NovelToon NovelToon
60 Hari Untuk Hamil

60 Hari Untuk Hamil

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Lari Saat Hamil / Nikah Kontrak / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Romansa / Disfungsi Ereksi
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ferdi Yasa

“Aku akan membuatmu hamil, tapi kau harus melakukannya dengan caraku dan hanya aku yang akan menentukannya. Setelah kau hamil, kontrak kita selesai dan pergi dari hidupku.”

Itulah syarat Alexander Ace—bosku, pria dingin yang katanya imp0ten—saat aku memohon satu hal yang tak bisa kubeli di tempat lain: seorang anak.

Mereka bilang dia tak bisa bereaksi pada perempuan. Tapi hanya dengan tatapannya, aku bisa merasa tel4njang.

Dia gila. Mendominasi. Tidak berperasaan. Dan terlalu tahu cara membuatku tunduk.

Kupikir aku datang hanya untuk rahim yang bisa berguna. Tapi kini, aku jatuh—bukan hanya ke tempat tidurnya, tapi juga ke dalam permainan berbahaya yang hanya dia yang tahu cara mengakhirinya.

Karena untuk pria seperti Alexander Ace, cinta bukan bagian dari kesepakatan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31 Aku Kembali, Alex ....

Satu hari yang lalu ….

Setelah Alex mengantar Eve pulang, Rayyan memanggilnya ke perusahaan.

Namun, saat kakinya baru menginjak lantai atas, Rayyan menyodorkan ponselnya dan berkata, “Miranda kembali hari ini,” kata Rayyan hari itu.

Sosok perempuan dengan postur sempura muncul di halaman beranda sebuah akun gosip. Rambutnya panjang tergerai, dengan senyum indah menggantung di bibirnya.

‘Miranda Kingsley, pemilik agensi model Miranda Management kembali ke tanah air.’

Caption yang ditulis di bawah foto itu jelas.

Alex mengamatinya beberapa detik, lalu mengembalikan ponsel itu lagi. “Kupikir dia sudah lupa jalan pulang.” Ada senyum sinis di sebelah bibirnya.

“Dia juga mengadakan pesta nanti malam atas kepulangannya. Saya pikir, itu hanya untuk menunggu Anda datang.”

“Lihat saja nanti.”

Tapi ternyata … Alex tidak pernah datang. Dia memilih melakukan perjalanan keluar kota dengan Rayyan kemarin malam.

Dan hari ini, wanita yang bernama Miranda itu datang sendiri ke perusahaan.

“Alex ….” Suara Miranda mengalun lembut. Nadanya menyenangkan. Kaki rampingnya masuk begitu saja tanpa mengetuk, seolah dia tahu Alex sudah menunggunya di dalam.

“Aku sengaja datang ke sini, karena kupikir kau terlalu sibuk sampai tidak memiliki waktu kemarin malam,” lanjutnya lagi sambil berjalan mendekat.

Alex mengangkat kepala. Berkas di tangannya masih terbuka, dan ekspresinya tidak berubah. Datar, dingin. Tapi dia juga tidak menolak keberadaan wanita itu.

Senyum di wajah Miranda lebar, tampak bahagia. Namun saat dia menyadari tatapan Alex yang menatapnya seperti orang asing, senyum itu perlahan menyusut.

“Kau … tidak ingin menyambutku?”

“Selamat datang,” kata Alex enggan, sambil menutup berkasnya.

Wajah Miranda semakin kusut. Sedikit cemas. Namun di depan Alex, dia tetap mengangkat dagu, membusungkan dadanya.

“Alex, aku … sudah kembali,” katanya lagi, seolah sebuah isyarat agar Alex mengucap sesuatu yang ingin ia dengar.

Namun, Alex masih tetap sama. “Ya, aku bisa melihat itu.”

Senyum Miranda yang sejak tadi coba ia pertahankan retak sudah. Bibirnya kelu, tidak tahu harus mengatakan apalagi.

Alex berdiri dari kursinya, berjalan ke sisi jendela, membelakanginya. Kedua tangannya tenggelam ke dalam saku.

Miranda datang mendekat ke sisinya. “Alex, aku pulang untuk menepati janjiku.”

“Janji apa yang kau maksud?”

Tawa Miranda tenggelam. Dia tidak percaya apa yang dikatakan Alex.

“Aku sudah kembali, kenapa masih berpura-pura? Aku tahu kau menikahi seorang wanita hanya karena permintaan Ayahmu, kan? Kau menikahinya dengan sebuah kontrak, karena kau masih menungguku. Kau masih mencintaiku.”

Namun, Alex tidak merespon, tidak juga mengubah ekspresi wajahnya.

Miranda semakin mendekat. Matanya menelisik wajah Alex.

“Apa … kau sudah berubah pikiran?” Miranda bertanya, nadanya bergetar.

“Miranda, kau memintaku untuk menunggumu hanya selama dua tahun. Dan sekarang, setelah tiga tahun berlalu, kau bertanya padaku, apakah aku sudah berubah?” Alex tersenyum miring, menatapnya tajam. “Menunggumu selama dua tahun membuatku sadar jika aku hanya membuang-buang waktu.”

“Tidak, Alex, tidak ….” Miranda menggeleng, meraih lengan Alex. “Kau tidak membuang-buang waktu. Aku pulang untukmu.”

Alex melihat genggaman tangan Miranda tanpa ekspresi.

“Kau menikahi wanita itu hanya untuk pernikahan kontrak karena kau masih mencintaiku, kan, Alex? Aku tahu kau kecewa padaku, tapi kini aku sudah ada di depanmu. Perusahaan modelku berkembang pesat di luar negeri, jadi aku tidak bisa pulang sesuai janji. Aku tahu kau pasti mengerti ini.”

Jemari lentik Miranda mengusap pipi Alex, hangat. Matanya memancarkan banyak kasih sayang.

“Aku tahu kau tidak akan melupakanku secepat itu. Aku tahu kau begitu mencintaiku, dan aku pun sama. Aku minta maaf ….”

Lalu kedua tangan Miranda melingkari lehernya. Perlahan dia mendekatkan bibir, memberikan c!umannya untuk Alex.

Saat itu, tanpa mereka sadari, Eve sedang berjalan masuk. Pintu yang tidak tertutup itu terbuka lebar. Namun, langkah Eve hanya sampai di situ. Kedua kakinya terpaku ke tanah. Sekujur tubuhnya membeku, tidak bisa bergerak.

Baru setelah beberapa detik, Alex menyadari keberadaan orang lain di ruangannya.

Pandangan mereka bersitatap.

Eve menatapnya dengan wajah pucat.

Alex belum sempat mengatakan apa-apa, tapi Eve sudah bergerak lebih dulu, berbalik cepat meninggalkan mereka.

“Ck!” Alex berdecak keras, melepaskan tangan Miranda dari lehernya. “Dengar baik-baik, Miranda,” ucapnya sambil menggenggam pergelangan tangan wanita itu. “Banyak yang sudah terjadi, dan semua hal tidak seperti yang kau pikirkan.”

Alex tidak mau menjelaskan lebih banyak lagi. Dia bergegas keluar, mengejar Eve.

Cepat sekali wanita itu pergi.

Alex baru mendapatkannya saat Eve berjalan di trotoar.

Mobilnya melambat. Dia bergerak di sisi wanita itu.

“Masuklah! Aku akan mengantarmu.”

Namun, Eve menggeleng cepat. Senyum di wajahnya melebar. “Tidak perlu. Mobilku ada di sana.” Matanya menunjuk ke depan.

“Jangan membuatku mengulang perintah.”

Eve diam sejenak, menarik napas sekali, lalu membuka pintu mobil Alex.

Pria itu meliriknya sekilas sebelum menginjak gas lagi. Rasanya dia melihat wanita itu membawa sesuatu saat masuk ke ruangannya tadi. “Untuk apa kau kemari?”

“Kebetulan aku mengirim pesanan, dan lokasinya di dekat sini, jadi aku mampir sekalian.”

Oh, jadi yang dia bawa tadi kue pesanan dan bukan untuknya?

Alex mendengus.

“Wanita yang di ruanganku tadi, dia ….”

Belum juga Alex menyelesaikan kalimatnya, Eve memotong, “Tidak apa-apa … itu aku yang salah. Seharusnya aku mengetuk lebih dulu. Aku minta maaf karena sudah mengganggu privasimu.”

“Dia rekan bisnis—“

“Luar biasa!” Lagi, Eve memotong ucapannya. “Wanita itu terlihat sangat luar biasa! Bersanding denganmu … kalian sangat cocok sekali!”

Semua itu diucapkan Eve dengan senyum lebar, mata berbinar, seolah dialah yang lebih bahagia atas mereka. Tidak ada kekecewaan, tidak ada rasa sesal.

Alex menolehnya, matanya memicing.

Tiba-tiba saja mobil menepi, lalu berhenti mendadak. Tubuh Eve sempat tersentak sebelum tertarik lagi ke belakang.

“Turun,” kata Alex tiba-tiba. Suaranya berat, terdengar marah. “Kau bisa pulang sendiri. Aku tidak memiliki waktu untuk mengantarmu.”

Lagipula siapa yang memintanya mengantar pulang tadi? Siapa?!

Dia sudah bilang jika dia membawa mobil sendiri, kan? Pria itu sendiri yang memaksa naik. Kenapa dia yang dimarahi?

Jika tahu akan diturunkan di tengah jalan begini, lebih baik dia mengambil mobilnya sendiri tadi.

Eve mengumpatinya sepanjang jalan.

Sementara Alex kembali ke perusahaan dengan membawa segunung kekesalannya.

Dia memanggil Rayyan ke ruangan. Matanya masih menyala-nyala.

Melihat ekspresi itu, Rayyan tidak berani mengeluarkan kata-kata. Dia hanya diam, berdiri di hadapannya, menunggu Alex bicara.

“Kapan Miranda Management akan mengadakan Runway Week?”

“Minggu depan, Tuan.”

“Aku ingin menjadi sponsor utamanya. Dan, aku juga ingin kau membeli setengah saham perusahaan Miranda, dan jadikan perusahaan itu sebagai bagian dari perusahaanku. Mengerti?”

Alex menatapnya, matanya terbakar api. Ekspresinya tidak goyang sama sekali.

“Tapi—“

“Lakukan! Aku ingin lihat, seberapa lama dia bisa menunjukkan senyumnya di depanku.”

Jadi ini karena Nyonya?

Rayyan tertawa samar dalam hati. Dia menelan sisa ucapannya, mengangguk tanpa protes.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!