Anak Tiri Terbuang Menjadi Istri Tangguh Duda Killer

“Hmm… hmm…” Azura berontak. Rasanya ingin berteriak, namun mulutnya masih dibekap plaster. Ia kini berada di salah satu kamar kosong bersama Kakak tirinya, Calsa.

‘Lepaskan aku, Calsa!’ pekik Azura dalam hati sambil melirik sinis pada Calsa yang berdiri dan tersenyum tipis di hadapannya.

“Akhirnya kamu pulang juga ke rumah ini,” ucap Calsa melipat tangan di dada setelah menarik lepas plaster di mulut Azura.

“Ini namanya bukan pulang, tapi penculikan!” Ujar Azura geram.

“Haha…” Calsa tertawa. “Penculikan? Kamu buta, ya?” lanjutnya menghina. “Kalau pulang ke rumah orangtua itu bukan penculikan namanya, bodoh!”

“Cih, kamu yang bodoh!” umpat Azura melotot. “Setelah aku lepas nanti, aku akan menuntut pembuatanmu ini ke pengadilan!” sambung Azura tak takut, sedangkan Calsa kembali tertawa, semakin terbahak-bahak merasa geli.

“Kamu mau menuntutku? Dengan cara apa, adikku yang miskin? Dengan menggunakan daun kering? Haha…” 

Azura mendesis, ia sadar statusnya dengan Calsa sangat jauh berbeda. Tapi apa ia harus menyerah dengan balas dendamnya?

“Ck, apa sebenarnya maumu?” decak Azura bertanya.

Sontak, satu tangan Calsa menjepit dagu Azura sambil menatap tajam sepasang bola mata coklat itu.

“Aku mau kamu gantikan aku menikah dengan teman bisnis Ayah. Menjadi istri kelima pria tua ini,” jawab Calsa menunjukkan foto kakek tua, membuat Azura tersentak.

“Gila, aku tidak sudi!” Tolak Azura cepat.

Calsa mendesis lalu mundur beberapa langkah.

“Ayolah Azura… coba kamu pikirkan dulu tawaran aku ini? Dengan menikahi teman bisnis Ayah, kamu bisa hidup mewah dan enak. Kamu tidak perlu menderita, apalagi hidup mengemis di luar sana. Lihatlah, betapa baiknya kakakmu yang satu ini,” cerocos Calsa menepuk dada dengan bangga, tapi kemudian wanita itu kembali kesal melihat reaksi adik tirinya yang tak terduga.

“Cuihh!” Azura meludah ke samping.

“Aku sudah pernah bilang, aku lebih baik mati daripada hidup bergantung pada keluarga yang menghancurkan hidup Ayah dan kakakku!” sambung Azura dan berusaha melepaskan ikatan di tangannya yang mulai longgar.

PLAK!

Satu tamparan keras langsung dilayangkan ke pipinya.

“Perempuan tak tahu diuntung! Seharusnya kamu sadar diri sedikit! Jika bukan karena kebaikan keluarga kami, adikmu itu mungkin tidak akan…”

“Adikku sudah tiada, apa yang perlu kamu banggakan?” potong Azura menggeram. “Bahkan gara-gara kalian, dia akhirnya benar-benar meninggal!”

“Kalian tidak menyelamatkan Aina, tapi membuatnya menderita sebelum kematiannya tiba. Kamu pikir aku tidak tahu perbuatan kejimu ke Aina? Kamu menyiksa dia saat Aina sendirian di rumah ini. Luka-luka yang dia coba sembunyikan dariku, semua ulah kamu kan, Calsa?” 

“Aina selalu bilang luka itu dari kecerobohannya yang sering jatuh di rumah ini, tapi sebenarnya luka itu bekas cambukan yang kamu berikan, Calsa! Kamu benar-benar memuakkan!” lanjut Azura dengan nafas memburu. 

Calsa membisu, ia kehabisan kata-kata karena memang benar ia seringkali menyiksa Aina dan penyiksaan itu berakhir setelah Aina mengenal Joeson dan hidup Aina berubah drastis setelah menikah.

“Kenapa diam saja? Kamu tidak bisa bantah?” Azura tersenyum sinis, puas melihat wajah Calsa yang merah padam.

“Memang kenapa aku diam? Kamu pikir aku takut?!” bentak Calsa mengangkat tangan, berniat memukul adik tirinya itu lagi tetapi mendadak Azura berdiri membuat Calsa sangat terkejut, tangannya pun berhasil ditahan.

PLAK!

Satu telapak Azura secepatnya menampar wajah Calsa, membuat netra wanita blasteran itu melebar sempurna.

“Akhhh!” jerit Calsa saat tangannya ditarik paksa ke atas dan rambut panjangnya dijambak kuat. Ditambah lagi sorot mata Azura yang tajam menakutkan itu tampak memancarkan amarah dan kebencian yang membara.

“Sekarang siapa yang sedang ketakutan, hm?” tanya Azura menyeringai, senang melihat Calsa panik.

“Lepaskan aku, brengsek!” pekik Calsa berusaha menarik tangannya tapi cengkraman Azura makin erat membuat Calsa menjerit kesakitan. Calsa bingung bagaimana bisa gadis rendahan itu punya keberanian. Adik yang dikira lemah, ternyata punya sisi tangguh yang disembunyikan.

“Lepaskan aku, Azura!” pekik Calsa lagi, sekuat tenaga ia mendorong Azura hingga akhirnya ia berhasil membuat adik tirinya itu terjatuh ke belakang.

“Cih, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Sekarang giliran kamu yang akan merasakan siksaan yang Aina terima dariku!” teriak Calsa maju sambil mengeluarkan cambuknya dari laci meja. “Aku akan mendisplinkanmu dengan ini, jadi Kamu tidak boleh pergi sebelum kamu menikahi teman bisnis Ayah,” sambung Calsa kesal dan mengancam, “Jika kamu menolak lagi, panti asuhan yang sering kamu kunjungi itu akan aku hancurkan!”

Degh!

Tubuh Azura berguncang hebat mendengar ancaman itu. Tapi Azura segera bangkit. Ia berlari keluar dari kamar, melewati lorong panjang, sementara Calsa mengejarnya dari belakang sambil tertawa. Tawanya menggema bak nenek lampir di film-film.

“Haha…. kamu mau lari kemana, adikku?”

‘Gila, wanita sinting! Dia sudah tidak waras lagi, aku harus keluar dari sini. Tapi di mana tangganya, sih?’ batin Azura menggerutu tak menemukan ujung lorong rumah Ayah tirinya yang besar itu. Langkahnya terhenti sesaat melihat cahaya di depan sana. 

“AZURA! JANGAN LARI KAU!” teriak Calsa mempercepat larinya karena Azura menuruni tangga. 

Panik melanda, Azura terus berlari ke arah pintu utama yang terbuka lebar. Kepanikannya meningkat mendengar teriakan Calsa yang makin dekat. Azura menoleh sekilas ke belakang dan tiba-tiba… bruk!

Tubuhnya menabrak seseorang. Azura pun membelalak, berpikir dirinya telah tertangkap namun orang yang kini mendekapnya ternyata bukan penjaga rumah. Dari bau parfumnya yang familier, Azura mendongak ke atas dan benar saja pria yang berdiri itu adalah calon suaminya.

“Bibi… napa lali-lali? Ada setan, kah?” tanya Azelio dan Azelia di samping Ayahnya.

“Ka-kalian kenapa datang kemari?” bisik Azura cemas.

“Mau jemput Mama balu Jila. Mama Jula nda usah takut lagi ya,” jawab Jila lalu bertanya ke Joeson. “Benal kan, Papa?”

“Hm, sekarang kamu aman.” Angguk Joeson menatap wajah Azura yang tegang.

Azura menunduk, ingin melepaskan diri, tapi tangan kiri Joeson sangat erat memeluknya. ‘Aduh… kenapa aku malah deg-degan begini, sih?’ batin Azura bingung, tak seperti Calsa yang makin kesal dengan kedatangan cucu Raymond King.

“Mau apa kalian datang kemari?” tanya Calsa berdiri di hadapan Joeson tanpa eskpresi. Namun, ia pun sedikit takut karena ekspresi Joeson lebih mengintimidasi.

______

Belum nikah, udah manggil Mama aja nih si Jila…

Like, komen, subscribe, vote 🌹