Ribuan tahun sebelum other storyline dimulai, ada satu pria yang terlalu ganteng untuk dunia ini- secara harfiah.
Rian Andromeda, pria dengan wajah bintang iklan skincare, percaya bahwa tidak ada makhluk di dunia ini yang bisa mengalahkan ketampanannya- kecuali dirinya di cermin.
Sayangnya, hidupnya yang penuh pujian diri sendiri harus berakhir tragis di usia 25 tahun... setelah wajahnya dihantam truk saat sedang selfie di zebra cross.
Tapi kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari absurditas. Bukannya masuk neraka karena dosa narsis, atau surga karena wajahnya yang seperti malaikat, Rian malah terbangun di tempat aneh bernama "Infinity Room"—semacam ruang yang terhubung dengan multiverse.
Dengan modal Six Eyes (yang katanya dari anime favoritnya, Jujutsu Kaisen), Rian diberi tawaran gila: menjelajah dunia-dunia lain sebagai karakter overpowered yang... ya, tetap narsis.
Bersiaplah untuk kisah isekai yang tidak biasa- penuh kekuatan, cewek-cewek, dan monolog dalam cermin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trishaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyelamatkan Luis
Leon mengerutkan kening, tercengang. “Kau… mau melakukan prosedur operasi? Di tempat seperti ini?”
“Iya,” jawab Rian santai namun tegas, sambil mengulurkan tangan kanannya ke arah Leon. “Tapi sebelum itu, kau membawa first aid?"
"Aku membawanya," sahut Leon cepat. Ia segera merogoh tas pinggang dan menyerahkan semprotan kecil berwarna hijau tua.
Tanpa membuang waktu, Rian mengambil semprotan first aid dari tangan Leon.
"Aku yang tangani," ujarnya singkat.
Dengan gerakan cepat namun hati-hati, Rian memiringkan Luis, lalu membaringkannya secara tengkurap di atas platform besi tempat mereka berpijak.
Suara denting logam terdengar samar saat jaket kulit coklat Luis dibuka bagian punggungnya, memperlihatkan luka tusukan yang dalam, merah pekat, dan masih mengalirkan darah hangat.
Luis menggertakkan gigi, namun tak berkata apa-apa. Nafasnya tersengal, dan tubuhnya nyaris tak bergerak. Ia sudah terlalu lemah untuk melawan rasa sakit.
Leon hanya berjongkok di sisi mereka, memperhatikan dengan sorot mata serius. Tangannya siap bergerak, namun ia memilih memberi ruang bagi Rian yang sudah mengambil inisiatif.
“Lukanya… parah banget…” gumam Rian pelan, suaranya berubah serius.
Dari tas pinggang, Rian mengeluarkan sebuah botol kecil, berbentuk tabung reaksi panjang dari kaca bening. Di dalamnya, cairan merah berkilau seperti darah dan memantulkan cahaya redup tambang.
Tutup botolnya terbuat dari kaca tebal, diikat dengan benang perak yang rapat.
Ramuan penyembuhan.
"Baiklah. Laki-laki tampan ini akan bertaruh,” bisik Rian, setengah bercanda untuk menenangkan dirinya sendiri, lalu membuka botol itu dengan hati-hati.
Tanpa ragu, Rian menyemprotkan fist aid pada luka tusukan yang dalam di punggung Luis. Luis mengeluh kesakitan.
Kemudian, Rian membuka penutup ramuan penyembuh. Tanpa ragu, Rian menyiram luka pada punggung Luis sebanyak 1/4 dari volume ramuan penyembuh.
Luka tiba-tiba mendesis, asap putih keluar dan kerusakan jaringan mulai dari daging dan kulit pulih dengan cepat.
Leon terkejut dengan efek obat aneh yang Rian tuangkan, 'Obat itu... Sungguh tidak biasa. Tapi kata Hunigan, teknologi yang Rian gunakan dalam misi memang tidak bisa.'
Sesudah luka menutup, tubuh Luis ditegakkan oleh Rian. Rokok yang masih berada di mulut Luis diambil, "Berhenti merokok dulu."
Kemudian, Rian menjejalkan ramuan penyembuh, agar Luis meminumnya hingga habis. Seharusnya, karena luka dipunggung sudah pulih, Luis bisa menelan Ramuan penyembuh.
Begitu ramuan ramuan habis, tubuhnya terasa sangat segar. Darah yang hilang teregenrasi dengan sangat cepat, dalam waktu sepuluh detik.
“¡Dios mio… a-aku tidak mati?” suara Luis terdengar pelan, hampir tak percaya dengan kenyataan yang ia rasakan.
Rian mengangguk perlahan, bibirnya melengkung tipis. “Tentu saja tidak. Bahkan dewa kematian pun harus minta izin pada laki-laki tampan ini untuk mengambil nyawa seseorang.”
Leon, yang sedari tadi memeriksa kondisi Luis, mengernyit. Pupil matanya sedikit membesar.
“Tidak ada tanda mutasi," gumam Leon dengan nada pelan, "efeknya mirip G-Virus, tapi tidak bukan G-Virus. Obat aneh itu… luar biasa.”
Sementara itu, Rian berdiri dan meregangkan tubuhnya dengan santai, mengembuskan napas lega.
“Luis,” ujar Rian, menoleh, “kau sekarang berutang satu nyawa padaku. Obat itu… satu-satunya yang kumiliki saat ini. Dan aku memberikannya padamu.”
Luis perlahan bangkit berdiri, masih lemas namun kini bisa menopang dirinya sendiri. Leon ikut berdiri, memandangi Rian dengan penuh tanya.
“Maksudmu…?” ujar Luis, bingung.
Rian menoleh perlahan, menyentuh dagunya dengan gaya sok berpikir. “Sebagai kompensasi, buatkan aku Toner dan Krim SPX untuk perawatan wajah.”
Leon berkedip, tidak yakin ia mendengar dengan benar. Sementara Luis hanya mengerjap, lalu menatap Rian tak percaya.
Dari balik kacamata hitamnya, Rian melirik mereka berdua dan berkata dengan nada bangga, “Memiliki kenalan ilmuwan bio-weapon sebagai dokter perawatan kulit… bukan ide buruk, ‘kan?”
Mendengar itu, keduanya menghela napas panjang secara bersamaan. Serempak. Pasrah.
Tanpa diketahui oleh mereka selain Rian, sebenarnya, first aid bukanlah obat biasa. Menurut teori para penggemar Resident Evil, first aid spray adalah salah satu produk buatan Umbrella Corporation yang mengandung dosis mikroskopis G-Virus, dicampur dengan berbagai bahan lainnya.
Itulah sebabnya efek penyembuhan first aid sangat cepat, bahkan luka parah bisa pulih dalam hitungan detik. Leon dan karakter lainnya pun sangat mengandalkannya dalam pertempuran-pertempuran brutal.
Namun, untuk menyelamatkan nyawa Luis yang sudah berada di ambang kematian, Rian tidak bisa hanya mengandalkan first aid semata.
Rian menyadari risiko dari menyuntikkan G-Virus tambahan, bahkan dalam dosis kecil, ke dalam tubuh yang sudah lemah bisa sangat berbahaya, itu pun jika Rian memiliki sempel G-Virus.
Sebagai gantinya, Rian memanfaatkan ramuan penyembuh miliknya sendiri, yang ia beli dari Toko Reincarnation Room, sebuah tempat misterius yang terhubung dengan multiverse.
Dengan mengombinasikan first aid dan ramuan penyembuh itu, Rian menciptakan efek regenerasi maksimal, cukup untuk menyelamatkan Luis dari ambang kematian.
Namun semuanya tetap bergantung pada satu hal, perhitungan akurat dari Six Eyes milik Rian.
Jika Rian salah, maka hasil terburuk: Luis bisa bermutasi menjadi makhluk mengerikan. Seperti di kejadian game Resident evil 2.
Tapi jika berhasil… maka Luis akan selamat, tanpa efek samping apa pun.
Rian bertaruh pada kemungkinan kedua, dan untuk sekali ini, keberuntungan berpihak padanya.
Pandangan Rian menatap ke kejauhan- lebih tepatnya, ke dinding goa berbatu kuning kecoklatan yang menjulang kokoh. Ia mengangkat tangan kanannya ke depan dengan dramatis, lalu berseru lantang:
“Baiklah! Sir Gawain sudah sembuh! Sir Lancelot," Rian menyeringai dan berkata, "mari kita selamatkan sang Tuan Putri! Sebagai Sir Tristan… aku umumkan, ini adalah perang terakhir kita!”
Kemudian, Rian menoleh cepat, menunjuk Luis dengan tangan kiri dan mata menyala-nyala: “Kau juga ikut, Gawain! Tapi ingat! Tidak ada nyawa tambahan! Ini bukan Game Super Mario!”
Leon mengangkat satu alis, lalu menghela napas pendek sebelum memasukkan pistol ke holsternya.
Berdiri tegak, Leon menoleh ke Rian dengan ekspresi datar dan suara datar pula, namun nada menggoda itu tidak bisa disembunyikan, “Kalau kau Tristan… jangan kabur sama Isolde di tengah misi, ya.”
Senyum kecil tersungging di bibirnya, tipis, jarang, tapi tulus. Leon menarik pelatuk pistol untuk memeriksa amunisi. Siap tempur.
Luis, yang baru saja pulih, berdiri perlahan meski tubuhnya masih terasa lemas. Ia menyeringai, menepuk dadanya dengan tangan kanan.
“Sir Gawain siap bertempur…" ujar Luis mengambil sebatang rokok, "asalkan tidak ada naga mutan atau mantan pacar zombie yang menunggu di depan.”
Terkekeh pelan, Luis menoleh ke Leon dengan ekspresi tipis penuh humor kering, “Kalau ini misi bunuh diri… setidaknya kita punya Tristan yang bawa semangat teater.”
Rian, langsung mengangguk penuh kemenangan, lalu melangkah ke depan penuh gaya, seolah panggung itu miliknya.
Dengan suara lantang dan gerakan seperti mempersembahkan pidato penutup opera, Rian berkata: “Kalau begitu… demi kehormatan, cinta… dan skincare yang flawless!”
***
Langkah kaki mereka menggema di tangga tua dalam Clock Tower. Udara terasa berat, dipenuhi debu dan aroma logam menggantung di tiap sudut ruang.
Bayangan jam raksasa dengan jarum jam yang tidak bergerak karena perbaikan, terlihat diatas kepala mereka.
“Cepat,” ujar Leon pendek. Suaranya rendah, tapi tegas, mencerminkan tekanan waktu yang terus menggerogoti langkah mereka. "Kita harus menyelamatkan Ashley sebelum terlambat!"
Luis berada dibelakang Leon dan Rian didekatnya, menatap ke depan, rahangnya mengeras. Meski tubuhnya belum sepenuhnya pulih, langkahnya tak goyah.
Tiba-tiba, jeritan gila mengoyak keheningan. Dari lorong batu di sisi kiri, sekelompok Ganado muncul, obor menyala di tangan dan mata kosong penuh kegilaan. Tanpa pikir panjang, Leon bersiap mengangkat senjata, namun seseorang lebih dulu bergerak.
Rian melangkah ke depan. Tenang. Tegas. Seolah dunia tak sedang runtuh, ia mengambil sebuah pisau potong daging yang tergeletak di lantai, mengambil dengan satu tangan.
Senjata itu terlihat berkarat, namun masih kokoh. Di tangan kanan, Rian mengeceknya dan mengayunkan pisau potong daging.
“Amigo…” Luis mengerjap, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Aku tidak bermaksud meremehkan. Tapi, kau yakin menggunakan benda itu? Bukankah kau memiliki revolver?"
"Peluru laki-laki tampan ini hampir habis," ujar Rian dengan nada tenang, "Kebetulan ada senjata... Kenapa tidak dimanfaatkan? Well... Intinya cover aku dari belakang."
Leon dan Luis tidak memilih untuk tidak mengatakan apapun. Mata mereka hanya terpaku pada gerakan cepat Rian, yang kini sudah menyerbu barisan Ganado.
Dalam satu ayunan, dua kepala terpisah dari tubuhnya, dan dalam gerakan lanjutan, pisau potong daging membelah Ganado ketiga dan dilanjutkan seterusnya.
Tubuh para Ganado menghampar dingin di lantai batu, darah mereka membentuk pola abstrak yang takkan pernah disucikan.
Tak lama kemudian, para Ganado yang berdatangan habis, ditengah tumpukan mayat Ganado, Rian membalikkan badan.
“Kalau ada turnamen gladiator dadakan, daftarkan aku duluan,” kata Rian, dengan tenang.
Tiba-tiba, Leon menarik pelatuk, menembak satu Ganado yang bermutasi dan berdiri.
BANG!
“Kau pakai itu di turnamen gladiator?" gumam Leon kemudian menghela nafas. "Jelas, bakal terjadi pembantaian."
Luis terkekeh, “Kalau begini caranya, kau cocoknya bukan Tristan. Tapi tukang jagal ditempat pemotongan daging.”
Rian menjawab ringan, “Tergantung jadwal spa-ku. Dan tergantung apakah musuh selanjutnya mutan, vampir, atau eks mantan. Semua beda perlakuan."
btw si Rian bisa domain ny gojo juga kah?