Ayuna Sekar, gadis yatim piatu yang tulus dan pekerja keras, dikhianati oleh tunangannya sendiri—pria yang selama ini ia biayai hidup dan kuliahnya. Di hari pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagianya, ia justru dipermalukan dan dihina hingga mengalami serangan jantung.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua—kembali tiga hari sebelum hari itu. Kali ini, Ayuna membalikkan takdir. Ia membatalkan pernikahan dan nekat menikahi seorang satpam tampan bernama Arjuna.
Tanpa ia tahu, Arjuna adalah seorang miliarder yang menyamar. Pernikahan sederhana mereka penuh tawa, cinta, dan kejutan. Dan Ayuna akan membuktikan bahwa cinta sejati tak pernah butuh harta... tapi hati yang setia.
Ayo ikuti keseruan ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Lantai 27 kini menjadi pusat kendali Cempaka Group yang baru. Kantor Ayuna, didesain minimalis namun elegan, mencerminkan karakter pemiliknya kuat, sederhana, dan visioner. Di balik kaca besar yang menghadap kota, Ayuna menandatangani dokumen bersama tim barunya.
“Rapat board internasional akan diadakan minggu depan, Mbak Ayuna,” ujar sekretarisnya. “Dan Yayasan Harapan Dunia cabang Jakarta akan diresmikan bulan depan.”
Ayuna mengangguk, "Baiklah terima kasih, Yura. Tolong siapkan semua, jika bisa saya juga akan menghadirinya"ujar Ayuna
"Tapi mbak kehamilan mbak sudah semakin besar, apa tidak apa apa? Saya khawatir dengan kesehatan mbak" ujar Yura khawatir
"Jangan khawatir, saya baik baik saja. Tolong siapkan ya kamu minta bantu Tiko untuk mengurus semuanya" ujar Ayuna menenangkan
"Baik mbak, jika begitu saya permisi dulu" jawab Yura lalu undur diri
Setelah kepergian yura ayuna mengelus perutnya pelan, ''sayang kamu kuat bukan ikut mama bekerja, tapi mama yakin kamu anak yang kuat seperti mama dan papa kamu''
Malam harinya...
Hujan deras mengguyur halaman rumah mewah milik Arjuna malam itu. Ayuna duduk di sofa dekat jendela besar, mengenakan daster longgar berwarna pastel yang menonjolkan perutnya yang semakin membesar. Tangannya membelai lembut perutnya sambil tersenyum tenang, meski matanya masih memerah karena hari-hari yang melelahkan.
"Sayang, kamu gak kedinginan di situ?" tanya Arjuna sambil membawa secangkir cokelat hangat dan duduk di samping istrinya.
Ayuna menggeleng pelan, "Enggak... Aku cuma lagi ngerasain gerakan si kecil. Aktif banget malam ini."
Arjuna langsung menempelkan telapak tangannya ke perut Ayuna. "Wah! Dia tendang! Dia senang denger suara Ayahnya ya?"
Ayuna tersenyum geli, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Arjuna. "Aku kadang nggak nyangka... Kita sudah sejauh ini. Dulu aku cuma gadis biasa yang tertipu dan ditinggalkan. Sekarang, aku jadi istri kamu… dan calon ibu dari anak kita."
Arjuna memeluk bahunya erat. "Kamu wanita luar biasa, Ayuna. Kamu kuat, kamu lembut, kamu… ibu yang hebat untuk anak kita. Dan sebentar lagi, keluarga kita akan lengkap."
Hening sesaat, hanya suara gemericik hujan dan detak jam dinding.
"Aku juga harus mulai mempersiapkan kamar bayi," gumam Ayuna.
"Udah aku siapkan!" sahut Arjuna cepat, lalu menggandeng Ayuna menuju ruangan khusus yang belum ia perlihatkan sebelumnya. Ayuna mendengus pelan, penasaran.
Ketika pintu dibuka, Ayuna terpaku. Sebuah kamar bayi yang cantik, didominasi warna netral dan dekorasi bergaya minimalis modern dengan sentuhan lembut. Ada tempat tidur bayi dari kayu putih, lemari kecil penuh baju mungil, dan lukisan berbingkai bertuliskan: “Tempat ternyaman untuk bidadari kecil Ayah dan Ibu.”
Air mata Ayuna jatuh tanpa bisa ditahan. Ia menutup mulutnya, menahan isak.
''Mas Arjuna… ini… terlalu indah." ujar ayuna terharu saat melihat semua itu
Arjuna memeluknya dari belakang. "Nggak ada yang terlalu indah buat kamu dan anak kita."
Keesokan harinya, saat Ayuna sedang beristirahat di kamar, mami Arjuna masuk membawa semangkuk sup ayam dan tersenyum hangat.
"Ini, sayang. Sup hangat buat kamu dan cucu Mami."
Ayuna tersenyum lemah. "Terima kasih, Mami. Maaf jadi ngerepotin ya…"
"Repotin gimana? Kamu menantu Mami. Sekarang kamu lagi bawa cucu Mami. Semua keluarga bahagia kamu ada di sini."Keluarga besar Arjuna memang sangat perhatian, di kehamilan Ayuna memasuki bulan ke-7. Setiap hari selalu ada yang bergantian menemani Ayuna, membawakan makanan sehat, mengelus perutnya, bahkan berebut giliran mendengar detak jantung si kecil melalui alat doppler.
Sepupu Arjuna yang perempuan, juga semangat menyiapkan baby shower kecil-kecilan. Dua sepupu lelaki, Dafa dan Alva, bahkan bersemangat membuat playlist lagu anak-anak dan mendesain box mainan untuk si bayi.
Sedangkan ibu Amalia sedang pergi ke luar negri untuk mengurus sesuatu agar ia bisa berkumpul lagi bersama anak dan menantunya serta cucunya yang akan segera lahir
...----------------...
Beberapa hari kemudian – Rumah Ayuna dan Arjuna
Hari itu, rumah keluarga muda itu terasa ramai dan hangat. Balon-balon lembut warna pastel mulai menghiasi ruang tamu, kado-kado mungil mulai berdatangan, dan aroma cookies buatan Kirana memenuhi udara.
Baby shower kecil-kecilan yang disiapkan oleh keluarga dan sahabat terdekat menjadi momen manis untuk menyambut kehadiran si kecil.
Ayuna duduk di kursi rotan yang dihias pita, mengenakan gaun hamil berwarna krem dengan detail renda. Perutnya yang besar menjadi pusat perhatian semua tamu. Namun wajahnya tetap bersinar dari keteguhan, cinta, dan kehangatan.
“Lihat, kamu glowing banget, Na,” celetuk Caca sambil menyodorkan minuman non-kafein segar.
“Bukan karena make up, tapi karena bahagia,” jawab Ayuna tertawa pelan.
Arjuna duduk tak jauh, berbincang dengan Dafa dan Alvan yang sibuk menunjukkan desain mainan edukatif mereka di tablet. Sesekali matanya melirik ke arah istrinya, memastikan semua baik-baik saja.
Tiba-tiba, Ayuna merasakan tendangan kuat dari dalam perutnya.
“Eh!” serunya pelan, tangannya refleks menahan perut.
Semua orang langsung menoleh.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Arjuna cemas.
Ayuna tersenyum lega. “Enggak, justru... dia baru pertama kali nendang sekuat itu. Seperti ikut ngerayain pestanya sendiri.”
Semua tertawa lega.
---
Malam Hari – Kamar Tidur
Ayuna tengah duduk di ranjang sambil membuka sebuah buku harian tua buku peninggalan ayahnya yang dulu sempat hilang, kini telah dikembalikan dari pengacara di Belanda.
“Mas, aku baru sadar sesuatu,” gumam Ayuna.
Arjuna yang sedang menyisir rambutnya di depan cermin menoleh. “Apa itu?”
“Di halaman terakhir buku harian Papa... dia menulis tentang ‘harapan terbesar untuk anak perempuannya’. Dia gak tahu akan pergi secepat itu, tapi seolah dia tahu bahwa aku akan menemukan jalan pulang ke semua ini.”
Ayuna mengusap halaman terakhir yang berisi coretan tangan kasar tapi penuh makna:
“Jika anakku membaca ini… ketahuilah bahwa darahmu tak sekadar warisan, tapi kekuatan. Gunakan itu untuk menjaga, bukan untuk menguasai. Dan ketika kamu menjadi ibu kelak… ajarkan anakmu untuk menjadi cahaya.”
Air mata Ayuna kembali menetes. Tapi kali ini bukan karena kesedihan. Melainkan karena rasa utuh.
---
Beberapa Minggu Kemudian – Kantor Cempaka Group
Kursi pemimpin Cempaka Group kini secara resmi dipegang oleh Ayuna Sekar Cempaka. Rapat board internasional berjalan lancar. Reputasi perusahaan kembali terangkat secara global.
Yayasan Harapan Dunia cabang Jakarta pun diresmikan, dan Ayuna menyampaikan pidato singkat namun menyentuh hati:
“Perubahan sejati dimulai dari niat yang jujur. Hari ini bukan soal saya, tapi tentang semua anak-anak yang tidak punya suara. Kita di sini untuk membuat mereka terdengar.”
Media meliputnya besar-besaran. Namun Ayuna tetap merendah. Ia kembali ke rumah malam itu bukan sebagai bintang, tapi sebagai ibu dari calon bayi yang hampir datang ke dunia.
---
Suatu Malam – Di Teras Rumah
Langit cerah. Udara malam cukup hangat. Arjuna dan Ayuna duduk di bangku panjang, menikmati momen tenang setelah hari-hari sibuk.
“Kamu kelihatan capek,” kata Arjuna sambil mengelus kepala istrinya.
“Capek bahagia,” jawab Ayuna. “Tapi... ada satu hal yang terus ada di kepalaku.”
“Apa?”
“Kalau nanti anak kita lahir... dunia seperti apa yang akan dia hadapi? Dunia yang masih penuh ketidakadilan? Atau dunia yang sudah kita bantu sedikit demi sedikit untuk jadi lebih baik?”
Arjuna mengangkat dagu Ayuna dengan lembut, menatap matanya dalam.
“Dia akan lahir di dunia yang mungkin belum sempurna. Tapi dia akan tumbuh dikelilingi oleh orang-orang yang berjuang untuk kebaikan. Dan itu cukup... untuk membangun harapan.”
Ayuna tersenyum. Lalu berbisik pada perutnya:
“Dengar itu, sayang... Dunia ini belum sempurna, tapi kita akan bantu memperbaikinya. Karena kamu... adalah tanda dari masa depan.”
Bersambung
lanjut