Jangan lupa follow Author yaaaaa!!!!!!!
Hidup Kayla yang awalnya begitu tenang berubah ketika Ayahnya menjodohkannya dengan seorang pria yang begitu dingin, cuek dan disiplin. Baru satu hari menikah, sang suami sudah pergi karena ada pekerjaan mendesak.
Setelah dua bulan, Kayla pun harus melaksanakan koas di kota kelahirannya, ketika Kayla tengah bertugas tiba-tiba ia bertemu dengan pria yang sudah sah menjadi suaminya tengah mengobati pasien di rumah sakit tempat Kayla bertugas.
Bagaimana kelanjutannya? Bagaimana reaksi Kayla ketika melihat suaminya adalah Dokter di rumah sakit tempatnya bertugas? Apa penjelasan yang diberikan sang suami pada Kayla?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Galak Banget
Setelah berhari-hari bertarung dengan maut di rumah sakit, akhirnya hari libur yang dinanti tiba. Arthur dan Kayla memutuskan untuk berkunjung ke kediaman orang tua Arthur, Papa Bastian dan Mama Emma.
Suasana di rumah mewah itu jauh lebih hangat dibandingkan apartemen mereka yang kaku, begitu masuk, Kayla langsung disambut oleh Joana adik Arthur.
"Kak Kayla!" panggil Joana dan langsung menghambur memeluk kakak iparnya itu.
"Ya ampun, akhirnya Kakak ke sini juga. Kak Arthur pelit banget, masa Kakak diajak lembur terus di rumah sakit!" ucap Joana.
Kayla tertawa lepas, rasa penatnya seolah menguap melihat wajah ceria Joana. "Namanya juga koas, Jo. Harus siap siaga," ucap Kayla.
"Tapi kan Kakak juga butuh healing, sini Kak ke kamar Joana! Joana punya banyak stok masker wajah baru dan ada gosip sekolah yang mau aku ceritain," tarik Joana penuh semangat.
Kayla melirik Arthur sejenak, meminta izin. Arthur yang sedang bersalaman dengan Papa Bastian hanya memberikan anggukan kecil.
"Pergilah, jangan terlalu berisik, Joana," ucap Arthur datar, meski tatapannya melembut saat melihat Kayla bisa tertawa lagi.
Di dalam kamar yang penuh dengan pernak-pernik remaja itu, Kayla dan Joana duduk lesehan. Sebelum pernikahan Kayla dan Arthur, Joana memang sudah akrab dengan Kayla,bagi Joana, Kayla adalah sosok kakak perempuan yang seru, berbeda dengan Arthur yang kaku seperti robot.
"Kak, gimana rasanya dibimbing langsung sama Kak Arthur?" tanya Joana sambil sibuk mengoleskan masker ke wajahnya.
Kayla menghela napas sambil tersenyum kecut, "Galak banget, Jo. Kemarin Kakak bahkan sampai diusir dari ruang operasi di depan banyak orang," ucap Kayla.
"Hah! Serius?" tanya Joana dan diangguki Kayla.
"Gila ya si Kak Arthur,nanti Joana laporin ke Mama biar dia dikuliti! Tapi Kak, Mak Arthur itu sebenarnya sayang banget sama Kakak. Tau nggak, kemarin dia telpon Joana cuma buat nanya merk cokelat yang Kakak suka," ucap Joana.
"Mas Arthur nanya gitu?" tanya Kayla.
"Iya! Padahal gengsinya setinggi langit. Dia tuh cuma nggak pinter ngomong aja, Kak. Hatinya mah es krim sebenernya, luarnya aja yang kulkas," celoteh Joana yang membuat Kayla sedikit merenung.
Saat jam makan siang, mereka berkumpul di meja makan. Mama Emma sudah menyiapkan masakan kesukaan Arthur dan Kayla. "Kayla, makan yang banyak ya, kamu kelihatan lebih kurus sejak masuk koas," ucap Mama Emma lembut sambil mengambilkan lauk untuk menantunya.
"Terima kasih, Ma," jawab Kayla.
Arthur yang biasanya diam saat makan, mengambil sepotong udang asam manis, mengupas kulitnya dengan sangat rapi, lalu tiba-tiba meletakkannya di piring Kayla tanpa berkata apa-apa.
Papa Bastian berdehem sambil tersenyum menggoda, "Wah, Arthur sudah pintar melayani istrinya sekarang ya," goda Papa Bastian.
Wajah Kayla memerah seketika, ia melirik Arthur yang tetap tenang menyantap makanannya seolah tidak terjadi apa-apa. "Ini biar dia tidak repot mengupas, tangannya harus istirahat agar tidak gemetar saat pegang pisau bedah besok," kilas Arthur mencari alasan medis.
"Itu mah jurus perhatian terselubung Kak Arthur yang keluar," goda Joana.
Kayla tersenyum tipis, di rumah ini, di tengah keluarganya, Arthur terlihat sedikit lebih manusiawi. Tidak ada teriakan, tidak ada tuntutan perfeksionis, yang ada hanya perhatian-perhatian kecil yang membuat hati Kayla yang sempat beku perlahan mulai mencair.
Karena hari sudah semakin larut dan Mama Emma bersikeras agar mereka tidak menempuh perjalanan jauh dalam keadaan lelah, Arthur dan Kayla akhirnya memutuskan untuk menginap di kamar lama Arthur.
Rumah masa kecil Arthur ini memberikan nuansa yang berbeda, kamarnya masih tertata rapi, didominasi warna gelap dan penuh dengan buku-buku kedokteran yang tebal da. Kayla yang melihat tumpukan buku itu hanya geleng-geleng kepala.
Setelah selesai mandi, Kayla melihat Arthur sedang berdiri di dekat jendela, menatap ke arah taman belakang. Ia sudah mengganti kemejanya dengan kaus rumahan yang santai, membuat auranya tidak seintimidasi saat di rumah sakit.
"Mas..." panggil Kayla pelan.
"Belum tidur?" tanya Arthur.
"Masih kepikiran omongan Joana tadi, katanya Mas tanya cokelat kesukaanku ya ke Joana?" tanya Kayla.
Arthur sempat terdiam sejenak, rahangnya sedikit mengeras, tanda dia sedang salah tingkah. "Dia terlalu banyak bicara, aki hanya tidak ingin kau pingsan karena hipoglikemia saat jaga malam," ucap Arthur.
"Gitu ya, tapi gapapa deh. Terima kasih ya, Mas dan terima kasih buat udangnya tadi," ucap Kayla.
Suasana di kamar lama Arthur yang tadinya sedikit kaku karena rasa salah tingkah Arthur, tiba-tiba berubah menjadi sesi belajar privat yang intens. Kayla yang memang dasarnya sangat berdedikasi pada studinya, tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya selagi suaminya dalam mode manusiawi.
"Mas, aku masih agak bingung soal physical examination untuk pemeriksaan saraf kranial yang ketujuh. Kemarin pas di bangsal, aku lihat Dokter Bian melakukannya dengan sangat cepat, aku takut salah kalau nanti disuruh Mas di depan pasien," ucap Kayla sambil menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.
Arthur yang baru saja hendak mematikan lampu nakas urung melakukannya, ia menoleh ke arah Kayla, menatap mata istrinya yang tampak sangat ingin tahu dan otomatis jiwa pendidiknya bangkit.
"Saraf Fasialis itu krusial, Kayla. Kalau kau salah diagnosis, kau bisa melewatkan tanda stroke awal," jelas Arthur dengan nada serius yang lebih lembut.
"Iya, makanya. Teorinya aku tahu, tapi praktiknya itu loh aku bingung," ucap Kayla.
Arthur menghela napas, lalu ia menggeser duduknya hingga berhadapan langsung dengan Kayla di atas tempat tidur, jarak mereka kini hanya terpaut beberapa puluh sentimeter.
"Sini, jangan cuma dibayangkan, praktikkan langsung padaku," ucap Arthur.
"Eh? Praktik ke Mas?" tanya Kayla.
"Iya, aku pasienmu sekarang. Anggap saja aku datang dengan keluhan wajah tidak simetris, mulai dari inspeksi," ucap Arthur sambil melipat tangannya di depan dada dan menunggu tindakan Kayla.
Kayla menelan ludahnya kasar, ia sedikit ragu namun ia mulai mendekat,tangannya yang mungil itu perlahan terangkat.
"Pertama, minta pasien untuk mengangkat alis," gumam Kayla sambil menatap dahi Arthur dan Arthur mengangkat alisnya dengan sempurna.
"Lalu minta pasien menutup mata dengan kuat dan jangan biarkan aku membukanya," ucap Kayla.
Kayla mencoba menarik kelopak mata Arthur dengan jari-jarinya, sementara Arthur menahannya dengan kuat. Kayla bisa merasakan tekstur kulit dan bulu mata Arthur yang panjang di ujung jarinya, jantungnya mulai berdegup tidak karuan.
"Bagus, lanjutkan. Tes sensorik atau motorik bagian mulut," instruksi Arthur
"Minta pasien tersenyum atau menunjukkan gigi," ucap Kayla.
Tangan Kayla pun refleks terhenti, ia menatap bibir Arthur yang biasanya kaku dan tipis itu.
"Kenapa diam? Lakukan," desak Arthur.
Kayla mengulurkan kedua telunjuknya, menyentuh sudut bibir Arthur untuk memeriksanya. Sentuhan dingin jari Kayla di wajahnya membuat Arthur sempat menahan napas sejenak, mata mereka bertemu dalam jarak yang sangat dekat.
"Dan terakhir minta pasien menggembungkan pipi lalu ditekan," ucap Kayla yang kini wajahnya sudah memerah padam.
Kayla menekan kedua pipi Arthur yang digembungkan, namun saat pipi itu mengempis, jemari Kayla masih menempel di sana. Suasana berubah menjadi sangat intim, tidak ada lagi bau antiseptik rumah sakit, yang ada hanya aroma sabun yang sama di antara mereka.
"Tanganmu sudah tidak gemetar lagi, kau sudah jauh lebih tenang dari kemarin di OK," ucap Arthur dan menyadarkan Kayla, dengan cepat Kayla menarik tangannya dari wajah Arthur.
"I-itu karena gurunya galak banget," gerutu Kayla.
Arthur tersenyum tipis, kali ini senyum yang benar-benar tulus, bukan sekadar dengusan. "Tidurlah, besok kita pulang pagi karena ada jadwal operasi jam delapan," ucap Arthur.
Arthur menarik selimut untuk mereka berdua dan mematikan lampu, meninggalkan kamar dalam temaram lampu tidur, sementara Kayla tertidur dalam pelukan suaminya dengan perasaan yang jauh lebih lega.
.
.
.
Bersambung.....