George Zionathan. Pria muda yang berusia 27 tahun itu, di kenal sebagai pemuda lemah, cacat dan tidak berguna.
Namun siapa sangka jika orang yang mereka anggap tidak berguna itu adalah ketua salah satu organisasi terbesar di New York. Black wolf adalah nama klan George, dia menjalani dua peran sekaligus, menjadi ketua klan dan CEO di perusahaan Ayahnya.
George menutup diri dan tidak ingin melakukan kencan buta yang sering kali Arsen siapkan. Alasannya George sudah memiliki gadis yang di cintai.
Hidup dalam penyesalan memanglah tidak mudah, George pernah membuat seseorang gadis masuk ke Rumah Sakit Jiwa hanya untuk memenuhi permintaan Nayara, gadis yang dia cintai.
Nafla Alexandria, 20 tahun. Putri Sah dari keluarga Alexandria. Setelah keluar dari Rumah Sakit Jiwa di paksa menjadi pengganti kakaknya menikah dengan putra sulung Arsen Zionathan.
George tetap menikahi Nafla meskipun tahu wanita itu gila, dia hanya ingin menebus kesalahannya di masalalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Incy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 IGTG
George duduk termenung di kursi rodanya, banyak kejadian yang benar-benar tidak bisa di pahami apa motif sebenarnya dan siapa yang melakukannya.
Dari kematian Dokter dan antek-antek nya sampai kebakaran Rumah sakit jiwa yang menewaskan beberapa penjaga juga kepala Rumah sakit.
Semua seperti sudah direncanakan, sebab tidak ada jejak yang tertinggal. sangat rapih. sesuatu yang biasanya mudah dia temukan sekarang seakan sulit untuk George dapatkan.
Tok
Tok
George menoleh. “Masuk." Titahnya, sampai pintu terbuka dan kembali menampilkan Max bersama dengan Dokter Vio.
Keduanya berdiri bersebelahan lalu sedikit membungkukkan badannya.
“Bagaimana hasilnya?" Tanya George tanpa membalik tubuhnya, pandangannya tetap lurus ke luar jendela.
Dokter Vio maju satu langkah, meletakkan map coklat hasil dari pemeriksaannya.
“Seperti yang sebelumnya saya katakan,Tuan." Jawab Dokter Vio. Mendengar itu George mencengangkan erat kedua sisi kursi rodanya, sembari kedua matanya terpejam
Rahang yang mengeras menghasilkan suara gerutukan gigi yang beradu.
George menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan secara perlahan guna untuk meredam sesuatu yang ingin meledak dari dirinya.
“Tuan, saya akan... "
George mengangkat sebelah tangannya, agar Max tidak bertindak gegabah.
“Tapi Tuan.. " Dokter Vio menggelengkan kepalanya, agar Max diam sebelum mendapatkan perintah, sang Tuan pasti tidak akan membiarkan semuanya berimbas pada organisasi. Max berdecak pelan.
“Aku tau kekhawatiranmu Max, tapi kau tidak perlu khawatir, aku akan memastikan milik kita tidak akan ada yang bisa mengusiknya." Ucap George penuh dengan percaya diri.
Setelah itu George meminta keduanya untuk keluar, dengan patuh mereka bedua keluar, namun ketika membuka pintu.
“Hay!!.. Dokter Vio!!.. Ini untukmu.." Nafla memberikan satu tangkai bunga mawar merah.
Dokter Vio melirik kearah Max yang memberikan tatapan tajam pada Nafla. bukan masalah bunganya, tetapi noda merah pada tangkai bunga itu memberikan kesan yang menantang.
“Ada apa?" Suara George membuyarkan keterkejutan mereka.
Nafla sedikit memiringkan kepalanya guna melihat George yang tertutup oleh badan Max. Senyum lebar yang menampilkan deretan gigi putih itu Nafla berikan pada sang suami.
“George.. aku lapar" Ucapnya. George mengulurkan tangannya, sampai Nafla menghampirinya.
“Ada apa dengan tanganmu?" Tanya George, melihat telapak tangan Nafla mengeluarkan cairan merah.
Nafla menunjukkan bunga mawar merah, terdapat diri yang melukainya. “Untuk Dokter Vio." Jawabnya.
“Bodoh, Lain kali gunakan alat untuk memetiknya, agar tanganmu tidak terluka." Lalu George meminta kotak P3K dan membawa Nafla duduk di sofa.
Dengan telaten pria itu mengobati telapak tangan sang istri. sesekali meniupnya kala Nafla meringis. setelah selesai barulah dia membawa istrinya untuk makan.
Sementara Max yang sejak tadi berdiri bersama Dokter Vio, terus memasang wajah datarnya, dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
keesokan malamnya.
Setelah memastikan istrinya tidur dengan nyaman, George meminta anak buahnya untuk menjaga pintu kamar Nafla, khawatir jika istrinya sampai keluar kamar dan melakukan hal-hal yang tidak di inginkan.
“Max, kau sudah siap?" Tanya George.
Max menganggukkan kepalanya. Merasa semua sudah aman, George bersama Max pergi dengan mengendarai mobil mewahnya menuju kesuatu tempat.
Seperti biasanya George harus menggunakan topeng agar tidak ada yang mengenalinya. di tengah perjalanan, dia dan Max segera turun dari mobil mewah itu, lalu pindah ke mobil lain.
“Bagaimana lokasinya? apakah kau sudah mendapatkan celah?" Tanya George, sembari membenarkan sarung tangannya.
Pria yang merupakan anak buahnya itu, menoleh lalu kembali melihat kearah laptopnya.
“Seusai dengan perintah Anda Tuan, mangsa masuk perangkap."
“Good, ini kesempatan kita untuk mengetahui siapa dia!" George menyeringai puas, kemudian membenarkan duduknya, iya dia akan menggunakan kesempatan ini untuk memancing pelaku pembakaran rumah sakit itu.
“Max, kalian semua harus bersiap, kita akan mengepungnya dari empat arah sesuatu dengan rencana, target datang tanpa umpan, sungguh kita sangat beruntung." Ujarnya dengan kedua tangan menyilang di dada.
George memejamkan matanya untuk sesaat, Tiba-tiba saja bayangan istrinya muncul dengan senyum manisnya.
Di sisi lain, Naraya juga sedang dalam perjalanan menuju mansion George, hatinya berbunga-bunga dan tersenyum merekah.
“Cepatlah, jangan buat George menunggu terlalu lama." Ucap Naraya tidak sabar, sang supir pun menambah kecepatan laju mobilnya.
**
George terengah-engah, dia melompat mundur ke arah barisan anak buahnya, benar dugaannya, bahwa orang yang melukai salah satu orang kepercayaannya memang ahli bela diri.
“Damn it!!..sudah cukup lama aku tidak mendapatkan lawan yang seimbang." George berdiri tegak, lalu mengeluarkan dua belati dari kedua sisi tangannya.
Seseorang bertopeng hitam berdiri terlihat paling menonjol, George yakin jika orang itulah pemimpinnya.
Tatapan yang tidak asing, namun memiliki kebencian yang teramat dalam, kedua tangannya mengepal erat, George bisa melihat itu.
“Ternyata kau tidak benar-benar lumpuh." Celetukkan itu cukup mengejutkan George.
Seakan tidak membiarkan George larut dalam keterkejutan, orang tersebut segera menyerukan. “SERANG!!"
DOR
DOR
letusan kembali terdengar, George tersadar lalu segera menerjang kearah orang bertopeng itu, sama-sama menggunakan belati.
George mengamati postur tubuh orang itu, tidak seperti seorang pria, tetapi juga tidak juga seperti wanita.
Pertarungan begitu sengit, entah kenapa George nampak ragu untuk melukainya, tetapi dia juga tidak bisa membiarkan dirinya sendiri terluka. Sampai akhirnya.
Srekkk
Lemparan belati George mengenai lengan orang itu. namun gerakannya terlalu cepat, sehingga George terkecoh.
Bugh!!
Bugh!!
Satu pukulan mengenai perut George dan satu tendangannya juga tepat pada perut George. Sehingga membuat pria itu mundur beberapa langkah.
DUAAARRR!!!
Ledakan yang tidak begitu besar hanya mengeluarkan guncangan dan asap tebal saja cukup untuk mengecoh George dan anggotanya.
“Taun, Anda tidak apa-apa?" tanya Max.
George menganggukkan kepalanya. “Aku tidak apa-apa Max, hubungi anak buah kita ada di mansion." titahnya.
Max tidak banyak bertanya dan segera mematuhi perintah sang Tuan.
Sedangkan George mengatur nafasnya, dia kembali teringat akan kalimat lawannya barusan, sepertinya orang yang mengenal dirinya.
Dari suaranya tidak bisa di tebak. “Bagaimana?" Tanya George setelah melihat Max selesai menelpon.
“Tidak ada yang mencurigakan, Tuan, dan Nyonya juga aman," Jawab Max.
George menganggukkan kepalanya. namun bersamaan dengan itu, ponsel Max kembali berbunyi.
📞: Katakan.
📞: .....
Mata Max melebar sempurna mendengar jawaban dari anak buahnya.
📞: Kalian lindungi Nyonya,
George menoleh. “Ada apa?"
“Nona Naraya datang ke mansion dan melukai Nyonya Nafla, Tuan." jawab Max.
“Wanita sialan itu, berani sekali menyentuh milikku, kita pulang sekarang."
George membawa mundur kembali anak buahnya, dia menyebut misi kali ini gagal, karena lawannya berhasil melarikan diri.
“Tuan!!" Baik George maupun Max menghentikan langkahnya.
“Ada apa? Aku harus segera pulang, istriku dalam masalah."
“Pabrik senjata kebakaran, Tuan."
gk pnts jd ank
puas kau... kau tendag perut ny brkali"... laki kau...
tlg psh kn merk
kalau aku jadi nafia aku si ogah balik lagi ke orang yg plin plan
ud aq tebak dy gk gila cp" kau nara