NovelToon NovelToon
Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Spiritual / Mafia / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:424
Nilai: 5
Nama Author: Eireyynezkim

Hari yang seharusnya menjadi awal kebahagiaan Eireen justru berubah menjadi neraka. Dipelaminan, di depan semua mata, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini ia dukung seorang jaksa yang dulu ia temani berjuang dari nol. Pengkhianatan itu datang bersama perempuan yang ia anggap kakak sendiri.

Eireen tidak hanya kehilangan cinta, tapi juga harga diri. Namun, dari kehancuran itu lahirlah tekad baru: ia akan membalas semua luka, dengan cara yang paling kejam dan elegan.

Takdir membawanya pada Xavion Leonard Alistair, pewaris keluarga mafia paling disegani.
Pria itu tidak percaya pada cinta, namun di balik tatapan tajamnya, ia melihat api balas dendam yang sama seperti milik Eireen.

Eireen mendekatinya dengan satu tujuan membuktikan bahwa dirinya tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga dimahkotai lebih tinggi dari siapa pun yang pernah merendahkannya.
Namun semakin dalam ia terjerat, semakin sulit ia membedakan antara balas dendam, ambisi dan cinta.

Mampukah Eireen melewati ini semua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Kaleng-kaleng

"L-lho, i-itu, bukannya Menteri Kehakiman?" Aslan menunjuk-nunjuk ke arah orang yang baru datang. Ekspresinya begitu terkejut.

Semua orang masih terperangah, tidak ada seorang pun yang menyahut, termasuk Eireen.

Mengingat, tidak butuh waktu yang terlalu lama, seolah sejak ada panggilan, prioritas sang Menteri adalah datang memenuhi panggilan Xav kepadanya.

'Gila ya, bukan kaleng-kaleng!' batin Eireen takjub.

Ia sudah sering dengar, kekuasaan dan pengaruh Keluarga Penguasa memang sangat besar. Tapi, baru kali ini, ia melihat bukti nyatanya dalam sekejap saja.

Sementara itu, Menteri Kehakiman pun mendekat ke arah Xav, menyapa hormat. "Tuan Muda?"

Xav mengulurkan tangan. "Selamat datang, Pak Menteri!"

Sang Menteri menjabat tangannya, walau agak heran, karena Xav biasanya jarang mau bersalaman. Tapi, kali ini justru lebih dulu mengulurkan tangan.

"Senang bertemu Anda lagi, walau, keadaannya lagi-lagi tidak baik begini!" imbuhnya kembali ke setelan awal, suka sekali menyindir, walau nada suaranya sopan.

"Maaf, Tuan Muda. Sebenarnya ada apa? Kenapa Anda di tempat seperti ini? Siapa pula yang membuat masalah?" ucap Menteri Kehakiman setelah jabat tangan mereka terlepas.

"Ah... saya hanya menemani kekasih, datang ke resepsi pernikahan kerabatnya." Xav merangkul Eireen dengan satu tangan, mengenalkan kepada Menteri.

Kehidupan pribadi Xav memang jarang diketahui orang. Jadi, Menteri itu tidak terkejut sama sekali.

Sang Menteri mengangguk hormat kepada Eireen, menyapa sambil mendengarkan ucapan Xav selanjutnya. "Tapi, tidak disangka, ternyata, saya justru bertemu dengan anak buah, ehm, atau lebih tepatnya, mantan anak buah Anda yang begitu arogan menghina saya preman pasar di sini, Pak Menteri."

"Mantan anak buah? Dengan segala hormat, Tuan Muda. Siapakah orang yang begitu tidak sopan itu?"

Xav mengarahkan pandangan kepada Saros, yang masih menganga mulutnya, karena saking tidak percaya, seorang Menteri Kehakiman sungguhan datang dan berdiri di depannya.

"Katanya, dia mantan jaksa. Bukankah, artinya, mantan anak buah Anda, Pak Menteri?"

Menteri Kehakiman menatap Saros dan akhirnya mengenali. "Pak Saros?!"

Saros buru-buru beranjak mendekat, melewati uang-uang yang jatuh di lantai. "P-Pak Menteri. S-saya..."

"Anda bersikap kurang ajar kepada Tuan Muda?" sela sang Menteri.

Bukan Saros yang menjawab, melainkan Xav lebih dulu menyahut. "Dia bahkan menyuruh orang-orangnya itu menyerang saya, Pak Menteri. Jadi maaf, kalau saya ambil tindakan begitu."

Menteri Kehakiman melihat orang-orang yang tergeletak di sebelah pot. Ia lantas menatap Xav. "Menyerang Anda, Tuan Muda?"

"Ehm, atas perintah mantan anak buah Anda, si paling calon wali kota terpilih itu." Xav melirik ke arah Saros, menyindir tapi langsung menyasar targetnya.

Saros tergagap. "Maaf, Pak Menteri. Ta-tapi, dia siapa, kok..."

"Jangan buang-buang waktu, Anda tidak berhak bertanya tentang itu. Tidak sopan, cepat minta maaf sekarang kepada Tuan Muda!" Lagi-lagi, Menteri Kehakiman menyela dengan nada tegas.

Saros bingung, bagaimana Menteri Kehakiman itu sampai begitu buru-buru seolah takut sesuatu akan terjadi kalau dia tidak minta maaf kepada Xav?

Seolah Xav ini derajatnya tinggi sekali, bahkan lebih tinggi dari Menteri itu begini.

Bukan hanya Saros yang berpikiran begitu, semua orang di sana sama saja, sedang sibuk menerka siapa Xav sebenarnya.

'Apa dia anak konglomerat?' batin Saros, karena biasanya, pejabat itu agaknya berteman akrab dengan para konglomerat.

"Pak Saros!" Suara Menteri Kehakiman terdengar tegas, membangunkan Saros dari lamunan. "Anda tidak dengar? Kenapa diam saja? Cepat, sebelum Anda menyesal!"

Saros menelan ludahnya sendiri. Ia pun buru-buru, menghadap Xav. "Sa-saya minta maaf, Tuan Muda."

Xav hanya diam, tidak merespon, bahkan mengalihkan pandangan seolah jijik.

Saros bingung, ia sudah meminta maaf, tapi tidak ditanggapi. Menteri Kehakiman melotot, memintanya melakukan lebih.

Lantas, Xav menggerak-gerakkan kaki, hingga berbunyi, seolah mengkode sesuatu.

Ingat perkataan Xav, yang mau membuatnya berlutut di kaki, Saros menghela napas. 'Masa' iya, aku harus berlutut kepadanya? Dia siapa saja aku tidak tahu!'

Melihat ekspresi Saros, Eireen menahan tawa.

Semua orang masih menunggu.

Saros diam saja, sampai suara Menteri Kehakiman terdengar. "Kalau Anda diam saja, maka masa depan Anda akan suram, Pak Saros!"

Sekelas Menteri Kehakiman bicara begitu, Saros menelan ludahnya sendiri. Ia pun buru-buru berlutut di depan Xav dan Eireen. "Saya minta maaf, Tuan Muda. Saya tidak berniat menghina Anda, atau menyakiti Anda. Saya hanya berusaha membela calon anak sambung saya tadi. Saya..."

"Maka suruh dia dan semua orang yang kau bela memohon ampun juga!" sela Xav sambil menyeringai, menoleh ke arah Eireen. "Ya, kan, Sayang?"

"Betul. Calon anak sambungmu itu bahkan membuat Tuan Muda kejatuhan uang-uang ini, berusaha menyakitinya. Aduh, punggung Tuan Muda bagaimana ya? Sakit tidak, Sayang?" Eireen pura-pura bertanya dengan manja kepada Xav.

Menteri Kehakiman akhirnya tahu kenapa uang itu berjatuhan di bawah begitu. "Benar begitu, Pak Saros? Kalian..."

"S-saya mohon maaf, Pak Menteri. S-sungguh, saya tidak tahu tentang itu." Saros lantas menatap ke arah belakang. "Cepat kalian ke sini, berlututlah!"

Zeya segera menolak. "Tidak. Kami tidak salah, buat apa berlutut kepada mereka!? Ya, kan, Sayang?!"

Aslan tampak tidak langsung menjawab, bingung. Ia tahu, tidak mungkin Saros menurut, jika bukan ancaman untuk dirinya.

"Kok diam saja sih, Sayang?" Zeya kesal sendiri.

"Iya, Nak Aslan kenapa sih? Ayo dong, berani, lawan!" Anabia juga kesal sendiri, karena menantu yang ia kira sudah berdaya, kini hanya diam saja.

"Diam kalian!" Aslan justru menyela mereka. "Kalau bukan orang penting, Pak Menteri tidak mungkin begitu!"

"Azusa...!" Saros menatap ke arah ibu Aslan kesal. "Cepat suruh putramu berlutut, atau kau akan tahu akibatnya!"

Azusa melihat ke arah putranya, menyuruh, "Sana... ini tidak main-main pasti!"

Aslan tampak ragu-ragu, dimana ia akan letakkan harga dirinya kalau harus berlutut di depan Eireen?

Jelas-jelas, hari ini, dia berencana membalas Eireen, justru kalah lagi. Kalah telak pula.

"Aslan!" Azusa mendesak putranya, karena sang calon suami melotot ke arahnya.

Mau tidak mau, Aslan beranjak. Tapi, baru satu langkah, Eireen berkata, "Bawa juga dong istri dan ibu mertuamu itu. Mereka juga menghinaku, bahkan kekasihku ini juga."

Xav mengangukkan kepala setuju. Aslan pun mau tidak mau menoleh ke arah Zeya dan ibu mertuanya.

"Tidak, aku tidak akan berlutut kepadanya!" Zeya menolak lagi.

"Aku juga!" Anabia pun sama, justru bersedekap tangan.

"Ceraikan saja istrimu itu kalau tidak mau. Atau.. aku yang tidak jadi menikahi ibumu!" Saros mengancam, setelah Pak Menteri menatap marah ke arahnya tadi.

Azusa dan Aslan panik. Kalau ibunya tidak jadi menikah dengan Saros, Si Tua Bangka, mereka akan kehilangan tambang emas. Bahkan, Aslan mungkin tidak akan jadi hakim, seperti yang sudah ia gembar-gemborkan.

"Cepat, Aslan!" Azusa lagi-lagi mendesak putranya, karena tidak mau kehilangan bandot tua, atau lebih tepatnya, hartanya.

Aslan tanpa disuruh lagi, ia tatap istrinya. "Kau pilih kita cerai, atau berlutut bersamaku?"

"Apa? Kenapa begitu sih? Aku ---"

"Pilih sekarang!" sentak Aslan sekali lagi, membuat pundak Zeya terjingkat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!