NovelToon NovelToon
Bayangan Si Cupu Tampan

Bayangan Si Cupu Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Taufik

Di balik kacamata tebal, kemeja kusut, dan sepatu bolongnya, Raka Arya Pratama terlihat seperti mahasiswa paling cupu di kampus. Ia dijauhi, dibully, bahkan jadi bahan lelucon setiap hari di Universitas Nasional Jakarta. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Tidak ada yang peduli pada dirinya.

Tapi tak ada yang tahu, Raka bukanlah mahasiswa biasa.

Di balik penampilan lusuh itu tersembunyi wajah tampan, otak jenius, dan identitas rahasia: anggota Unit Operasi Khusus Cyber Nusantara,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Surabaya

[Sebelum Boarding – Bandara]

Langkah kaki Raka mendekati pintu gate keberangkatan. Suara pengumuman terakhir menggema di seluruh ruang tunggu. Tapi di tangannya, layar ponsel masih menyala.

Ia berhenti sejenak di sudut lorong sebelum pemeriksaan tiket. Posisinya sengaja di tempat sepi, agak terlindung dari pandangan umum. Jari-jarinya yang panjang dan rapi bergerak cekatan di layar ponsel, membuka satu folder terenkripsi.

Nama file: “Code: DL–72 (Dos. Muda – Divisi Data dan Algoritma).”

Beberapa hari terakhir, Raka memang diam-diam memantau aktivitas salah satu dosen muda di jurusannya—lelaki dengan gelar doktor dari luar negeri yang dikenal jenius dan rendah hati. Tapi Raka menemukan sesuatu yang tak beres. Latar akademik dosen itu terlalu bersih, terlalu "dibuat-buat". Dan aktivitas digitalnya—jika ditelusuri dalam jaringan dalam—terhubung dengan server gelap yang pernah disusupi kelompok teroris cyber lintas negara.

Waktu penyelidikan ini bukan kebetulan.

Sudah lama keluarga Pratama menjadi bagian dari jaringan intelijen internasional non-formal. Dan sekarang, giliran Raka sendiri yang turun tangan.

Ia mengetuk satu perintah di layar. File itu langsung terenkripsi ulang dan dikirim ke server utama organisasi bayangan yang ia hubungi dengan nama sandi:

"LangitMalam01: Laporan awal terkirim. Target berpotensi koneksi tahap 2. Perlu investigasi lanjutan. Saya tarik diri sementara — pulang ke basis.”

Beberapa detik kemudian, balasan masuk:

“Diterima. Aman. Fokuskan pada keluarga dulu. Pemantauan digital tetap berjalan otomatis.”

Raka mematikan layar, lalu memasukkan ponsel ke saku dalam jaketnya.

Ia menarik napas pelan.

Dosen muda itu mungkin belum sadar… bahwa semua gerak-geriknya sudah masuk daftar pengawasan. Dan bahwa si "mahasiswa culun" yang sering duduk di baris belakang… bukanlah orang sembarangan.

 

[Masuk ke Pesawat]

Pramugari menyapa dengan ramah saat ia menunjukkan boarding pass. Raka hanya mengangguk kecil dan masuk ke kabin bisnis. Setelah duduk, ia membuka jendela kecil di samping kursi.

Langit di luar mulai gelap. Tapi di balik awan-awan itu, jaringan kekuatan sedang bergerak pelan, diam-diam—termasuk dirinya.

Dan dunia…

Masih belum tahu siapa sebenarnya Raka Arya Pratama.

.

[Dalam pesawat – Raka menatap langit dari balik jendela kabin bisnis]

Di balik kaca, awan berarak pelan. Tapi di benaknya, awan masa lalu mulai menggulung lebih gelap.

Tiga tahun lalu…

Satu insiden di universitas ini sempat menghebohkan internal. Tapi anehnya, berita itu tak pernah menyentuh media nasional. Bahkan di antara mahasiswa dan civitas akademika, kasus itu seperti dilupakan begitu saja.

Satu mahasiswa tingkat akhir – menghilang tanpa jejak.

Bukan mahasiswa biasa.

Namanya Akmal Putra Wijaya – anak dari salah satu petinggi lembaga strategis negara. Mahasiswa jenius jurusan teknik komputer, memiliki masa depan cerah, terlibat aktif dalam berbagai riset kampus.

Hari itu ia mengirim pesan kepada ayahnya, mengatakan bahwa ia menemukan "sesuatu yang ganjil" dari sistem internal kampus—kode tertentu yang menurutnya bukan buatan tim resmi kampus. Ia menyebutnya sebagai "kode backdoor berbahaya" yang berasal dari luar negeri.

Setelah pesan itu dikirim, Akmal menghilang.

Ponselnya mati, kamar kosnya kosong. Tidak ada CCTV yang merekam kepergiannya. Polisi lokal menyebutnya sebagai "kasus orang hilang biasa". Tapi sang ayah tahu ini bukan hal biasa.

Laporan internal dibuka. Namun, karena tekanan politik dan nama baik universitas, kasus itu perlahan ditenggelamkan. Disimpan rapat-rapat.

Namun tak semua pihak bisa diam.

Ayah Raka, pemilik konglomerasi ekonomi dan juga pegiat jaringan rahasia anti-terorisme Asia, menyadari bahwa universitas ini telah disusupi—oleh pihak-pihak yang jauh lebih gelap dari sekadar kelompok hacker biasa.

Dan akhirnya, tiga tahun setelahnya, misi itu jatuh ke tangan Raka sendiri.

"Kau yang paling cocok menyelidiki dari dalam," kata sang ayah waktu itu.

"Usiamu pas, dan identitasmu bisa disamarkan. Tak ada yang menyangka putra Pratama Group turun sebagai mahasiswa cupu."

Raka saat itu baru saja kembali dari pelatihan militer di luar negeri, menerima perintah itu tanpa banyak tanya. Tapi dalam hati, ia tahu…

"Aku harus temukan siapa yang menghilangkan Akmal."

"Dan kalau benar ada jaringan teroris cyber di balik ini—mereka harus dilenyapkan satu per satu."

 

[Kembali ke masa kini – di dalam pesawat]

Raka bersandar di kursi. Matanya kembali menatap langit, namun pandangannya kosong.

“Aku harus pulang dulu ke Surabaya. Tapi begitu kembali, aku akan selesaikan ini…”

Di balik tampangnya yang kalem, di balik kacamata yang kini telah ia lepas, dan baju pas badan yang menonjolkan bahunya yang tegap—tersembunyi satu identitas lain.

Raka Arya Pratama.

Anak dari keluarga penguasa ekonomi Asia.

Mantan kadet militer elit internasional.

Dan penyelidik rahasia yang sedang menyamar sebagai mahasiswa biasa.

Suara pengumuman kedatangan menggema di langit-langit bandara.

Langkah-langkah kaki para penumpang menggema di lorong terminal, namun satu sosok tampak mencolok di antara kerumunan—tinggi, berwajah dingin namun elegan. Mata hazelnya menyapu sekeliling dengan tenang. Raka Arya Pratama.

Setelan kasual hitam dan coat ringan yang ia kenakan membuatnya terlihat seperti pebisnis muda. Tidak mencolok, tapi berkelas.

Begitu keluar dari gate, sepasang pria bersetelan gelap segera menghampirinya, membungkuk sopan.

“Selamat datang kembali di Surabaya, Tuan Muda.”

Raka mengangguk kecil. “Mana mobilnya?”

Salah satu pria itu menunjuk ke arah pintu VIP. “Ibu sudah menunggu di dalam mobil. Kami diminta untuk langsung mengantar.”

Mereka berjalan ke area parkir VIP, melewati jalur khusus. Di sana, sebuah Rolls-Royce Phantom hitam mengilap sudah menunggu. Kaca film gelap menutupi isi dalamnya.

Begitu pintu dibuka otomatis dari dalam, sosok wanita anggun dengan rambut sanggul rapi menyambutnya dengan senyum hangat.

Wajahnya cantik, usia menjelang 50-an, namun auranya menunjukkan kelas seorang wanita yang sangat berpengaruh.

“Rakaaa... anak Mama...”

Raka tak bisa menahan senyum kecilnya. Meskipun selama ini ia dilatih keras sebagai pewaris dan kadet militer, di depan wanita ini, ia tetaplah seorang anak.

Ia membungkuk sedikit, mencium tangan ibunya. “Mama kelihatan lebih muda dari terakhir kali.”

Ibunya tertawa kecil sambil menepuk pundaknya. “Masih pandai menggombal ya. Cepat masuk, jangan berdiri di luar. Mama sudah siapkan makan favoritmu.”

Raka masuk ke dalam mobil, pintu ditutup perlahan oleh pengawal.

Saat mobil mulai melaju, ibunya meliriknya penuh perhatian.

“Lihat kamu sekarang… Kacamatanya nggak dipakai. Bajunya pas badan. Baru Mama lihat lagi anak Mama kelihatan kayak manusia normal, bukan anak kos kelelahan skripsi.”

Raka tertawa pelan. “Itu bagian dari penyamaran.”

Ibunya mendesah. “Kamu itu penyamaran terus. Hidup kamu berapa persen normal sih? Sudah saatnya kamu pulang, Rak. Lihat rumah, lihat keluarga, bukan cuma laporan dan misi.”

Raka hanya tersenyum tipis. Dalam hatinya, ia tahu—ia pulang bukan hanya untuk keluarga. Tapi juga untuk memperbaiki sebagian kepingan dirinya yang telah lama hilang dalam dunia penyamaran, kode, dan rahasia.

Sore mulai menjingga saat sebuah Rolls-Royce hitam meluncur tenang melewati kawasan elit Surabaya Barat. Di dalam mobil, duduk seorang pemuda tampan, Raka Arya Pratama—mahasiswa semester empat dengan sorot mata tajam dan tubuh tegap. Kemeja hitam rapi membalut tubuhnya, dipadukan dengan mantel abu gelap, menciptakan kesan tenang dan dewasa meski usianya baru dua puluh tahun.

Di sampingnya, duduk ibunya. Seorang wanita paruh baya yang tampil dengan anggun—gaun berkelas, rambut tersisir rapi, dan parfum lembut yang menyeruak tenang. Wajahnya menampilkan kelembutan seorang ibu, namun juga ketegasan yang jelas berasal dari darah keluarga Pratama.

Suara ibunya memecah keheningan, lembut namun tegas.

“Raka, sebelum ke apartemen, kita mampir dulu ke rumah Eyang, ya.”

Raka menoleh cepat. “Eyang? Ada apa?”

Ibunya tersenyum tipis, namun sorot matanya tidak bisa menyembunyikan sesuatu yang lebih dalam. “Eyang sekarang dirawat di rumah. Bukan karena kondisi mendadak memburuk, tapi karena dokter menyarankan agar beliau lebih banyak beristirahat. Supaya sisa hidupnya bisa dijalani dengan damai.”

Raka terdiam. Hatinya mulai tak tenang.

“Dokter di Tokyo dan Singapura sepakat,” lanjut ibunya perlahan, “Kalau tidak ada keajaiban, umur Eyang kemungkinan tinggal empat tahun lagi.”

“Empat... tahun?” bisik Raka. “Tapi... Eyang masih bisa tertawa waktu terakhir aku telepon. Bahkan beliau sempat bercanda soal saham…”

“Justru karena itu, Raka,” ucap sang ibu pelan. “Eyang nggak kelihatan sakit, tapi waktunya tetap berjalan. Beliau hanya punya satu harapan sebelum benar-benar pergi.”

Raka mengerutkan kening. “Apa?”

Ibunya menatap putranya lekat-lekat. “Eyang ingin melihat kamu bertunangan. Sekarang. Lalu menikah setelah kamu selesai kuliah.”

Raka mengalihkan pandangan ke jendela. Mobil terus melaju di jalanan beraspal mulus, namun di pikirannya justru muncul kekacauan.

“Mama,” gumamnya akhirnya, “Aku baru semester empat. Baru juga selesai UTS. Laporan praktikum belum kelar, investigasi juga belum selesai…”

Ibunya tersenyum kecil. “Mama tahu. Tapi Eyang nggak minta kamu langsung menikah besok. Makanya minta pengen lihat kamu tunangan. Cuma... seseorang yang bisa dia lihat. Yang bisa dia doakan. Itu sudah cukup.”

Raka menghela napas panjang. Suaranya pelan, seperti bicara pada diri sendiri.

“Calon tunangan ya… dari mana coba Mama pikir aku bisa dapet?”

Tapi di balik kepalanya, satu sosok langsung muncul—berdiri dengan tangan dilipat di depan dada, alis tertaut, dan suara galak yang menyuruhnya buang sampah dengan benar.

Cheviolla.

1
Suyono Suratman
mantap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!