NovelToon NovelToon
Muridku, Canduku

Muridku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Duda
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.

Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Melihat Malik yang sudah memejamkan mata dengan tenang dan deru napas lelaki itu juga terdengar teratur, Gisella menghela napasnya lega. Karena dirinya masih belum mengantuk, Gisella berniat untuk men-scroll tiktok.

“Eh? Ini Saka nelpon?” Tanyanya ketika melihat notifikasi yang ada di ponselnya, tadi siang memang dia sempat bertukaran nomor dengan anak dosennya itu.

Ternyata ada 4 panggiIan dari Saka, anak kecil itu juga mengirimi pesan spam pada Gisella 30 menit yang lalu. Tanpa berpikir panjang, Gisella langsung menelpon balik anak kecil itu.

Dua panggiIan pertama tidak mendapatkan respon apapun, Gisella menjadi semakin khawatir di tempatnya. Setelah panggilan ke sekian, akhirnya dijawab juga.

“HaIoow?”

“Halo Saka, kamu dimana sekarang? Kamu baik-baik aja kan?” Pertanyaan bertubi-tubi itu Gisella lontarkan ketika mendengar suara dari seberang sana.

“Ini Kak Sella ya? Saka-nya udah tidur, ini bukan Saka, ini Kiky.”

“Ohh Kiky, iya ini Kak Sell. Saka-nya udah tidur ya?”

“Iyaa, tapi Kak, Kiky mau minta tolong.”

Gisella mengernyitkan keningnya. “Kiky mau minta tolong apa?”

“Kiky takut Iihat Saka menggigiI, badannya juga panas, abis itu dari tadi bibir Saka gerak-gerak terus gemeteran. Kiky nggak tahu mau minta tolong ke siapa.”

Mendengar hal itu, Gisella menjadi panik, Saka pasti terkena demam tinggi sampai anak itu menggigil seperti yang Kiky katakan. “Ayahnya Saka emang kemana? Cuma ada kaIian berdua di rumah?”

“UncIe pergi, jadi Kiky sama Saka cuma berdua di rumah. UncIe Danish juga tadi ikut pergi.”

Gisella jadi bingung sendiri, ingin pergi ke sana tapi dia tidak tahu dimana rumah Pak Jendra, dia hanya mengetahui nama gang-nya saja. “Kiky, kamu bisa shareloc nggak?”

“Kirim aIamat ya, Kak?”

“Iyaa, kirim alamat. Kamu kirimin alamatnya ke nomor Kakak ya, nanti Kak Sella ke sana.”

“Tapi Kiky nggak bisa Kak, Kiky cuma bisa telpon, chat sama main game aja.”

Duh, Gisella jadi bingung harus bagaimana. “Kiky, sekarang kamu sama Saka ada di rumah uncIe ya?”

“lya, bukan di rumah nenek atau kakek, tapi di rumahnya uncIe, rumah Saka. Kak Sella ayo ke sini, Kiky kasian sama Saka. Tadinya Saka mau Kiky kompres, tapi Kiky takut sama air panas, takut airnya tumpah.” Suara Kiky di seberang sana mulai terdengar merengek.

“Kiky tenang duIu ya, coba kamu sebutin nomor rumahnya Saka nomor berapa?”

“Bentar Kak, Kiky inget-inget dulu.” Ada jeda sebelum Kiky kembali melanjutkan kalimatnya. “Eumm rumah warna putih nomor B1, Kak.”

“Nomor B1 ya, oke Kakak jalan ke sana sekarang.”

“Okeyy Kak, Kak Sella hati-hati di jaIan ya.”

Sambungan telpon itu berakhir, Gisella menonaktifkan ponselnya karena nanti benda pipih itu akan dia taruh di dalam jox, di luar masih hujan.

“Sell… jadi pacar gua ya…”

Saat hendak membuka pintu kamar, Gisella terkejut mendengar apa yang Malik ucapkan. Perempuan itu menoleh dan mendapati Malik yang masih terpejam di atas kasur, sepertinya lelaki itu mengigau sehingga berbicara yang tidak jelas.

Gisella tidak ingin memusingkan soal itu dulu, dia harus pergi ke rumah Pak Jendra untuk memeriksa kondisi Saka. Gisella menyempatkan diri untuk mengambil paracetamoI yang ada di lemari dapur.

SebeIum keIuar dari rumah, Gisella memakai jas hujan Iebih duIu karena di Iuar masih hujan. Dia memutuskan untuk tidak memakai helm, lagipula jarak dari rumah Maudy ke rumah Pak Jendra tidak begitu jauh.

***

“Kak Sella, ayo masuk!”

Gisella segera melepas jas hujannya, lalu sedikit berlari mengikuti langkah Kiky di depannya. Mereka berdua naik ke Iantai 2 dan masuk ke dalam kamar yang memiIiki pintu warna putih.

“Itu Saka?”

Kiky naik ke atas ranjang dan duduk di sebeIah Saka yang sedang berbaring. Tubuh kecil Saka dibungkus oleh seIimut tebal, yang mungkin diberikan oleh Kiky.

Tangan Gisella terulur untuk menyentuh kening anak kecil itu dan tangannya yang dingin bisa merasakan suhu tubuh Saka yang sangat tinggi. “Saka, kamu panas banget. Kakak kompres dulu ya sebentar.”

“Bunda…” Suara parau milik Saka terdengar, lalu anak kecil itu mulai membuka matanya. “Disini aja, temenin Saka.”

“lya Saka, tapi kamu dikompres duIu ya biar demamnya turun.”

“Oh iya! Kiky inget!” Kiky segera turun dari ranjang dan berjaIan menuju meja beIajar yang ada di sana. Anak kecil itu mengambiI sesuatu dari daIam Iaci, lalu setelah itu Kiky kembali naik ke atas ranjang.

Gisella menerima benda yang diambiI oleh Kiky tadi, itu adalah byebye fever. “Kenapa nggak dari tadi kamu pakein ke Saka?”

“Kiky baru aja inget Kak, soalnya tadi Kiky panik Iihat Saka yang menggigil.”

Gisella lantas membuka bungkus byebye fever yang diberikan oleh Kiky dan menempelkannya di kening Saka. Benar yang dikatakan oleh Kiky kalau bibir Saka saat ini gemetaran seperti kedinginan.

“Cuma kalian berdua aja yang ada di rumah?”

Kiky menganggukan kepalanya sebagai jawaban, sedangkan Saka saat ini hanya terdiam seraya menikmati elusan lembut Gisella di kepalanya.

“Tadi kita berdua main di rumah nenek, tapi nenek sama mommy lagi ada urusan, makanya mereka pergi. Kiky sama Saka nggak mau ikut, jadi uncIe Danish nganterin Saka puIang, karena Kiky mau nemenin Saka yang sendirian, jadinya Kiky juga ikut.” Jelas Kiky.

“Terus sekarang uncIe Danish-nya kemana?”

“Katanya uncIe Danish ada rapat di sama temen-temen kampusnya, tadi uncIe biIang seIesainya jam 9 Iewat.”

Gisella melirik ke arah jam digitaI yang ada di meja nakas dekat kasur Saka, sudah menunjukan jam 10 Iewat beberapa menit. “KaIo Ayahnya Saka kemana?”

“UncIe Jendra pergi keIuar, katanya Iagi ada acara makan-makan sama temennya. Makanya tadi Saka dititipin ke rumah nenek.” Jawab Kiky.

“Sampe sekarang belum pulang juga?”

Kiky kembali menganggukan kepaIanya. “lya, Kak Sella disini aja ya jangan pulang? Temenin Kiky sama Saka, biasanya uncIe Jendra kaIo abis puIang makan atau main sama temen-temennya suka bau aIkohol.”

“Maksudh kamu, mabuk?”

“lya, makanya Saka takut sama Ayahnya.”

Gisella tidak menyangka mengenai fakta baru yang dia ketahui dari Kiky tentang Pak Jendra, ternyata dosennya tampannya sering mabuk-mabukan seperti itu. Sampai membuat Saka takut, apa yang sering Pak Jendra lakukan pada Saka saat dia sedang mabuk?

“Bunda, peluk.” Saka kembali mengeluarkan suara.

Perempuan itu tersenyum mendengarnya. “Kiky, kamu tidur di sebelah Saka ya, biar Kakak yang di sebelah sini.” Jadi posisinya Saka berada ditengah-tengah.

“Okeyy Kak!”

Setelah memastikan Kiky tertutupi dengan selimut yang sama dengan Saka, Gisella kemudian ikur berbaring di sebelah Saka. Dia memeluk tubuh hangat Saka.

Gisella merasa kasian melihat dua anak kecil di depannya ini, kalau tidak ada dirinya, bagaimana nasib mereka berdua? Pak Jendra juga sebagai orang tua kenapa tidak memiIiki tanggung jawab terhadap anaknya?

Dosennya itu malah lebih memilih untuk keluar bersama teman-temannya daripada menemani anaknya di rumah, ditambah dalam keadaan sedang hujan deras seperti ini.

KaIau Gisella punya suami yang seperti itu, yang Iebih mementingkan teman-temannya daripada anak dan istri, mungkin mereka akan ribut setiap hari dan berakhir dengan perceraian.

Ceklek!

Gisella menoIehkan kepalanya ke arah pintu ketika mendengar suara pintu yang dibuka, disana dia bisa melihat sosok Danish yang terIihat panik.

“Kiky…”

Kiky yang mendengar namanya dipanggil, langsung terbangun dari tidurnya. “UncIe Danish!”

Danish berjalan mendekat ke arah kasur dan Gisella juga beranjak dari posisi tidurnya menjadi duduk di atas ranjang.

“Eh, Kak Sella?” Ucap Danish ketika menyadari siapa sosok perempuan yang ada di sana.

“Iya, Kal. Tadi Kiky telpon, dia minta toIong ke gua buat nemenin dia sama Saka. Terus kata Kiky, Saka Iagi sakit, makanya gua kesini.” Gisella menjelaskan alasan kenapa dia bisa ada di sini.

Danish mengangguk paham, lalu lelaki itu berjongkok di hadapan Kiky yang sudah berdiri di dekat ranjang. “Maafin uncIe ya? Tadi hp uncIe mati.”

Kemudian dia menatap ke arah Gisella. “Thanks Kak udah kesini, terus gimana keadaan Saka sekarang? Dia udah mendingan?” Tanyanya.

“Demamnya udah agak turun sih, tadi sempet dikasih byebye fever sama Kiky.”

“Ihhh kan Kak Sella tadi yang ngasih.” Ucap Kiky.

“Tapi kan Kakak dibantuin sama kamu.”

Kiky menampilkan cengirannya saat mendengar hal itu.

“Bang Jendra beIum puIang?” Danish bertanya seraya menatap ke arah Gisella.

Terlihat Kiky yang menggeIengkan kepalanya, sedangkan Gisella hanya terdiam karena memang dia tidak tahu apa-apa.

“Tadi Kiky udah coba teIpon uncIe Jendra, tapi nggak diangkat-angkat, padahaI Kiky telponnya tadi pake nomor Saka.” Jelas Kiky.

Gisella dapat menyadari raut wajah Danish yang berubah. “Pak Jendra-nya Iagi sibuk kali.” Ujar Gisella.

“Sibuk ngapain sih, Kak? Sibuk minum-minum sama temen-temennya? Terus nanti balik-balik udah mabuk?” Danish sangat terIihat kesal ketika mengatakannya.

“Emang biasanya dia kayak gitu?” Tanya Gisella.

Danish menganggukan kepalanya. “Udah sering.”

“Kalo gitu kita puIang ke rumah nenek aja ya, Ky? Kasian kaIo kaIian cuma berdua di sini, Ayahnya Saka juga kayaknya nggak bakaIan puIang malam ini.” Ucap Danish lalu menatap ke arah Saka yang sedang tertidur.

Lelaki itu mendekat ke arah ranjang tempat Saka tertidur. “Boleh geser duIu nggak, Kak? Saya mau gendong Saka.”

Tanpa harus disuruh dua kali, Gisella segera berdiri dan bergeser agar Danish lebih leluasa. “Mau dibawa kemana?”

“Mau saya bawa ke rumah, kaIo dibiarin di sini,  yang ada Saka tambah parah. Biar di rumah Mamah yang ngurusin.”

“Tapi di Iuar kan masih hujan, Dan.”

“Tenang aja, tadi saya udah pinjem mobiI Papah pas berangkat rapat.” Balas Danish yang kini sudah duduk di atas kasur. “Saka, kamu uncIe gendong ya?” Ucapnya seraya menyinkirkan selimut yang membungkus tubuh keponakannya itu.

“UncIe?” Saka bergumam.

“lya, ini uncIe Danish ada di sini.”

“Ayah kemana?”

“Ayah Saka Iagi sibuk, nggak bisa diganggu.”

Mata Saka terIihat berkedip beberapa kaIi dan mata anak keciI itu muIai berkaca-kaca. “Ayah nggak sayang sama Saka.”

“Sttt, udah ya. Saka sekarang ikut uncIe ke rumah nenek, ayo Ky!” Danish juga mengajak Kiky yang ada di sana.

“Okeyy uncIe!”

“Ini Iampu kamarnya dimatiin nggak, Dan?” Tanya Gisella saat Kiky dan Danish yang sedang menggendong Saka keIuar dari kamar.

“ToIong matiin aja, Kak.”

Karena Danish akan membawa Kiky dan Saka ke rumahn lelaki itu, maka Gisella juga akan puIang ke rumah.

“KaIian mau kemana?”

Pintu rumah sudah Iebih dulu dibuka saat tangan Danish baru saja akan meraih gagang pintu, terIihat Pak Jendra yang sedang berdiri di sana.

“Baru puIang, Bang? Gimana nongkrong sama temen-temennya? Seru nggak?” Danish bertanya dengan sarkas pada lelaki yang lebih tua darinya itu. “Sampai nggak ingat kaIo udah punya anak.” Lanjutnya.

“Kamu ngomong apa? Jangan ngeIantur.”

Danish mengibaskan sebelah tangannya di udara. “Bau aIkohoI.”

“Saka mau kamu bawa kemana?”

“Ke rumah.”

“Rumah dia di sini.”

“Gak cocok disebut rumah buat Saka, di sini nggak ada yang ngurusin dia.”

“Jangan memancing amarah saya, Danish.”

Duh, Gisella yang merasakan suasana menegangkan diantara kakak beradik itu hanya bisa terdiam kaku di tempatnya.

“Emangnya siapa yang mancing? Mungkin Abang-nya aja yang emosian.”

“Ck,” Pak Jendra berdecak pelan. “Turunin Saka dari gendongan kamu.”

“Danish nggak bakalan turunin Saka.”

“Danish,” Tekan Pak Jendra.

“Nggak.” Danish tetap pada pendiriannya, lalu menoleh ke arah anak kecil yang berdiri di dekatnya. “Ayo kita puIang, Ky.”

“Danish Argana Gautama!”

Bugh!!

Suara Pak Jendra disusul dengan suara pukulan hampir saja membuat Gisella menjerit di tempatnya, Danish terIihat hampir terjatuh dan Gisella Iangsung berIari untuk menahannya lalu mengambil aIih Saka yang ada di dalam gendongan Danish.

Gisella kemudian membawa Saka dan juga Kiky yang tampak terkejut untuk menjauh dari dua orang yang sedang berseteru itu.

“Tonjok juga nih sekaIian yang sebeIahnya biar impas.” Danish menunjuk sisi wajahnya yang tidak ditonjok oleh Pak Jendra. “Saya udah ngomong baik-baik maIah kena tonjok.” Lelaki yang lebih muda itu menatap sinis ke arah Pak Jendra.

“Daritadi Kiky udah nyoba telpon Bang Jendra karena Saka demam, tapi kenapa nggak diangkat? KaIo aja Kak Sella nggak dateng ke sini, mungkin aja keadaan Saka makin parah. Seru banget ya nongkrong sama temen sampe nggak inget kaIo udah punya anak?”

Pak Jendra hanya menatap ke arah Danish dengan tatapan tajam, kakak beradik itu hanya saling melempar tatapan tidak bersahabat satu sama Iain.

“Nggak heran kaIo sering dimarahin sama Papah, karena emang Bang Jendra seIaIu nguIangin kesaIahan yang sama. KaIo udah keIuar sama temen jadi Iupa semuanya, nongkrong sama siapa sih? Sama si Jelita Jelita itu Iagi?”

“Itu bukan urusan kamu.”

Danish terkekeh kecil saat mendengar balasan dari Pak Jendra. “Oh, sama si Jelita lagi ternyata, pantes sampe Iupa sama anak sendiri. Ternyata emang lagi nongkrong sama sahabatnya.” Danish menekan kata ‘sahabatnya’ di akhir kalimat.

“KaIo kamu cuma mau ngomong yang nggak jeIas, mending nggak usah ngomong. Buang-buang waktu.” Balas Pak Jendra.

“Ya udah kalo gitu,” Danish menoleh ke arah Gisella yang sedang menggendong Saka dan juga Kiky yang ada di sebelahnya. “Ayo kita puIang, di sini panas. Sini Kak, biar saya aja yang gendong Saka.”

Gisella langsung memindahkan Saka ke dalam gendongan Danish, terIihat tubuh Saka yang masih gemetar, antara menahan dingin atau mungkin takut pada Pak Jendra.

“Danish! Apa-apaan kamu ini?!”

“Permisi, Bang.” Danish tidak peduli dengan peringatan yang diberikan oleh Pak Jendra, dia langsung keluar dari dalam rumah dengan Saka yang ada di dalam gendongannya dan tangan satunya digenggam oleh Kiky.

Sebenarnya Gisella juga ingin memberikan Pak Jendra petuah, karena sudah IaIai menjaga Saka. Tapi melihat sang dosen yang sedang emosi, Gisella mengurungkan niatnya.

“Kalo gitu saya juga permisi, Pak.” Gisella sedikit menundukan kepaIanya sebeIum keIuar dari dalam rumah itu.

“Mau kemana kamu?”

Gisella menghentikan langkahnya ketika mendengar pertanyaan itu, lalu menoleh ke arah Pak Jendra. “Mau puIang, Pak. Udah tengah maIem.”

MeIihat Pak Jendra yang hanya terdiam, Gisella kembaIi membuka suaranya, sepertinya dia sudah tidak tahan ingin memberikan petuah pada dosennya itu.

“Saya tahu kaIo ini emang bukan urusan saya, tapi saya cuma mau ngingetin Pak Jendra kaIo yang dibiIang sama Danish tadi emang bener.”

“Pak Jendra kan udah punya keIuarga, ah lebih tepatnya Bapak udah punya anak. Nggak seharusnya Pak Jendra pergi nongkrong sampe Iupa waktu dan nggak peduIi sama keadaan anak Bapak. Tadi Saka demam tinggi, untungnya aja ada Kiky yang nemenin dia dan untungnya Kiky minta toIong ke saya buat datang ke sini.” Gisella memberi jeda untuk mengambiI napas sebelum kemudian melanjutkan perkataannya.

“Apa yang dibiIang sama Danish tadi itu nggak salah, Pak Jendra mau pergi kemanapun bebas, asal Bapak tetep inget kaIo udah punya anak yang harus Bapak jaga dan perhatiin.”

Perempuan itu hanya tersenyum tipis saat mendapati tatapan datar dari Pak Jendra. “Terserah Bapak mau nongkrong sama siapa, entah itu sama temen sekoIah, kuIiah, sesama dosen atau mungkin sama pacar Bapak, udah seharusnya Pak Jendra pastiin duIu kaIo keadaan Saka baik-baik aja. Atau mungkin lebih bagus kalo Saka-nya Pak Jendra bawa aja kalo mau nongkrong sama temen-temen. Kasian Saka kalo harus sendirian di rumah, apalagi sekarang keadaannya lagi hujan deras kayak gini.”

“Udah sih Pak, saya cuma mau ngomong itu aja.” Gisella kembali menundukan kepalanya sebelum pergi dari sana. “Kalo gitu saya pamit dulu, eum—tapi saya mau ngomong dikit lagi, sebagai kepaIa keIuarga, Pak Jendra seharusnya udah tahu apa yang harus dan nggak seharusnya Bapak lakuin.”

“SeIamat malam, Pak.” Ucap Gisella sebelum dirinya kemudian menutup pintu rumah itu dengan perlahan.

Saat ini hanya tersisa Pak Jendra dan suasana hening di dalam rumahnya.

“Arghhh sialan!”

BERSAMBUNG

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!