Ibu Alya meninggal karena menyelamatkan anak majikannya yang bernama Bagas, dia adalah tuan muda dari keluarga Danantya.
~
Bagas patah hati karena kepercayaannya dihancurkan oleh calon istrinya Laras, sejak saat itu hatinya beku dan sikapnya berubah dingin.
~
Alya kini jadi yatim piatu, kedua orang tua Bagas yang tidak tega pun memutuskan untuk menjodohkan Bagas dan Alya.
~
Bagas menolak, begitupun Alya namun mereka terpaksa menikah karena terjadi sesuatu yang tidak terduga!
~
Apakah Bagas akan menerima Alya sebagai istrinya? Lalu bagaimana jika Alya ternyata diam-diam mencintai Bagas selama ini?
Mampukah Alya meluluhkan hati Bagas, atau rumah tangga mereka akan hancur?
Ikuti kisahnya hanya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon znfadhila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16.
Alya diam merenung di kamarnya sambil memikirkan apa yang diucapkan Bagas padanya tadi, sebuah pengakuan yang tidak terduga.
Alya sampai bungkam dan tidak bisa mengatakan apapun, apa maksud Bagas tadi entah itu sebuah keseriusan dan ketulusan atau hanya kata-kata penenang saja.
Alya benar-benar tidak tau mana yang benar dan mana yang salah, Bagas adalah pria yang mampu mencuri hatinya sejak lama.
Alya menyimpan perasaan itu sendiri tanpa ada yang tau, saat Bagas menjalin hubungan dengan Laras pun Alya memilih untuk mengubur perasaannya.
Tapi itu tidak semudah yang dibayangkan, bisa dibilang perasaan itu tidak pernah bisa hilang, saat itu Alya sadar jika dia tidak bisa bersanding dengan Bagas apalagi Bagas begitu mencintai Laras.
Sayangnya Laras menyia-nyiakan Bagas, entah Alya harus merasa senang atau tidak karena sejak saat itu Bagas berubah dingin bahkan memilih untuk menghilang ke luar kota.
Alya semakin yakin jika cinta Bagas masih untuk Laras, padahal sebenarnya Bagas sudah melupakan Laras justru Alya lah yang beberapa kali sering mengganggu pikirannya apalagi Alya hampir celaka karena Laras.
"Itu semua gak mungkin kan? mana mungkin Bang Bagas punya perasaan sama aku." gumam Alya menolak percaya, tapi tatapan tulus itu tidak bisa dibohongi.
"Sekarang aku harus gimana? apa aku harus kasih kesempatan? atau aku harus tetep pertahanin prinsip aku." Alya tidak tau harus berbuat apa sekarang.
Bagas mengatakan jika dia memberi waktu pada Alya untuk berpikir tentang pernikahan, jika nantinya Alya menolak Bagas tidak akan memaksa, tapi jika Alya memberi kesempatan pada Bagas pastinya Bagas tidak akan menghancurkan kepercayaan Alya.
"Kenapa semuanya jadi serumit ini sih, mana Berlian udah tau perasaan aku sama Bang Bagas." Alya mengacak rambutnya frustasi.
Jika Bagas mengetahui perasaan Alya yang sebenarnya, mungkin pernikahan itu akan segera dilakukan pada hari ini juga.
"Gak, Bang Bagas gak boleh tau dulu." Alya menggelengkan kepalanya, dia benar-benar harus memikirkan masalah ini dengan matang.
"Mending aku keluar cari udara seger, biar jernih pikiran aku." Alya memutuskan untuk keluar di sore ini sekalian menikmati suasana pemandangan yang indah.
Alya segera keluar dari rumah, keluarga Danantya sendiri menginap di rumah Alya karena kebetulan kamar disana cukup untuk menginap.
****
Alya berjalan sendiri menikmati suasana sore yang begitu indah, keluarga Berlian sedang beristirahat mereka pasti kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang.
Alya memilih duduk di kursi taman di sekitaran desa, pemandangannya sangat indah hari ini namun tidak dengan apa yang dialami Alya, menurutnya hari ini sangat menyebalkan.
"Suasananya indah tapi tuduhan hari ini bener-bener gila, aku gak ngerti kenapa Pakde sama Bude punya pemikiran sejahat itu." Alya memegang dadanya yang terasa sesak.
"Sebenernya apa salah aku sama mereka? kenapa mereka bisa sejahat itu, sampai mau hancurin masa depan aku." tubuh Alya bergetar membayangkan jika rencana jahat itu benar-benar terjadi.
Masa depan Alya akan hancur, dan dia harus menjalani kehidupan rumah tangga bersama pria brengsek yang tidak bertanggung jawab? ayolah membayangkannya saja membuat Alya ingin menangis sekarang.
"Aku gatau harus bilang apa lagi, Pakde sama Bude udah keterlaluan dan semua itu cuma karena warisan?" Alya tak habis pikir, padahal ya dia juga tidak ingin ikut campur mengenai warisan ini tapi kenapa Latif dan Lela terus saja menganggapnya sebagai ancaman.
Sedang sibuk merenung, tiba-tiba Alya mendengar suara tangisan seseorang dan teriakkan.
Saat menoleh Alya terkejut melihat sepupunya alias anak dari Lela yang bernama Mila sedang menangis sambil memegang sesuatu.
"Mila?" gumam Alya.
Tadinya Alya ingin menghampiri Mila, tapi wanita itu lebih dulu bersuara.
"Sekarang aku harus gimana? aku beneran hamil, dan dia udah ninggalin aku gara-gara Ibu hina dia, sekarang gimana? aku gak mungkin punya anak tanpa suami, gimana kalo warga tau? aku bisa diusir."
Mila menangis kencang, dia takut diusir warga dan bingung juga harus kemana ditambah Lela ditangkap polisi bersama Latif, jika begini pendapatan Mila akan berkurang selama ini dia hanya sibuk foya-foya dan meminta uang saja.
Pergaulannya di tempat kerja terlalu bebas, bahkan sampai melakukan hubungan terlarang, dan kini Mila hamil sedangkan pasangannya pergi entah kemana setelah diusir Lela, katanya pria itu bukan pria kaya dan tidak pantas untuk Mila.
Memang mulut julidnya itu jahat sekali, giliran sudah seperti ini Mila bingung harus berkata apa.
"Lagian kenapa Mama harus usir dia segala sih, sekarang semuanya berantakkan arghhh!" Mila menjatuhkan testpack yang dia bawa.
Alya menutup mulutnya kaget, dia tidak menyangka sepupunya itu hamil saat ini.
"Mila hamil?" gumam Alya pelan, namun sayang Mila menyadari kehadiran Alya.
Matanya melotot kaget karena ada orang disini, Mila kira disini tidak ada siapapun makanya dia berbicara sendiri tanpa rasa takut.
"Sialan, sejak kapan lo disini Alya!" Mila berdiri dengan tatapan marah, dia mengambil testpack yang sempat jatuh itu.
"Sebelum lo kesini gue udah disini duluan." ketus Alya ikut berdiri.
"Lo sengaja kan? harusnya lo bilang kalo lo ada disini sialan!" Mila memaki Alya, dia berpikir Alya sengaja diam atau bahkan merekam semua ucapannya tadi.
"Hello, ini tempat umum kenapa lo sewot." Alya mendelikan matanya, padahal dia sedikit iba dengan apa yang menimpa Mila tapi sepupunya itu malah emosi duluan.
"Ini semua gara-gara lo ya! Ibu gue jadi harus di penjara!" Mila mendorong tubuh Alya, beruntung Alya masih bisa menahan tubuhnya.
"Itu pantes Bude dapetin, lo pikir yang dia lakuin bukan kejahatan? lo gak berpikir gimana masa depan gue kalo beneran hancur!" Alya terpancing emosinya.
"Bodo amat sama masa depan lo! lagian lo itu hidup udah gapunya siapapun, gak akan ada yang mau nerima lo, semua orang udah tau kalo lo itu ternoda!"
PLAKK!
Alya yang terpancing emosinya langsung menampar Mila, wanita hamil itu sampai terhuyung.
"Sial, lo berani tampar gue!"
"Itu semua pantes buat lo, mulut lo itu harus dijaga jangan sembarangan mending lo ngaca siapa yang ternoda disini!" Alya membalas perkataan Mila dengan begitu menohok.
Nafas Mila memburu, wajahnya memerah menahan amarah karena Alya bisa membungkam dirinya, disini kan yang memalukan Mila tapi dia enteng sekali menghina Alya, seharusnya yang khawatir disini adalah Mila.
"Lo-" Mila tidak bisa melawan Alya lagi, sampai akhirnya dia memiliki ide licik untuk membuat Alya hancur, itu adalah pembalasan dendam terbaik karena Lela sudah di penjara.
"Gue bakal bales Lo!" Mila melempar testpack itu kearah Alya kemudian memanggil beberapa warga disana.
"Apa maksud lo Mila?!" teriak Alya tak terima, dia hendak melempar testpack itu kembali tapi terlambat warga sudah datang.
"Ini kalian harus liat, Alya sekarang hamil!"
DEG!
"Apa maksud lo Mila! disini lo yang hamil bukan gue!"
"Bohong itu lo yang pegang testpacknya!"
'Sial!'
Bersambung.........