NovelToon NovelToon
Gadisku Sayang Dimana Kamu

Gadisku Sayang Dimana Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:794
Nilai: 5
Nama Author: Rosida0161

Karena beda kasta maka Danudirja menitipkan bayi itu ke panti asuhan, pada Yunita putrinya dia berbohong mengatakan bayinya meninggal. Takdir membawa bayi itu pada ayah kandungnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sandi Sang Pewaris

Tiara sedang menyelesaikan pekerjaannya mencuci piring saat Sandi masuk. Pemuda itu senyum senyum saat melihat Tiara menyeka keringat di dahi dengan lengan bajunya.

"Sandi," tiba tiba Sandra muncul di ambang pintu dapur.

Suara Sandra mengagetkan Tiara. Gadis belia itu menoleh, dan saat melihat ada Sandi di dekat pintu, serta Sandra di ambang pintu dapur mendadak wajahnya cemas.

"Sandi kita harus bicara di dalam sekarang," ujar Sandra dengan ciri khasnya serius, lalu berbalik meninggalkan Sandi dan Tiara yang tergugu di depan wastafel tempat cuci piring.

Sandi hanya memandang kepergian Sandra yang menjauhi dapur. Justru kini perhatiannya pada Tiara yang masih mematung.

"Kok bengong gitu, sih?"

Tiara mencoba tersenyum tapi kaku. Kedatangan Sandi ke dapur yang dipergoki Sandra membuatnya sangat cemas jika Sandra akan menuduhnya tidak maksimal bekerja.

Duh lagian kenapa si bang ojol ini pakek menyelinap ke dapur segala? Batinnya merasa telah melakukan kesalahan karena hadirnya Sandi. 

"Hei kok bengong?" Sandi lebih mendekat dan tangannya melambai lambai ke wajah Tiara, "Halo .." tertawa menggoda Sandi.

"Bang Sandi ditunggu Bos di ruangannya," seorang pelayan restaurant datang memberitahu.

"Aduh ngapain si Abang ke sini, tuh kan jadi dipanggil, pasti deh kena marah ..." meringis Tiara memandang Sandi yang masih tampak santai menatapnya, "Udah sana pergi, aduh pasti deh aku kena tegur juga ..." memelas wajah Tiara ingin segera Sandi meninggalkannya sendirian di dapur.

"Oke baik baik kerja, ya, aku ke menejer dulu," pamit Sandi.

Tiara hanya mengangguk.

Sandi sudah meninggalkan Tiara. Masuk Watini seniornya dalam hal mencuci piring. Perempuan tiga puluh tahun itu heran melihat Tiara yang tampak masih ketakutan.

"Dik Tia kok cemberut capek?"

Tiara menggeleng.

"Digoda Mas Sandi?"

Tiara hanya mengangguk kecil.

Watini tersenyum, "Sudah jangan masukkan di hati santai saja," 

Tiara mengangguk.

"Mas Sandi memang sering bercanda, udah yuk kerja lagi," ujar Watini sambil meletakkan piring kotor.

"Banyak yang kenal sama bang ojol itu di sini, pantes bisa nyalurkan aku kerja di sini, hubungannya bagus juga dengan menejer restaurant ini," ujar  Tiara lirih.

Muncul Bira "Neng makan siang dulu,"

"Ya, Bu,"

Tiara sudah mau mencuci piring piring kotor yang dibawa Watini, tapi perempuan itu mencegahnya.

"Sudah Dik Tia biar aku saja yang cuci piring, sekarang Dik Tiara lagi ditunggu bu Bira katanya suruh makan siang, sudah lambat, toh?"

"Ya, Bu Watini permisi," 

"Ya,"

Di ruang kerja Sandra terjadi percakapan serius antara dua kakak beradik itu.

"Sampai kapan Kakak harus nunggu kamu serius belajar mengolah restaurant ini, Ndi!"

Sandi menatap Sandra, "Aduh, aku kan bilang tunggu aku lulus kuliah satu setengah tahun lagi, Kak "

"Huh kelamaan!" Sungut Sandra yang merasa kalau Sandi tak serius untuk meneruskan usaha yang diwariskan orang tua mereka.

"Ah hampir empat tahun Kakak tenang tenang saja mengurus restaurant kita," ujar Sandi dengan tenang.

Sandra menatap Sandi." Ya memang aku tenang tenang saja itu karena ku masih remaja, sekarang kamu dua puluh satu tahun, Sandi tolong mulai diluangkan waktumu jangan keluyuran melulu, coba kalau Mama tahu kamu bukannya bantu Kakak ngurus restaurant malah ngojol, apa Mama nggak kecewa?"

"Ya Kakak jangan kasih tahu Mama, dong ..." pinta Sandi dengan senyum penuh rayuan pada Sandra yang memang sangat sayang pada dirinya, walau terlihat sangat tegas menghadapi adik satu satunya itu.

"Kapan kamu mau dewasa, Sandi?!" Kesal Sandra yang mengurus empat restaurant mereka sendirian, sehingga waktu untuk bersama tunangannya sulit dia jadwalkan karena sehari sampai jauh malam dia harus memonitor empat restaurant yang cukup besar sendirian.

Sandi cemberut menatap kakaknya, "Nanti kalau aku sudah lulus kuliah akan kubantu Kakak dan aku berhenti dari ojol," 

Sandra menatap Sandi, "Aku mau kamu mulai mengurangi waktumu ngojol, walau cuma satu dua jam bantu kakak mengurus restaurant kita!"" rupanya kesabarannya sudah hampir habis menghadapi petualangan Sandi yang merambah karier sebagai driver ojek online di samping berkuliah di sebuah perguruan tinggi di Jakarta.

Sandi terkejut mendengar ucapan kakaknya yang mengintimidasi itu. "Serius, nih, Kak?"

Sandra mengangguk, "Kalau tidak aku terpaksa memberitahu Mama,"

"Segitunya?" Sandi mencoba mencari titik lemah dari kakaknya.

"Ya aku harus tegas kalau nggak kamu keterusan ngojol, dan usaha kita tak akan mencapai hasil maksimal jika hanya mengandalkan aku sendiri mengurus empat restaurant kita,"

"Wah jangan jangan Bang Rehan udah ngajakin nikah, nih," goda Sandi.

Sandra mendadak meradang saat nama Rehan disebut, karena tunangannya itu sudah mulai komplain dirinya jarang punya waktu untuk mereka berdua. 

"Nah itu tahu," ujar Sandra kesal, "Umur kakakmu ini sudah jelang tiga puluh tahun," sambungnya.

Beda umur Sandra dengan Sandi memang terpaut sembilan tahun. Makanya dia begitu menyayangi Sandi sebagai adik tunggal, terlebih lagi Sandi sudah tak memiliki papa sejak berumur sepuluh tahun. Papa mereka meninggal dunia. Makanya sang mama mewanti wanti pada Sandra untuk memperhatikan dan mengajari pemuda itu untuk terjun ke restaurant milik mereka. 

"Nih pelajari," empat buku yang menyangkut menejemen restaurant mereka disodorkan pada Sandi, "Kamu pelajari semuanya,"

"Harus sekarang, nih?"

"Mau nunggu lima tahun lag!" Sandra mulai emosi, tapi segera berdamai dengan perasaan kesalnya. Sandi tak bisa terlalu ditekan, harus dengan pendekatan.

Sandi nyengir, "Oke deh ..." 

Tiiit

Ponsel milik Sandi berbunyi.

"Orderan?" Sandra kesal karena mengira panggilan dari ponsel adiknya itu adalah order dari calon penumpang ojolnya.

"Bukan, dari Mama," segera Sandi menerima telepon dari mamanya, "Ya Ma,"

"Sandi dimana kamu Nak?" Suara mamanya yang masih sering bertanya pada jam jam tertentu keberadaan anak lelakinya itu.

"Lagi dengan Kakak, Ma, biasa nih dibaweli terus," lapor Sandi.

"Mana kakakmu," pinta mamanya Sandi.

"Nih Mama, Kak," Sandi mengulurkan ponselnya pada Sandra, beruntung aku sedang bersama kak Sandra, batinnya, karena beberapa kali mamanya menghubungi dia selalu sedang membawa penumpang.

"Ya, Ma, ya sedang aku tatar supaya segera membantu Sandra di restaurant kita, Ma," lapor Sandra pada mamanya.

"Ya anak itu harus dikasih pengertian pelan pelan bahwa tugasnya meneruskan usaha peninggalan papanya," ujar ibu dari Sandra dan Sandi yang selalu mengingatkan Sandra tentang tanggung jawab Sandi membantunya mengurus restaurant mereka, tapi dengan pelan pelan jangan dengan cara memaksa, "Adikmu itu masih menjalani masa remajanya, Ndra,"

"Ya, Ma, kalau nggak digodok dari sekarang kapan lagi, Ma, kita jangan terlalu santai mengikuti maunya dia, Ma," ujar Sandra sedikit mengecilkan suaranya, khawatir tertangkap telinga Sandi yang saat ini sedang membuka buka lembar demi lembar dari salah satu buku yang diberikannya tadi, sedangkan dirinya sengaja agak menjauh dari Sandi.

"Mama serahkan sama kamu, Ndra, tapi jangan terlalu dikerasi, ya," ujar sang mama yang memang sangat menyayangi Sandi karena sejak usia sepuluh tahun sudah ditinggalkan papanya.

Setelah meninggalkan ruangan Sandra, segera Sandi menuju ke belakang untuk mencari Tiara.

Yang dicari sedang istirahat siang duduk di taman di sebelah dapur.

"Hai ..." sapa Sandi.

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!