Bayangan Si Cupu Tampan
Jakarta, jam tujuh pagi.
Hujan sisa semalam masih menetes dari dedaunan ketika Raka Arya Pratama dengan vespa butut melaju masuk universitas memarkirkan motornya di pojok parkiran, lalu dengan langkah gontai. Kemejanya kusut, celana bahan murah kebesaran, dan rambutnya seperti belum pernah kenal sisir. Di wajahnya menggantung kacamata tebal model lama yang membuatnya terlihat seperti bocah SMA yang tersesat di kampus.
Sambil menunduk, Raka menjejak trotoar kampus Universitas Nasional Jakarta. Para mahasiswa lain lalu-lalang dengan pakaian modis, gaya rambut kekinian, dan suara tertawa yang memekakkan telinga. Beberapa dari mereka melirik Raka dengan jijik. Bagi mereka, dia hanya 'si kutu buku penyendiri' yang tidak punya teman.
“Awas dong, Raka! Jangan halangi jalan orang!” seru seorang mahasiswa laki-laki bertubuh kekar.
Dorongan kasar menghantam bahunya. Raka terhuyung, tapi tidak berkata apa-apa. Dia hanya memperbaiki letak kacamatanya yang nyaris terlepas, lalu kembali melangkah tanpa mengeluh.
Di balik wajah datarnya, tidak ada emosi. Padahal sistem pemindai di kacamatanya diam-diam mencatat detail wajah, tinggi badan, dan sidik jari pria itu hanya dalam sepersekian detik.
> “Target: Aryo Wijaya. Tingkat ancaman: Nol koma dua. Catatan: Sering membully, tapi otaknya lebih lemah dari sinyal Wi-Fi kosan.”
Raka menghela napas pelan. Kadang dia bertanya-tanya kenapa atasan memintanya menyamar di tempat seperti ini. Tapi sebagai bagian dari Unit Operasi Khusus Cyber Nusantara, tugas adalah tugas. Tak ada tempat untuk mengeluh.
Nama: Raka Arya Pratama
Usia: 20 tahun
Penampilan luar: kurus, berkacamata, rambut berantakan, pakaiannya lusuh
Kepribadian luar: pendiam, kikuk, seperti mahasiswa kutu buku biasa
Identitas asli: Anggota pasukan khusus rahasia negara, ahli teknologi, kemampuan bertarung di atas rata-rata, wajah tampan tersembunyi di balik 'kamuflase'
Kemampuan: peretas kelas dunia, jago bela diri, ahli senjata ringan dan analisis psikologis
Misi: Menyamar sebagai mahasiswa untuk membongkar jaringan teroris cyber yang menculik mahasiswa di Jakarta
Hari itu, Raka duduk di bangku paling pojok kelas besar Fakultas Teknologi Informasi. Dosennya, Pak Handoko, sedang membahas algoritma rekursif dengan semangat seperti pahlawan kemerdekaan menjelaskan strategi perang. Namun semua itu terdengar seperti dengungan nyamuk di telinga Raka.
Pikirannya jauh lebih sibuk dari tampak luar.
Di layar kecil tersembunyi di balik kacamatanya, deretan angka dan baris kode berkedip cepat. Dia sedang menyusup ke server kampus—bukan untuk mencontek nilai, tapi mencari anomali jaringan yang baru saja terdeteksi.
> [ALERT] Port 8091 aktif — Enkripsi militer terdeteksi.
Sumber: Ruang Server Gedung Bawah Tanah, Akses Tidak Resmi.
Status: Investigasi diperlukan.
Matanya menyipit. Gedung bawah tanah? Kampus ini tidak pernah menyebutkan fasilitas itu secara resmi. Bahkan dalam denah kampus di arsip digital, lantai bawah tanah hanya disebut sebagai “area teknis yang ditutup”.
“Raka!”
Suara dosen memanggilnya tiba-tiba. Seluruh kelas menoleh.
Raka tersentak kecil, lalu berdiri canggung. “Ya, Pak?”
“Coba kamu jelaskan. Kenapa pendekatan brute force tidak efisien dalam pemecahan sandi dengan key yang kompleks?”
Beberapa mahasiswa cekikikan, siap melihat si cupu membuat malu dirinya sendiri.
Namun tanpa gugup, Raka menjawab, “Karena jumlah kemungkinan kombinasi bertambah eksponensial terhadap panjang kunci. Misalnya, jika kunci sepanjang 256-bit, maka total kemungkinan mencapai 2 pangkat 256, atau lebih dari jumlah atom di seluruh alam semesta.”
Pak Handoko mengerutkan dahi, tertegun. “E… benar. S-silakan duduk.”
Seisi kelas hening. Beberapa anak yang biasa mentertawakan Raka kini melirik dengan heran. Sejak kapan si cupu bisa menjawab segamblang itu?
Sementara Itu, di Tempat Lain…
Di ruang pengawasan rahasia milik Badan Intelijen Siber Nasional (BISN), seorang wanita muda berpakaian formal menatap monitor dengan tatapan tajam. Namanya Nadya Sasmita, analis senior dan salah satu mentor Raka di unit khusus.
“Dia menemukan port-nya,” ucap Nadya lirih. “Cerdas seperti biasa.”
Seorang pria paruh baya di sebelahnya—berkumis, berseragam tanpa tanda pangkat—mengangguk. “Biarkan dia menyelidiki. Tapi pastikan dua agen cadangan siaga dekat kampus. Saya tidak mau kehilangan aset sebesar Raka hanya karena dia terlalu dalam masuk sendirian.”
Kembali ke Raka
Sore itu, kampus mulai sepi.
Raka berjalan pelan ke arah gedung teknik lama yang sudah jarang dipakai. Tapi menurut data yang ia temukan, di situlah titik asal sinyal berasal. Ia menunggu hingga tak ada siapa pun, lalu menyelinap ke sisi samping gedung, membuka panel tembok kecil yang tersembunyi di balik semak.
Sebuah jalan menuju tangga bawah tanah terbuka—gelap, lembap, dan sepi.
Langkah Raka mantap menuruni tangga, mata kacamatanya menyala pelan, mengaktifkan mode malam. Tangannya merogoh saku jaket—bukan untuk mengambil ponsel, tapi pistol kejut listrik berteknologi tinggi, hanya digunakan oleh agen tingkat tinggi.
> Saatnya bekerja…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments