Juan memutuskan membeli rahim seorang wanita karena istrinya belum juga hamil. Tapi pada saat wanita itu hamil, ternyata Allah berkata lain dengan membuat istri Juan hamil juga.
Setelah mengetahui istrinya hamil, Juan pun lupa kepada benih yang saat ini sedang tumbuh di dalam perut Kamila. Dia mengacuhkan Kamila dan benih itu membuat Kamila marah dan berniat balas dendam kepada Juan dengan menukarkan anaknya dengan anak Raina pada saat dilahirkan nanti.
Akankah Juan dan Raina tahu, jika anak yang selama ini mereka besarkan bukan anak kandung mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16 PPYD
Pengawal Edgar menghampiri Edgar dan me. beritahukan keberadaan Alesha. "Apa, Alesha dirawat di rumah sakit? sakit apa dia?" tanya Edgar khawatir.
"Menurut suster, katanya Nona Alesha mencoba bunuh diri," sahut Pengawal.
"Apa, bunuh diri? tidak bisa dibiarkan, hidupmu terlalu berharga jika kamu mengakhirinya semudah ini," ucap Edgar.
Waktu pulang pun tiba, Edgar memerintahkan pengawalnya untuk mengantar ke rumah sakit di mana Alesha dirawat. Tidak membutuhkan waktu lama akhirnya Edgar sampai dan langsung menuju ruang rawat Alesha. Kali ini dia datang sendiri tanpa Wili.
Edgar membuka pintu ruangan rawat Alesha membuat Alesha menoleh ke arah pintu. Betapa terkejutnya Alesha melihat Edgar berdiri di depan pintu dengan wajah dinginnya. "Edgar, ngapain kamu ke sini?" tanya Alesha kaget.
"Sebagai teman sekolah, apa tidak boleh aku menjenguk kamu?" ucap Edgar.
"Bu--bukan begitu, tapi aku gak mau Jovanka salah paham lagi," sahut Alesha.
Edgar mengerutkan keningnya lalu berjalan menghampiri Alesha. "Maksud kamu apa?" tanya Edgar.
"Jovanka itu pacar kamu 'kan? dia suka salah paham jika kamu dekat-dekat denganku dan aku gak mau sampai dia salah paham lagi dan menyebutmu sebagai perebut," sahut Alesha.
"Jovanka bukan pacar aku, bahkan aku tidak menyukainya sama sekali. Jadi kamu jangan merasa takut kepada dia," sahut Edgar.
Untuk sesaat, keduanya terdiam tidak tahu apa yang harus mereka ucapkan. Hingga Edgar pun duduk di samping Alesha dan mulai menghela napasnya. "Kenapa kamu mau bunuh diri?" tanya Edgar.
Alesha membelalakkan matanya, dari mana Edgar tahu jika dia ingin bunuh diri. "Tidak ada yang menginginkanku di dunia ini, jadi buat apa aku hidup mending aku mati saja," sahut Alesha dengan tatapan kosongnya.
"Yang tidak menginginkanmu hanya Mamamu saja, semua orang sayang sama kamu," ucap Edgar.
Alesha tersenyum sinis sembari geleng-geleng. "Tidak, di dunia ini yang aku punya hanya Mama dan adik aku, jika Mamaku benci sama aku itu membuat aku tidak punya harapan hidup lagi. Aku tidak punya siapa-siapa lagi," sahut Alesha.
"Kenapa kamu tidak kabur saja atau melaporkan Mama kamu ke polisi karena ini jelas-jelas sudah masuk ke ranah tindak kekerasan pada anak," ucap Edgar.
Alesha menatap Edgar dengan tatapan tajam. "Meskipun Mamaku jahat, tapi dia tetap Mamaku dan aku sangat menyayanginya. Kalau aku laporkan Mama ke polisi, bagaimana dengan nasib aku dan adik aku? siapa yang akan membiayai kita berdua sedangkan posisi kita berdua saat ini masih bisa dibilang anak-anak," sahut Alesha.
"Bukanya itu kedai ramen milikmu? kamu dan adik kamu masih bisa hidup dari kedai itu," ucap Edgar.
Lagi-lagi Alesha tersenyum sinis. "Kedai itu semuanya yang urus Mama, aku bisa apa? belanja bahan-bahan, gaji karyawan, aku sama sekali tidak tahu soal itu. Aku masih anak-anak yang tidak tahu soal bisnis, masalah hidup aku tidak sesederhana yang kamu pikir Edgar," sahut Alesha.
"Terus, kamu mau diam saja saat Mama kamu menyiksa kamu?" tanya Edgar.
"Aku harus apa, Edgar? melawan dan balik memukul Mamaku? Asal kamu tahu, aku sudah capek hidup seperti ini. Dari kecil aku tidak mendapatkan kasih sayang, teman aku hanyalah bentakan dan pukulan tapi aku berusaha sabar dan memaafkan Mama berharap suatu saat nanti Mama akan berubah," sahut Alisha dengan deraian air matanya.
Edgar sangat merasakan kesakitan yang Alesha rasakan. Edgar pikir awal bertemu dengan Alesha merupakan anak yang bahagia karena dia selalu ceria setiap hari. Tapi nyatanya, dibalik tawa ceria Alesha selama ini ada kesakitan yang berusaha dia sembunyikan bahkan tawa Alesha selama ini hanyalah topeng.
"Terima kasih kamu sudah perhatian sama aku Edgar, tapi tolong jangan sampai semua orang tahu keadaan aku. Mungkin nasib aku memang harus seperti ini," ucap Alesha menunduk.
Melihat Alesha menangis membuat Edgar tidak tega, dia pun bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Alesha. Alesha sampai kaget diperlakukan seperti itu. "Jangan menangis, kalau kamu butuh apa pun, kamu bisa bilang sama aku," ucap Edgar.
"Kenapa kamu mau membantu aku, Edgar?" tanya Alesha.
"Karena aku peduli sama kamu," sahut Edgar.
Untuk sesaat keduanya saling tatap satu sama lain, hingga tiba-tiba pintu ruangan rawat Alesha terbuka. Edgar menjauh kala melihat Kamila masuk, sedangkan Alesha menunduk ketakutan. Kamila menatap tajam ke arah Edgar, memperlihatkan kebencian yang luar biasa.
"Siapa kamu?" tanya Mama Kamila sinis.
"Aku temannya Alesha," sahut Edgar santai.
"Lebih baik sekarang kamu pulang karena Alesha mau istirahat," ucap Mama Kamila dingin.
"Baik. Alesha, aku pulang dulu ya," ucap Edgar sembari mengusap kepala Alesha.
Alesha hanya bisa mengangguk sembari menahan senyumannya. Tidak bisa dipungkiri kalau sikap Edgar kepada dirinya membuat Alesha bahagia setengah mati. Edgar pun dengan cepat keluar dari ruangan itu.
"Siapa suruh teman kamu bisa menjenguk kamu?" ketus Mama Kamila.
"Alesha tidak pernah menyuruhnya bahkan Alesha juga tidak tahu jika Edgar mau datang ke sini karena tidak ada yang tahu Alesha dirawat di sini," sahut Alesha.
"Kamu harus jauhi dia, karena dia adalah lelaki yang disukai oleh Jovanka," ucap Mama Kamila.
Alesha membelalakkan matanya, merasa tidak percaya dengan ucapan mamanya itu. "Kenapa Mama selalu membela Jovanka? apa Mama kenal dengan Jovanka?" tanya Alesha menuntut penjelasan.
Wajah Kamila berubah menjadi gugup tapi dia berusaha menyembunyikannya. "Jangan banyak bertanya, bukanya lelaki itu pacarnya Jovanka? lagi pula lelaki itu memang pantas bersama Jovanka karena mereka setara, sedangkan kamu hanyalah anak orang miskin yang tidak mungkin bisa mendapatkan lelaki kaya," sahut Mama Kamila dingin.
Alesha terdiam, lagi-lagi hatinya sakit mendengar mamanya lebih membela Jovanka dibandingkan dirinya.
***
Malam pun tiba....
Jovanka sedang rebahan di kamarnya sembari memainkan ponselnya. Dia menggunakan celana pendek dan kaos croptop sehingga memperlihatkan bagian perut dan pinggangnya. Juan baru saja sampai di rumah setelah 3 hari ke luar kota.
"Jovanka mana, Mom?" tanya Daddy Juan.
"Ada di kamarnya," sahut Mommy Raina.
"Daddy temui Jovanka dulu, soalnya Daddy sudah bawa banyak oleh-oleh untuknya pasti dia senang," ucap Daddy Juan.
Raina mengangguk sembari tersenyum. Ia sangat bahagia karena suaminya begitu sangat menyayangi dan memanjakan anak semata wayang mereka itu. Juan masuk ke dalam kamar Jovanka secara perlahan dan Jovanka tidak menyadari itu karena telinganya ditutup oleh earphone.
Juan tersenyum dan ingin mengejutkan putrinya itu. Juan memperhatikan Jovanka dan tatapan Juan tertuju ke pinggang putrinya yang tidak tertutup itu. Juan mengerutkan keningnya, dan ingat akan sesuatu hal.
"Perasaan Jovanka lahir dengan tanda hitam di pinggangnya, kenapa sekarang tidak ada?" batin Daddy Juan.