Legenda Pendekar 2 Naga

​Xiao Chen dan Ling Ye berdiri tegak di tepi tebing yang dingin, menyaksikan siluet merah dan abu-abu Bos Qi dan Liu Bai lenyap ditelan kabut tebal. Perpisahan itu terjadi begitu cepat, tanpa wejangan panjang, tanpa nasihat, seolah dua sosok mentor gila itu adalah ilusi yang datang hanya untuk membangunkan mereka.

​Keheningan yang tersisa di Puncak Naga Tersembunyi terasa memekakkan telinga setelah tawa nyaring Bos Qi menghilang. Hanya deru angin gunung dan bunyi gesekan Logam Naga Bintang Tujuh dari Pedang Naga Langit yang dipegang Xiao Chen yang terdengar.

​"Mereka... mereka benar-benar pergi secepat itu?" Ling Ye bergumam, rasa tak percaya dan sedikit kesepian bercampur dalam suaranya. Meskipun pelatihan itu brutal, ia sadar mentor-mentor itu telah memberinya kekuatan tak terbayangkan dalam tiga hari.

​Xiao Chen perlahan mengangguk, tatapannya tajam memandang ke arah hilangnya Bos Qi. "Mereka tidak punya waktu untuk urusan fana kita. Tapi mereka telah memberi kita modal dan jalan. Sekarang, kita harus melanjutkan perjalanan kita sendiri."

​Xiao Chen kini memanggul Pedang Naga Langit di punggungnya. Bilah pedang itu diselubungi oleh lapisan tipis Qi hitam pekat agar tidak menarik perhatian, tetapi keberadaan pedang itu sendiri terasa seperti beban moral dan janji dendam yang tak terhindarkan.

​Ia menoleh ke Ling Ye, yang kini terlihat jauh lebih kokoh dan tegap dari sebelumnya, meskipun Ling Ye tetap gempal.

​"Kau siap, Raja Bakpao?" tanya Xiao Chen, senyum kecil dan langka tersungging di bibirnya.

​Ling Ye, yang mendengar julukan itu tetapi kini menerimanya dengan dada membaja, membusungkan dadanya. "Tentu saja! Tubuhku sekarang ini adalah Baja Bakpao. Mari kita tunjukkan pada Faksi Pedang Bayangan itu apa artinya Qi Pemurnian Level 1 yang keras seperti batu!"

​Perubahan ini sangat mencolok. Dulu, Xiao Chen adalah si pemalas yang bersandar pada Ling Ye untuk urusan emosional; kini, ia adalah pemimpin yang bertekad dan dingin, sedangkan Ling Ye menjadi perisai fisik yang penuh semangat dan jauh lebih berani.

​"Baik. Tujuan pertama kita adalah turun ke lembah dan mencari jalan menuju jalur utama Ibukota Kekaisaran. Gunakan teknik langkah yang diajarkan Master Liu Bai." perintah Xiao Chen.

​Meskipun Qi Xiao Chen kini jauh melampaui level yang ia tunjukkan, Mediasi Dominasi Naga Langit memberinya pemahaman kontrol Qi yang ekstrem. Ia melompat dari tebing, kakinya menapak pada permukaan batu yang nyaris vertikal. Qi hitam yang dominan menyelimuti sol sepatunya, membuatnya menempel dan meluncur ke bawah dengan kecepatan terkendali dan keanggunan seorang master yang tak terduga.

​Di belakangnya, Ling Ye harus berusaha keras. Ia ingat instruksi Liu Bai: gunakan Qi Putih untuk memperkuat titik tekanan dan keseimbangan.

​Ling Ye mulai menuruni tebing dengan gerakan yang canggung dan terhuyung-huyung. Setiap langkahnya menyebabkan debu batu rontok ke bawah. Qi Putih dari Batu Naga mulai bekerja, menstabilkan langkahnya dan membuat tubuhnya tahan benturan jika ia terjatuh.

​"Sial! Kenapa Qi-ku hanya bagus untuk bertahan, bukan untuk bergerak cepat?" gerutu Ling Ye, keringat bercucuran di dahinya, meskipun ia tetap berhasil menjaga keseimbangan.

​"Fokus, Ling Ye! Jangan berpikir, rasakan Qi Putih yang menopangmu!" teriak Xiao Chen dari bawah, suaranya kini memiliki nada otoritas yang baru.

​Setelah beberapa saat yang menegangkan, mereka akhirnya mencapai dasar tebing. Tanah di sana ditutupi oleh vegetasi lebat dan semak-semak paku yang tinggi. Aroma tanah basah dan lumut purba memenuhi udara, jauh berbeda dari bau darah dan asap yang menjadi teman mereka beberapa hari lalu.

​Mereka mulai berjalan menembus hutan, menuju arah yang diperkirakan akan membawa mereka ke jalur perdagangan.

​Xiao Chen berjalan di depan, Pedang Naga Langit terayun-ayun pelan, matanya waspada mengamati setiap bayangan dan pergerakan di antara pepohonan. Instingnya yang dulu tumpul kini setajam ujung bilah pedangnya. Setiap embusan angin, setiap patahan ranting, dicerna oleh kesadarannya.

​Ling Ye berjalan di belakang, mengawasi punggung Xiao Chen. Ia merogoh sakunya, merasakan dinginnya Batu Naga Putih yang kini menjadi simbol tanggung jawab barunya. Ia tahu tugasnya adalah memastikan tidak ada yang bisa menyentuh punggung Xiao Chen.

​Saat mereka melangkah lebih dalam ke hutan, pola bayangan yang diciptakan oleh kanopi tebal semakin pekat, dan suasana hati mereka semakin dingin. Mereka berdua sadar, meskipun mereka telah menerima warisan kuno, mereka tetaplah dua remaja pelarian di dunia kultivasi yang sangat kejam. Perjalanan ini baru saja dimulai.

​Di kejauhan, sebuah geraman rendah terdengar dari dalam hutan, seolah menyambut kedatangan dua pewaris baru ke dunia yang penuh bahaya. Mereka tidak lagi dikejar; kini, mereka adalah target yang bergerak.