Ana yang baru masuk ke tempat kerja baru, terpikat dengan Aris, pemuda yang tampan, baik, rajin bekerja dan sopan. Sempat pacaran selama setahun sebelum mereka menikah.
Di tahun kedua pernikahan mereka, karakter Aris berubah dan semakin lama semakin buruk dan jahat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Frans Lizzie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 - Janjian ke rumah Tiur
Hari Senin, hari yang ditunggu-tunggu Ana agar ia segera bertemu Aris lagi, datang.
Namun tak peduli bagaimanapun usaha Ana mencari dan menyisir seluruh area hotel agar bisa segera berjumpa kembali dengan Aris, tetap saja hasilnya nihil.
Hari Selasa datang juga, sedangkan Ana masih belum berhasil bertemu dengan Aris. Padahal dengan segala macam trik dan usaha yang sangat halus sudah Ana coba. Tapi tetap saja keberadaan Aris tidak terendus. Ana bahkan sudah memastikan sendiri dari sumber info akurat bahwa Aris memang sudah masuk kerja sejak hari Senin.
Tapi itulah ajaibnya seorang Aris. Dia bisa hilang seperti hantu yang tak berwujud. Walau secara data konkret seperti mesin absensi karyawan yang secara cerdik bisa Ana cek, membuktikan bahwa Aris memang masuk kerja, shift pagi.
Sampai akhirnya Ana tak berani lagi berkutik, untuk terus bergerilya hanya untuk bisa secara tepat mengetahui di mana dan sedang apa Aris saat itu.
Karena jika ia lebih bersikeras berusaha tetap mencari, kedoknya sebagai wanita anggun berkelas akan terbongkar.
Maka berlalu lagilah hari Selasa.
Sekarang ini hari Rabu, Ana sudah semakin berantakan perasaannya. Ia sudah sungguh sangat ingin bertemu dengan Aris. Ingin bercakap-cakap lebih banyak agar bisa lebih mengenal satu sama lain. Untuk mengkonfirmasi dan mem-validasi perasaannya.
Terutama Ana ingin memancing Aris agar bisa mengatakan dengan jujur arti Ana bagi dia.
Menurut logika Ana, yang belum tentu benar, seharusnya ia adalah seseorang yang spesial, karena pernah diajak berduaan…bahkan sampai topless seperti itu. Juga bagaimana Aris saat itu juga sudah sempat menyentuhnya sampai seperti itu. Dalam waktu yang cukup lama pula.
Ah, betul kan kesimpulannya, keluh Ana resah di dalam hatinya. Betul kan, jika seseorang laki-laki jika dia tidak memiliki niat lebih terhadap wanita, tak akan begitu rela membantu habis-habisan.
Memang sih, saat itu Aris menyentuhnya dengan alasan sedang memijat tubuhnya yang lelah. Dan memang benar pijatannya enak dan menyembuhkan.
Tapi wajarkah jika sampai membuka sampai ia bugil di bagian atas begitu????
Ana tanpa sadar mengacak-acak rambutnya dengan gemas, sementara matanya masih menatap LCD komputernya. Sibuk mengomeli dirinya sendiri, kenapa saat itu bisa-bisanya ia menurut saja diperlakukan seperti itu.
Sambil terus bekerja dengan kedua mata fokus ke depan, pikirannya terbagi antara data-data di depannya dan bagian lainnya terus menganalisa segala kejadian yang sudah terjadi antara dia dan Aris. Sungguh multitasking kan kemampuan otak Ana, berhasil mengerjakan beberapa tugas dalam waktu yang bersamaan.
Ana masih fokus mengerjakan laporan bulanan Banquet Event, ketika sekilas telinganya mendengar pembicaraan antara Tiur, Ling Xie dan Yudi. Ada suara juga seorang laki-laki, tetapi pikiran Ana sedang serius memasukkan angka-angka penjualan Banquet ke tabelnya.
Lalu terdengar suara keras Mr. Duncan yang memanggil Ling Xie. Tak berapa lama Ling Xie keluar lagi dan seperti memanggil laki-laki yang sedari tadi berbicara dengan mereka. Ana tetap fokus pada laporannya.
Ada sekitar setengah jam lebih tamu itu berada di kantor bos sales dan marketing. Terdengar langkah-langkah keluar dari kantor Duncan.
Tiur yang saat ini sudah duduk di tempatnya yaitu di sebelah kiri meja Ana memanggil laki-laki yang baru keluar itu, “Ris, jangan lupa lho Sabtu ini aku ulang tahun. Harus datang lho, awas kalau tidak.”
“Harus bawa kado ga, Boru?” Suara laki-laki itu mendekat.
Otak Ana mendadak membeku.
Hah??
Ris? Aris?
Orang yang menghilang bagaikan asap lilin itu ada di sini?
Seperti melihat hantu Ana, mengangkat wajahnya dan melihat Aris yang sudah berada setengah meter di depannya.
“Yang penting hadir. Ck, aku ulang tahun yang ke 31 nih, bukan ulang tahun anak TK,” jawab Tiur ringan.
“Ha ha ha,” tawa Aris. Lalu ia berpaling menghadap ke Ana. “Ana, berangkat bersama aku kan?”
Ana tergagap, “Eh, i-iya…”
“Kalian bawa baju ganti ya, nginep lah kalian,” cetus Tiur. “Makin malam, makin seru lho.”
“Siap, Boru.”
Aris melangkah keluar sambil melambaikan tangan ke team sales juga ke Yudi.
Mas Arissss, teriak Ana dalam hati.
Kemana saja beberapa hari kemarin. Aku ini ingin berbincang-bincang berdua dengan Mas. Ayo kapan kita bisa berdua saja. Jika sudah pergi, mas hilang seperti hantu. Ada tetapi tidak terlihat dan tidak bisa ditemui.
Ana secara diam-diam mengelus dadanya. Hilang raib seperti asap, lalu ketika sudah menyerah tak ingin mencari lagi…
Sssssh...
Aris sudah berdiri di depannya lagi. Langsung mengajak pergi bareng, berdua lagi.
Dar, der, dor banget!
Atau justru, karena Ana yang kuper, kudet… atau apalah. Sehingga kagok dengan gaya pertemanan atau pacaran muda-mudi umumnya?
Entahlah.
Dan akhirnya tiba juga saat-saat Ana menunggu Aris datang menjemputnya untuk berangkat bersama ke rumah Tiur.
Ana sudah mandi menggunakan sabun yang baru dibelinya dari gerai Body Shop. Sekalian membelikan parfum untuk hadiah ulang tahun Tiur.
Memikirkan jika nanti ia dan Aris akan lebih sering bersama, membuat Ana sangat antusias dan semangat. Ana belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Perasaan menggebu-gebu, bergairah, rasanya seperti candu… Ada keinginan menggunung untuk sekali lagi dia dan Aris agar bisa saling menyentuh.
Ana refleks menampar pipi kirinya dengan tangan kanan.
Ahh, pikiran apa itu, maki Ana di dalam hatinya. Kenapa dia bisa berpikiran seperti itu? Mana didikan ketat ibu dan keluarga ibunya yang konservatif itu.
Begitulah walaupun ada suara hati yang mencela pikirannya yang tidak senonoh itu, namun luapan keinginan untuk dekat dan intim bersama Aris sedikit demi sedikit mulai mengikisnya.
Ana sedang memasukkan beberapa produk skincare ketika pintu kamarnya yang sengaja tidak ditutup rapat terbuka.
“Hai,” sapa Aris sambil membuka pintu lebih lebar. Ada ransel berwarna hitam ditaruh di dekat kusen kamar.
Aris memakai hoodie berwarna abu-abu muda dan celana joger berwarna abu-abu juga yang sedikit lebih tua dari hoodie-nya. Rambutnya masih agak lembab tanda ia baru saja mandi.
Dan tentu saja….ia terlihat tampan.
“Sudah siap?” Senyum Aris mempesona.
Ana mengangguk. Ia mengangkat tas duffle yang berisi pakaian ganti dan beberapa perawatan tubuh dan wajah.
Aris dengan sigap memakai tas ranselnya di bagian depan dadanya, kemudian mengambil alih tas duffle Ana sebelum menyilakan Ana jalan duluan. “Silahkan jalan duluan. Biar ku bawakan tas kamu. Kamu bawa kadonya saja.”
Ana tersenyum bahagia. Hatinya terasa hangat. Baru kali ini ia menerima perlakuan gentleman dari seorang pria.
Ketika mereka sampai pada motor Yamaha XSR miliknya, Aris mengambil helm cantik berwarna putih yang terlihat masih baru.
Sambil memasangkan helm putih itu ke kepala Ana, Aris berkata dengan suara lembut, “Aku beliin helm baru untuk Ana. Aku yakin kelak Ana pasti akan sering memakai helm ini.”
DEG!!!
Jantung Ana terasa terhenti beberapa detik.
Kata-kata lembut Aris meluncur masuk ke dalam relung hatinya. Seketika hatinya yang biasanya dingin, merasa hangat. Pertama kali dalam hidupnya, ada sosok insan lain yang begitu perhatian dan menjaganya.