblong yang kebesaran.
Dulu, yang Rabella tahu, Alvaro sangat penakut dengan orang baru. Hingga membuat Rabella kena omel papanya, hanya karena mengerjai anak angkat baru papanya.
Tapi liatlah sekarang, tak ada lagi wajah penakut yang Rabella ingat.
Hanya ada wajah menyebalkan sekarang yang dimiliki Alvaro. Seperti tak takut pada apapun, pria itu terus menerus menantang Rabella sampai keluar dari batasnya.
"BAJINGAN LO! MINGGIR GAK! GUE GAK MAU BERHUBUNGAN SAMA LO YA!"
"Kenapa gak mau? Kakak kan sudah jadi istriku, apa kakak gak merindukan aku? Seharusnya, waktu itu aku bilang saja ke papa supaya kakak juga ikutan honeymoon bareng aku dan Mika." Alvaro kembali memangkas jarak, hingga benar-benar membuat pergerakan Rabella terbatasi.
"Lo pikir gue cewek apaan hah? Sampai mau liburan bareng kalian?" Rabella kembali meronta, ingin lepas dari Alvaro. Tak peduli bagaimana pun caranya, karena Rabella tak mau lagi menjadi pihak yang dirugikan di sini.
"Kenapa kakak tidak bisa diam, hah? Kenapa kakak sebenci itu sama aku? Aku salah apa sama kakak? Oke, fine. Aku emang bajingan yang udah merusak Kak Rabella, tapi apa Kakak lupa, itu rencana siapa?" Kali ini, Alvaro membiarkan Rabella lepas darinya.
Pria itu juga bangkit, tak lagi menindih tubuh ramping kakak istri keduanya.
Tapi, Alvaro tak benar-benar pergi. Rabella cepat menjauh, sedangkan Alvaro masih setia rebahan di ranjang milik Rabella.
Rabella menatapnya sinis, masih dengan tatapan penuh permusuhan.
Rabella sudah turun dari ranjang, menatap Alvaro seperti hewan buas yang bisa saja memangsanya kapan saja.
"Kasihan sekali Mika, dia pasti tersiksa jika tahu suami yang dikira baik ini ternyata seorang bajingan!" seru Rabella kesal.
"Hahahaha, kak Rabella lucu sekali. Apa sekarang kakak mengkhawatirkan aku? Khawatir kalau aku dicampakkan oleh Mika, karena kelakuan burukku?"
Alvaro malah tertawa, menanggapi seruan Rabella barusan.
Matanya kembali menatap Rabella, dengan lembut.
"Cuih, siapa yang khawatir sama lo, hah? Gue malah berharap, supaya semua kelakuan buruk lo cepet ketahuan dan keluarga Wisma gak sudi nerima lo sebagai menantunya lagi." Rabella membalasnya, tak mau kalah.
Kesal juga karena seruannya tadi tak memperngaruhi Alvaro sama sekali.
"Ya, aku harap begitu. Tapi, bagaimana ya, Kak? Mika sepertinya sangat mencintaiku, jadi rasanya dia tidak akan percaya dengan semua informasi yang diketahui dari Kak Rabella."
Pria itu menyeringai, kembali bangkit. Hendak menggapai tubuh Rabella lagi.
"Kalau boleh jujur, sebenarnya aku juga sudah bosan dengan Mika dan sekarang, mungkin aku sudah 'kecanduan' sama Kak Rabella."
Alvaro sudah sepenuhnya bangkit, langsung berjalan dengan langkah lebar mendekati Rabella.
Mendengar itu, Rabella mendelik. Apa pendengarannya masih berfungsi dengan baik? Alvaro sudah bosan dengan Mika? Apa maksudnya itu?
Rabella jadi bertanya-tanya, kenapa Alvaro berkata demikian di usia pernikahannya dengan Mika yang baru satu bulan.
Memangnya boleh secepat itu bosan dengan seorang istri?
Rabella jadi tak habis pikir dengan otak gila adik angkatnya ini.
Sepertinya, Alvaro memang sudah benar-benar gila.
Lalu, apa maksud dari 'kecanduan' tadi?
Tanpa Rabella sadari, Alvaro sudah memeluk tubuhnya dengan erat.
Wajah pria itu langsung bersarang di selangka lehernya, geli dan menjijikkan. Itu yang Rabella rasakan, sedikit terkejut tapi pergerakannya sudah tak bebas.
"Lepasin gue, Bajingan!" pekik Rabella kesal.
Nafasnya hampir tertahan, karena Alvaro menggigit kecil kulit leher sampai pundaknya.
"Nghh... A-apa yang lo lakuin, sialan! Berani lo ngelakuin ini sama gue??"
"Bh-berhenti, Alvaaa..."
Rabella sudah berusaha mendorong Alvaro, tapi bukannya lepas. Pria itu malah dengan mudahnya kembali menjatuhkan tubuh mereka ke atas ranjang, kali ini sepertinya Alvaro enggan memberikan kesempatan pada Rabella.
"Apa Kak Rabella yakin mau berhenti?"
Kepala Alvaro mendongak, menatap wajah Rabella yang sudah memerah.
Keduanya diam, tapi seolah hanya dengan bertukar pandang mereka tahu apa yang ada di otak masing-masing.
Alvaro tersenyum. "Aku tahu, Kak Rabella akan menyukai ini."