Mengandung Benih Mantan Suamiku

Mengandung Benih Mantan Suamiku

MBMS - Bab 1 Mari Bercerai

"Mari bercerai," ucap Delia Aurelie Gionardo (26th) dengan tegas sambil menyodorkan sebuah kertas perceraian pada suaminya.

Setelah satu tahun menjalani pernikahan penuh sandiwara bersama Devano Alessandro Harrison (28th), malam itu Delia datang ke apartemen bukan untuk pulang, melainkan untuk mengakhiri segalanya.

Devano duduk terdiam, menatap wajah Delia sambil menenggak segelas wine di tangannya.

Glek!

Pria yang biasanya dingin dan selalu rapi itu kini tampak berantakan, dasi melorot, rambut acak-acakan, mata merah. Bukan Devano yang Delia kenal.

"Kenapa?" suaranya rendah.

"Karena ini sudah waktunya, Dev. Sesuai perjanjian kita," jelas Delia.

Dev tersenyum getir. Gelas wine diletakkannya di atas meja.

"Bukan karena kamu sudah memiliki pria lain?" tanyanya datar, lebih mirip tuduhan ketimbang pertanyaan.

Delia memicingkan mata. "Apa maksudmu?"

"Aku tidak bodoh. Aku sering melihatmu pergi bersama mantan kekasihmu," ujar Dev.

"Astaga, Dev. Aku hanya konsultasi padanya. Akhir-akhir ini kepalaku sering sakit, dan aku sulit untuk tidur. Itu saja, tidak lebih," terang Delia, kesal.

Lagipula kenapa juga Dev harus seperduli itu padanya, bukankah selama ini dia sangat membencinya.

Meski hatinya tak yakin, tapi Dev akhirnya mengangguk dan meraih kertas itu.

"Sebaiknya cepat tandatangani. Aku akan pergi malam ini juga," ucap Delia. Wanita itu berbalik menuju kamarnya untuk mengemas barang-barangnya.

Dev menatap punggung Delia yang menjauh hingga menghilang di balik pintu. Bukan menandatangani, ia justru menuang wine lagi dan menenggaknya sampai habis.

Glek!

Setelahnya rasa aneh mulai menjalar di tubuhnya. Detak jantungnya berdegup lebih cepat, wajahnya memanas, tubuhnya terasa seperti dibakar dari dalam. Napasnya berat, keringat dingin muncul di pelipis. Pandangannya mengabur, pikirannya berdenyut antara marah, lelah, dan dorongan yang sulit ia pahami.

Dev mengerang pelan. Tangannya refleks membuka dasi yang sejak tadi melorot, lalu mencabut kancing kemeja bagian atas satu per satu, berusaha memberi ruang pada dada yang terasa sesak. Namun panas itu justru makin menjadi, seolah ada gelombang tak kasatmata yang menyerang kesadarannya.

Ia memijit pelipisnya, mencoba fokus. Tapi semakin ia melawan, semakin kabur kesadarannya. Seperti ada kabut yang menutup akal sehat dan menggantinya dengan rasa tak menentu yang belum pernah ia alami sebelumnya.

"Sial!" umpat Dev.

Ia memutuskan untuk pergi kekamarnya untuk mandi, mungkin itu akan membuat tubuhnya sedikit lebih baik.

Dev berjalan dengan sempoyongan, hingga didalam kamar nampak Delia tengah mengemasi barang-barangnya.

"Tidak bisakah besok saja?" tanya Dev.

"Tidak Dev, aku sudah menyiapkan semuanya," ucap Delia tanpa menoleh.

Dev menarik lengan Delia hingga tubuhnya jatuh dalam dekapan Dev.

"Kamu benar-benar sangat berniat," bisik Dev dingin.

Delia menatap mata pria itu tanpa keraguan. "Aku tidak akan mengulur waktu Dev, bukankah itu yang selama ini kamu inginkan? Sekarang aku kabulkan, setelah ini kamu bisa menikahi Giselle,"

Dev tersenyum miring, lalu berbisik. "Kalau begitu berikan kompensasi untuk pernikahan kita,"

Kening Delia berkerut. "Apa maksudmu?"

Dev mengangkat satu alisnya. "Malam pertama,"

mata Delia membelalak penuh amarah sekaligus kaget.

PLAK!

"Kau gila Dev," tekan Delia.

Dev memejamkan mata sambil menahan panas dipipinya, lalu kembali menatap Delia. "Aku tidak sedang bercanda Delia, aku mau kamu melakukan kewajibanmu sebagai seorang istri malam ini,"

Tatapan Delia tak turun, ia menggeleng perlahan. "Apa kamu sedang mempermainkanku Dev?"

Sumpah Delia tak mengerti kenapa Dev tiba-tiba saja berubah seperti ini, bukankah dia yang bilang jika dia tidak akan sudi untuk menyentuhnya? Tapi kenapa sekarang malah sebaliknya?

BRAKK!

Kepalan tangan Dev menghantam tembok disamping wajah Delia hingga membuat gadis itu takut dan memejamkan matanya.

"Kau yang mempermainkanku Del, kamu masih istriku, tapi kamu pergi bersama lelaki itu!" tekan Dev, kini seolah darahnya mendidih hingga naik ke ubun-ubun.

"Dev! Sudah aku bilang, aku dan Alvan tidak ada hubungan apa-apa! Lagipula kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing. Selama ini aku tidak pernah mempermasalahkan hubunganmu dengan Giselle," ujar Delia, kini tatapan matanya berkaca-kaca.

"Tapi itu masalah bagiku!"

"Kenap_" Dev langsung menarik tengkuknya dan mendaratkan ciuman dibibir Delia, bukan ciuman lembut yang penuh cinta, tapi ciuman penuh tuntutan seolah tengah menjadi peluapan emosinya saat ini.

"Eumph!" desah Delia, mencoba mendorong dada Dev, tapi pria itu menahan kedua tangannya hingga Delia tak mampu berbuat apa-apa.

"Jangan memberontak, aku bisa melakukannya lebih lembut dari ini," bisik Dev disela ciumannya.

"Lepas Dev! jangan gila! kamu terlalu banyak minum!" sahut Delia, tapi pria itu langsung menutupnya kembali dengan ciuman.

"Eumph..!" desahan itu semakin membuat Dev semakin bergejolak.

Dev mendorong tubuh Delia keatas ranjang dan kembali membungkamnya dengan ciuman, menjamah tubuh Delia dengan penuh kelembutan.

Airmata menggenang diujung ekor matanya, tapi Delia tak mampu melawan. Cengkraman tangannya begitu kuat meremas sprei, malam ini Dev tak hanya bicara omong kosong, ia benar-benar melakukannya.

Walaupun sentuhannya tak memaksa dan begitu lembut, tapi hati Delia tetap terasa sangat sakit, karena ia menyentuhnya bukan berdasarkan rasa cinta, hanya bahan kompensasi semata.

"Akh.. Deevh....!" pekik Delia begitu Dev menekannya.

Malam itu hujan deras dan petir menyambar seolah-olah menjadi saksi bisu permainan panas yang seharusnya menjadi akhir dari segalanya.

"Sakit Deevh... akh!"

Tapi Dev tak menghiraukannya, ia terus memacu tubuhnya, hingga detik berlalu kini tubuhnya seketika menegang, nafasnya terasa sangat berat.

"Del.. Akh.. Akh..!" pekik Dev hingga membuat Delia menggigit bibir bawahnya.

Delia merasakan ada sesuatu yang meledak di bawah sana, hingga tubuh Dev langsung jatuh terkulai lemas.

Malam itu diam-diam Delia terisak. "Kenapa jadi begini?"

...****************...

Pagi menyusup melalui celah tirai, menelusup ke kamar yang berantakan.

Delia terbangun dengan tubuh lemah dan wajah kusut. Sekejap saja kenangan semalam menyeruak membuat darahnya seolah berhenti mengalir.

Bukan mimpi… kami benar-benar… pikirnya ngeri.

Suara berat memutus lamunannya.

"Kamu sudah bangun?" ucap Dev datar, membelakanginya sambil mengancingkan lengan kemejanya.

"Dev…" hanya itu yang keluar dari bibir Delia.

Pria itu berbalik. Langkahnya mendekat, namun berhenti pada jarak aman. Pandangannya dingin.

"Aku sudah menandatangani surat perceraian kita. Kamu bisa mengambilnya." Dev meletakkan map cokelat itu di atas nakas tanpa menatap Delia sedikit pun.

'Astaga… kamu bahkan tak merasa bersalah sedikit pun padaku, Dev?' batin Delia. Tapi lidahnya kelu. Ia tahu pria itu memang tak pernah mencintainya.

Dev meraih jas hitam yang tersampir di sofa. Langkahnya menuju pintu tenang, nyaris tanpa suara. Namun tepat sebelum keluar, ia berhenti. Bahunya menegang, tapi ia tak menoleh.

"Yang semalam…" suaranya tetap datar, "…anggap saja tidak pernah terjadi. Aku tidak mau kamu berpikir yang macam-macam."

Deg.

Jantung Delia seperti berhenti berdetak. Air mata jatuh ke selimut yang ia genggam erat, meninggalkan noda kecil di atas kainnya. Ia hanya bisa menatap punggung Dev yang menjauh, menyadari betapa kosongnya hati pria itu dan betapa hancurnya dirinya sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!