Wei Lin Hua, seorang assassin mematikan di dunia modern, mendapati dirinya terlempar ke masa lalu, tepatnya ke Dinasti Zhou yang penuh intrik dan peperangan. Ironisnya, ia bereinkarnasi sebagai seorang bayi perempuan yang baru lahir, terbaring lemah di tengah keluarga miskin yang tinggal di desa terpencil. Kehidupan barunya jauh dari kemewahan dan teknologi canggih yang dulu ia nikmati. Keluarga barunya berjuang keras untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan yang mencekik, diperparah dengan keserakahan pemimpin wilayah yang tak peduli pada penderitaan rakyatnya. Keterbelakangan ekonomi dan kurangnya sumber daya membuat setiap hari menjadi perjuangan untuk sekadar mengisi perut. Lahir di keluarga yang kekurangan gizi dan tumbuh dalam lingkungan yang keras, Wei Lin Hua yang baru (meski ingatannya masih utuh) justru menemukan kehangatan dan kasih sayang yang tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15
'Ah, akhirnya...' Lin Hua menghela napas lega dalam hati, saat kakinya melangkah keluar dari ruang baca Kaisar Han Ruo Xun. Udara dingin malam menusuk kulitnya, namun tak sebanding dengan kelegaan yang ia rasakan.
Pangeran Han Yuan, yang juga keluar bersamanya, menoleh ke arah Lin Hua. Ia mendengar gumaman lirih wanita itu, sebuah suara hati yang tak terucap. 'Benar-benar dingin di luar, dan cerewet di dalam,' batin Pangeran Han Yuan sambil menyunggingkan senyum tipis di bibirnya.
"Nona Wei, izinkan saya mengantarkan Anda ke Paviliun Cahaya," ujar Kasim Zhen Fu dengan sopan. Wajahnya yang ramah tampak lelah, namun tetap berusaha memberikan pelayanan terbaik.
'Ah... kasur... akhirnya aku bisa tidur...' Lin Hua merindukan kehangatan selimut dan kasur empuknya. Tubuhnya terasa remuk setelah berjam-jam berada di ruang baca yang penuh tekanan.
Lin Hua mengangguk pelan, lalu mengikuti langkah Kasim Zhen Fu menuju Paviliun Cahaya. Di sanalah ia dan rekan-rekannya akan beristirahat, memulihkan tenaga untuk menghadapi hari esok.
Pangeran Han Yuan menatap kepergian Lin Hua dengan tatapan menyelidik. "Zheng Bai, apakah kau mendengar apa yang wanita itu katakan?" tanya Han Yuan pada tangan kanannya.
Zheng Bai mengerutkan dahinya, berusaha mengingat. "Apakah nona tadi berbicara? Saya tidak mendengar apa pun," jawab Zheng Bai dengan nada bingung.
Pangeran Han Yuan terdiam. Ia menyadari bahwa hanya dialah yang dapat mendengar suara hati Lin Hua. Setelah memastikan bahwa Kaisar dan Zheng Bai tidak dapat mendengar suara Li Hua dalam beberapa waktu, ia semakin yakin dengan keanehan ini.
"Sudahlah," ujar Pangeran Han Yuan, menyembunyikan kebingungannya di balik ekspresi datarnya.
Di Paviliun Cahaya, keempat tangan kanan Lin Hua tengah menunggu kedatangan wanita itu dengan cemas. Mereka ingin segera membahas berbagai hal penting yang terjadi hari ini. Namun, Lin Hua langsung mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk menunda pembicaraan. "Bahas nanti saja, aku lelah dan ingin beristirahat," ujarnya dengan suara lesu. Tubuhnya benar-benar membutuhkan istirahat.
Keempat tangan kanan Lin Hua saling bertukar pandang, merasa sedikit kecewa namun juga memahami kondisi wanita itu. Mereka tahu betapa beratnya tugas yang diemban Lin Hua, menjadi mata dan telinga Kaisar di tengah intrik istana yang Complex.
"Baik, Nona. Anda istirahatlah dengan tenang. Kami akan berjaga di luar," ujar salah satu dari mereka, mewakili yang lain. Mereka undur diri dengan hormat, meninggalkan Lin Hua untuk beristirahat.
Lin Hua menghela napas lega begitu pintu kamarnya tertutup. Ia segera merebahkan diri di atas kasur empuk, memejamkan mata, dan membiarkan tubuhnya rileks. Namun, pikirannya masih berkecamuk, memikirkan berbagai kejadian hari ini.
. . .
"Argh!..." Lin Hua menggerutu dengan nada kesal yang kentara. Cahaya mentari pagi yang menyelinap masuk melalui celah tirai sutra semakin memperburuk suasana hatinya.
"Baru beberapa jam aku memejamkan mata, dan mereka sudah membuat keributan yang memekakkan telinga." Keluhnya dalam hati. Suara langkah kaki para pelayan yang sibuk berlalu lalang menyiapkan pesta bunga untuk menyambut para kandidat Putri Mahkota terdengar hingga ke telinganya.
Meskipun Paviliun Cahaya terletak cukup jauh dari kompleks utama istana Putra Mahkota, pesta bunga ini bukan hanya sekadar ajang pemilihan calon pendamping pewaris takhta. Acara ini juga menjadi wadah berkumpulnya para bangsawan dari berbagai penjuru negeri yang turut hadir untuk memeriahkan suasana. Gemerlap perhiasan, aroma parfum mahal, dan riuh rendah percakapan para tamu undangan seolah menjadi simfoni yang mengganggu ketenangan Lin Hua.
Tiba-tiba, ketukan lembut terdengar di pintu kamar Lin Hua, memecah keheningan pagi. Shen Jian, dengan langkah tenang dan sopan yang menjadi ciri khasnya, memasuki ruangan. Di tangannya, ia membawa set pakaian yang khusus disiapkan oleh Kaisar untuk dikenakan Lin Hua di pesta bunga. Kain brokat berwarna putih lembut itu tampak berkilauan, dengan sisian berwarna merah menyala yang memberikan sentuhan menawan sekaligus berani, terutama saat tertimpa cahaya matahari yang masuk melalui jendela. Sulaman benang perak halus membentuk motif bunga plum yang elegan, menambah kesan mewah pada pakaian tersebut.
"Nona, Kaisar telah menyiapkan pakaian ini untuk Anda kenakan di pesta bunga," ujar Shen Jian dengan nada hormat. Pria itu kemudian meletakkan pakaian tersebut dengan hati-hati di atas meja rias yang terbuat dari kayu cendana.
Lin Hua yang masih berbaring malas di atas kasur hanya mendengus kesal. Tubuhnya menggeliat gelisah di bawah selimut tebal. "Jian'er, bisakah kau sampaikan pesanku pada Kaisar? Katakan padanya bahwa aku masih sangat mengantuk dan ingin melanjutkan tidur..." ucapnya dengan nada memohon. Semalaman ia tidak bisa benar-benar terlelap karena perasaan aneh yang terus menghantuinya. Ia merasa seperti ada sepasang mata yang terus mengawasi setiap gerak-geriknya.
Shen Jian menghela napas pelan, mencoba menenangkan diri. "Maafkan saya, Nona. Saat Kasim Zhen Fu meminta saya untuk mengantarkan pakaian ini, beliau juga menyampaikan pesan dari Kaisar. Kaisar menunggu kehadiran Anda di ruang baca. Ada seseorang yang sangat ingin bertemu dengan Anda, dan ini adalah masalah yang sangat penting."
Mendengar penjelasan Shen Jian, Lin Hua akhirnya menyerah. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menolak perintah Kaisar. "Ah, sudahlah..." ucapnya pasrah sambil bangkit dari tempat tidur dengan gerakan malas.
Dengan langkah gontai, Lin Hua berjalan menuju pintu. "Aku ingin berendam di kolam air panas sebentar untuk menyegarkan diri. Dan kau..." Lin Hua menoleh ke arah Shen Jian, "...berjaga di luar. Pastikan tidak ada seorang pun yang masuk." Ucapnya dengan nada tegas sebelum melanjutkan langkahnya menuju ruang kolam air panas yang terletak di dalam Paviliun Cahaya. Uap hangat yang mengepul dari kolam sudah bisa ia rasakan, menjanjikan relaksasi sejenak dari segala kekacauan yang melanda pikirannya.
"Baik, Nona," jawab Shen Jian dengan patuh. Ia kemudian berdiri tegak di depan pintu, siap menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
Tidak berapa lama kemudian, Lin Hua telah selesai bersiap. Hanfu putih yang diberikan Kaisar benar-benar memancarkan aura anggun dan memesona dari dirinya. Kain brokat itu terasa lembut di kulitnya, dan potongan hanfu yang pas di tubuhnya semakin menonjolkan lekuk tubuhnya yang indah. Shen Jian dengan sigap membantu Lin Hua memasangkan tusuk rambut perak berhiaskan batu giok putih yang menjadi bagian dari set pakaian pemberian Kaisar. Jemarinya dengan cekatan menyisir rambut Lin Hua yang hitam legam, menatanya menjadi sanggul sederhana namun elegan.
"Jian'er, apakah hari sudah sangat siang?" tanya Lin Hua sambil memasang cadar putih tipis yang senada dengan warna hanfu-nya. Cadar itu menutupi sebagian wajahnya, namun tidak dapat menyembunyikan keindahan matanya yang tajam dan memikat. Jangan lupakan tato bunga lotus merah di pipi kirinya yang seolah menjadi sentuhan akhir yang sempurna, melengkapi penampilannya yang memukau.
"Tamu undangan tampaknya terlalu bersemangat, Nona. Mereka datang sejak pagi buta untuk menjalin relasi," jawab Shen Jian dengan nada datar namun sopan.
"Ah, kau semakin pandai menggunakan kata-kataku," ujar Lin Hua sambil terkekeh pelan. Ia menyadari bahwa Shen Jian mulai terbiasa menggunakan istilah-istilah modern yang masih terdengar asing di zaman ini.
Shen Jian hanya tersenyum tipis sebagai balasan. Kemudian, mereka berdua keluar dari kamar. Lin Hua mendapati rekan-rekannya yang lain telah menunggu di luar. Ternyata, Kaisar tidak hanya menyiapkan pakaian untuk dirinya seorang, melainkan juga untuk Shen Jian dan para pengawal lainnya. Mereka semua mengenakan hanfu berwarna putih dengan desain yang serupa, seolah memberikan identitas yang sama dengan Lin Hua dan menegaskan posisi mereka sebagai bagian dari rombongannya. Pemandangan ini memberikan kesan yang kuat dan terkoordinasi, menunjukkan bahwa mereka adalah tim yang solid dan siap melindungi Lin Hua.