NovelToon NovelToon
KUTUKAN MAUT PADMINI

KUTUKAN MAUT PADMINI

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Tumbal / Iblis / Balas Dendam
Popularitas:106.3k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

Padmini, mahasiswi kedokteran – dipaksa menikah oleh sang Bibi, di hadapan raga tak bernyawa kedua orang tuanya, dengan dalih amanah terakhir sebelum ayah dan ibunya meninggal dunia.

Banyak kejanggalan yang hinggap dihati Padmini, tapi demi menghargai orang tuanya, ia setuju menikah dengan pria berprofesi sebagai Mantri di puskesmas. Dia pun terpaksa melepaskan cintanya pergi begitu saja.

Apa yang sebenarnya terjadi?
Benarkah orang tua Padmini memberikan amanah demikian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15 : Suatu hari nanti

Beberapa hari telah berlalu semenjak penemuan mayat Kirman – warga kampung Hulu mulai merasa aman dikarenakan tak ada tanda-tanda binatang buas ataupun marabahaya datang mengganggu.

Selepas Maghrib, Padmini keluar dari lembah pembuangan Jin. Dia menyusuri jalan berliku, setapak, diapit semak belukar. Langkahnya pasti, tatapan mata tegas dan auranya penuh intimidasi.

Gadis itu terus menyusuri perkebunan warga kampung Hulu, tanpa membawa penerangan. Mengandalkan sisik mengkilap hitam putih Ular Weling yang melata di depannya.

Ya, hewan berbissa itu hadiah dari syarat keberhasilan mempersembahkan tumbal pertama. Bukan Ular biasa, tapi jelmaan arwah jahat penuh dendam yang tubuh sekaratnya dibuang ke lembah pembuangan Jin oleh saudara tiri iri dengki.

Padmini sudah dilatih oleh Rukmi. Instingnya tak lagi tumpul, pendengaran menajam, dan dia bisa melakukan telepati dengan penjaga lembah pembuangan Jin.

Rukmi dan Padmini saling terhubung, terikat kontrak janji dengan syarat 12 tumbal baru dapat terputus.

Sewaktu sudah memasuki halaman samping rumah masa kecilnya yang asri ditanami pohon mangga, kedondong, manggis, rambutan, Padmini melihat kapak bersandar di batang pohon duku. Langsung dipanggulnya benda tajam bertangkai kayu lumayan panjang itu.

Telinganya mendengar perdebatan para manusia kurang ajar, tak tahu malu, dan serakah. ‘Cepat laksanakan! Agar aku dapat memberi kado istimewa di hari pernikahan kalian!’

Padmini berjalan ke belakang rumah, sampai di bangunan selep padi. Dipandanginya lama tumpukan jerami, tempat dimana dia diludahi, kekasihnya dipukuli, mereka digrebek bak pasangan zina. Tak diberi kesempatan membela diri langsung di arak.

Dienyahkan nya rasa tak nyaman dalam hati, dia melangkah ke tengah-tengah ruangan tanpa ditutup dinding. Menjatuhkan karung berisi padi masih setengah kering, lalu menarik papan palet menyingkirkan dari area situ.

Padmini berjongkok, ujung kapak diketuk-ketuk ke tanah. Bibirnya menyunggingkan senyum kala mendengar suara kosong, tanah tak padat.

Mata sisi tajam kapak pun dipukulkan sampai menghasilkan suara sedikit berisik. Namun gadis yang masih berpakaian kain jarik itu tidak peduli.

Di depan bangunan selep padi – kepala Ular Weling menegak, kabut tipis mengelilingi tempat dimana Padmini tengah beraksi. Pelindung yang dikirim oleh Rukmi, agar tindakan gadis penuh dendam itu tidak dipergoki.

Padmini menyudahi memukul tanah kala telah membuat lubang lumayan dalam, dia mengambil linggis terletak di tiang kayu. Lalu mengorek-ngorek lebih dalam lagi dan mencungkil sesuatu didalam sana.

Kala berhasil, dilemparnya linggis dan dia berlutut mengangkat peti terbungkus kain tebal berbau kapur barus.

Penuh kehati-hatian seraya menahan sesak di dada dikarenakan rasa rindu membuncah, Padmini membuka simpul ujung kain, lalu kembali mengambil linggis untuk merusak gembok peti kayu.

Krak!

Kunci itupun rusak, dan penutup atas kayu terbuka. Setetes air mata Padmini terjatuh saat netranya melihat plastik kresek hitam yang ia tahu berisi harta milik orang tuanya.

Bergegas dikoyaknya pembungkus, lalu terlihatlah segepok uang, dan setumpuk perhiasan berikut suratnya – ada gelang tangan, dan kalung polos. ‘Terima kasih, Pak, Buk.’

Padmini menarik kain penutup peti, dijadikan wadah emas dan juga uang, dan dia ikat pada bahunya.

Sebelum pergi, dipandanginya lekat atap rumah orang tuanya yang hak miliknya. ‘Tunggu sebentar lagi, akan kurebut semua kepunyaanku!’

Janjinya itu disertai dengan kepalan tangan, dan pandangan menghujam.

Kali ini tidak lewat samping rumah, melainkan belakang yang ditanami pohon tahunan lalu ladang milik warga. Ular weling kembali memimpin jalan menuju suatu tempat.

‘Nak, kita kan tak tahu apa yang bakal terjadi di masa depan. Wajib antisipasi agar bila sesuatu tak diinginkan menimpa keluarga kita. Semisal rumah terbakar atau disatroni maling … paling tidak masih ada harta yang tertinggal berupa uang dan emas, bisa segera digunakan. Kalau kebun, harus menunggu pembeli dulu.’

Kata-kata ibunya berputar di kepalanya. Dulu, dia sempat protes akan tindakan orang tuanya yang penuh resiko. Menyimpan uang dan juga emas dengan nilai fantastis di luar rumah.

Kini ia paham dan bersyukur. Meskipun raga itu telah terkubur, tapi kasih sayang dan perlindungan mereka selalu menyertai setiap langkah kakinya.

***

Malam semakin larut, gadis cantik tapi kumal – masih berkelana ditemani hembusan semilir angin menggoyang daun ilalang hingga menimbulkan suara gesekan.

Kaki tak beralas berdebu terus melangkah pasti, tak ada ketakutan, seolah rasa itu telah mati dan enggan hinggap dihatinya.

Ssstt

Desisan Ular Weling sebagai penanda kalau sosoknya tak bisa lebih jauh lagi melata. Cahaya kemerahan mengintip di sela dinding dapur terbuat dari tepas anyaman bambu.

Hunian sederhana itu membuat tubuh Ular Weling kepanasan, seakan terjebak di lingkaran api.

Padmini mendekati bagian dapur, terdengar suara alat masak dan terlihat asap mengepul keluar dari sela atap daun rumbia.

Tok!

Tok!

Bu Halimah bergegas menaiki tangga rumah panggungnya. Dia takut membukakan pintu yang diketuk entah oleh siapa.

“Pak,” bisiknya kala sang suami juga mendengar dan sudah berjalan ke arahnya.

Pak Daud mengambil sebilah parang terselip di jepitan bambu dinding dapur.

“Jangan takut, Pak, Buk … ini saya Padmi.”

Dalam keremangan lampu minyak tanah – sepasang suami istri itu saling memandang seolah tengah menimbang-nimbang.

Gerendel pintu pun digeser, lalu kayu penyangga papan ditarik dari dalam.

“Ya Tuhan, Padmini! Ini betulan kau kah, Nak?” Bu Halimah memekik. Matanya menelisik dari atas kepala yang rambutnya kusut, lalu bahu terbuka dan perut tak tertutup kain, lalu turun kebawah pada jarik yang cuma sebatas pertengahan paha.

Suaminya langsung memalingkan wajah, cuma melihat sebatas bahu saja.

Hust! Jari telunjuknya ia letakkan di bibir, meminta bu Halimah jangan berisik.

“Mari masuk, Nak. Ayo masuk!”

Padmini menggeleng, menolak dipersilahkan masuk oleh pak Daud. “Boleh kita berbicara sejenak, Pak, Buk? Jangan di dalam rumah, kang Adi sewaktu-waktu bisa terbangun.”

“Tunggu sebentar, Nak.” Bu Halimah bergegas menaiki tangga yang terhubung dengan ruang tamu dan kamar, mengambil sesuatu.

***

Di halaman belakang, duduk di sebuah batang kayu panjang, ditemani lampu minyak diambil dari dapur … Padmini yang mengenakan jaket kebesaran dan celana sebetis milik bu Halimah – menceritakan semuanya dari rencana licik Sumi, sampai dia menjadi penghuni lembah.

Pak Daud berulang kali beristighfar dalam hati. Sementara sang istri menangis sambil membekap mulutnya. Mereka tak menyangka kematian juragan kaya raya yang terkenal dermawan, ada campur tangan manusia serakah.

Lain halnya dengan Padmini, dia sama sekali tidak mengeluarkan air mata. Seolah telah mengering, sorot matanya pun dipenuhi kebencian.

“Pak, Buk, boleh saya meminta tolong?” nadanya melirih, pandangan penuh harap serta permohonan.

“Ya, Nak. Kalau kami sanggup, pasti kami bantu,” ujar pak Daud. Memilih tidak menasehati apalagi menghakimi jalan sesat yang sudah terlanjur disepakati dan jalani.

Padmini membuka buntalan kain yang tadi dia letakkan di bawah kakinya.

Bu Halimah langsung memekik kecil, dia belum pernah melihat apalagi mempunyai harta sebanyak itu. “Apa tujuanmu sebenarnya, Padmi?”

.

.

Bersambung.

1
ora
Wah ... bakal sangat subur tu halamannya🤢😅
ora
Nggak kebayang sebau apa🤣
ora
😭🤣🤣🤣bangkai nggak tuh🤧
Sulis Wati
hueekkk, ga kebayang wkwkwkwkw
mana di kamar pengantin juga ada🤣🤣
Yanti Farida
ya ampun untung baca sekarang bukan pas lgi makan tapi ini jga enek perut bayanginnya🤭
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
rasain kalian emang enak diare berjamaah jd nikmatilah 😏😏
Eli Rahma
lautan eek...🤣🤣🤣
kaliaa🐈🐈‍⬛👯
tambang emas🤣🤣
kaliaa🐈🐈‍⬛👯
berhamburan tai🤣🤣
kaliaa🐈🐈‍⬛👯
🤣🤣🤣siap siap tujuh hari tujuh malam tuh bau syedap
kaliaa🐈🐈‍⬛👯
🤣🤣🤣🤣
kaliaa🐈🐈‍⬛👯
cerek itu kaya teko gitu ya
Secret Admire
Istri durhaka kamu Sundari, suami minta tolong lagi sakit perut disuruh ngesot... hiks ... astaghfirullah ...
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝⧗⃟ᷢʷˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©
hahaha.. plot twist banget ini Thor, bukannya di serang makhluk halus, malah berak massal pestanya si sundari🤣🤣🤣🤣
Secret Admire
😄😄benar benar penuh teriakan ya Sundari, bukan teriakan pujian tapi 😄 teriakan mules, sakit perut, berebut WC, masih banyak lagi kan teriakan yang membuat pesta ramai😄
Secret Admire
😄😄😄 diluar prediksi BMKG 😄😄😄
Wanita Aries
Habislah kau sumi dikeroyok warga 🤣🤣🤣🤣 jadi mambu tele rumah yg ditinggalin
Mawar Hitam
Ki Dalamgkah yang meminta jawaban
Ayudya
asyeeeeekkkkk pesta yg meria dengan bau kotoran 🤣🤣🤣🤣🤣
imau
para warga desa tetangga kah ini yang dtg pakai Obor?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!