Seorang gadis yang di paksa orang tuanya untuk menikah muda untuk melindunginya dari masa lalu yang terus menganggunya. Namun siapa sangka jika gadis itu di jodohkan dengan seorang pemuda yang menjadi musuh bebuyutannya. Lalu bagaimana pernikahan mereka akan berjalan jika mereka saling membenci?mungkin kah cinta akan tumbuh dalam diri mereka setelah kebersamaan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ella ayu aprillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Andi memarkirkan motornya di halaman luas di sekolah. Saat ia baru turun dari motor ia melihat Gisella dan teman - temannya berjalan ke arah kantin. Dengan senyum ceria ia mengikuti langkah Gisella. Ia sudah bertekat ingin mengutarakan isi hatinya kepada Gisella karena ia sudah tidak dapat memendam perasaannya selama ini.
"Pagi Gisella boleh gue duduk sini?"sapanya.
"Silahkan kak.."jawab Gisella singkat.
Andi duduk di samping Gisel namun Andi merasa kesal saat Gisel malah sibuk dengan ponselnya dan tak menghiraukannya yang duduk di sampingnya. "Elo lagi ngapain sih Sel?"tanya nya dengan menggeser tubuhnya agar dapat melihat isi ponsel Gisel. Gisel yang kaget sontak menggeser ponselnya menjauh. Dengan nada kesal ia berkata
"Apa sih kak ini kan privasi gue nggak boleh dong liat - liat gitu."ucap Gisel kesal dengan kelakuan Andi.
"Maaf Sel bukan maksut gue..."
"Guys gue duluan ya..Gisella pun langsung pergi dari kantin menuju ke kelasnya.
Sepanjang perjalanan Gisel hanya terus menggerutu hingga tak sadar jika ada seseorang berdiri tepat di depan. "Aaawwww." Ringisnya saat merasakan keningnya membentur punggung sosok tersebut.
"Kalau berhenti jangan mendadak dong nggak tahu apa kalau lagi ada orang kesel."omelnya menggebu.
Cowok itu berbalik badan dan Gisel memutar bola matanya malas saat melihat siapa cowok yang membuat keningnya sakit. "Ck...elo mulu kaya nggak yang lain aja sih.dimana - mana ada nya elo mulu. Bukanya elo kena skors ngapain lo datang ke sekolah."ocehnya tiada henti. Pagi ini benar - benar membuat Gisel naik darah.
"Elo tuh bukanya minta maaf udah nabrak gue malah marah - marah nggak jelas. Dan apa tadi elo bilang?kalau berhenti jangan mendadak? Maaf ya nona Gisella Bagaskara gue dari tadi diem di sini dan nggak jalan sama sekali."balasnya membela diri.
Gisel tampak berpikir ulang, kalau diingat - ingat memang tadi tidak ada orang yang berjalan di depannya namun Gisel terlalu gengsi untuk mengakui. "Terus kenapa elo masuk sekolah kan elo lagi di skors sama kak Andi."
"Elo lupa ini sekolah milik siapa?"ujarnya sombong.
Gisella mendengus jengah. "Meskipun elo anak pemilik sekolah ini tapi seharusnya elo juga ikuti aturan sekolah ini dong. Kasih contoh yang baik buat siswa siswi lain. Kalau emang lagi masa hukuman ya jalanin jangan mentang - mentang anak pemilik sekolah terus elo bisa seenaknya."
Revan geram mendengar ocehan dari Gisella itu.
"Elo tuh bener - bener nggak ada takutnya sama gue. Gue bisa aja suruh bokap gue untuk keluarin elo dari sekolah ini sekarang juga."
"Ya silahkan aja gue nggak takut. Gue yakin bokap lo nggak mungkin keluarin siswa yang nggak punya salah apapun terlebih lagi siswa itu berprestasi kaya gue." Ucapnya memuji diri sendiri.
"Elo..."
Krrriiinggg kkrrriinggg
Bel masuk pun berbunyi Gisel bergegas masuk ke kelas takut jika nanti guru datang lebih dulu. Ia meninggalkan Revan yang kini tengah menahan emosi mendengar ucapanya yang panjang lebar.
Dari arah belakang datang seorang guru yang menghampiri Revan. "Revan kamu ngapain ke sekolah bukanya kamu lagi kena skors?"tanya bu Rini guru BK di sekolah tersebut.
"Maaf bu saya mau tukar hukuman, saya lebih baik di hukum bersihan gudang bu kalau sampai orang tuaku tahu kalau saya di skors pasti mereka akan marah."pintanya sopan. Bu Rini menghela napas panjang. "Keputusan sudah di ambil dan kamu harus melakukan hukuman kamu itu."
"Tapi bu.." ucapan Revan di potong oleh bu Rini.
"Lebih baik kamu pulang sekarang karena sekolah sudah mengambil keputusan untuk skors kamu."
Akhirnya Revan pun pergi dari sekolah namun ia tidak pulang melainkan pergi ke markas.
Sesampainya di sana ia melihat motor Rio dan Rendy sudah terparkir di sana. Revan masuk dengan tas tergantung di pundaknya.
"Woi bos kesini juga lo.." sapa Rio semangat.
"Hmm" hanya gumaman yang keluar dari mulut Revan. "Oya bos nanti malam ada balapan elo mau turun nggak?"tanya Rendy.
Revan tampak berfikir, malam ini ia ada acara makan malam dengan keluarganya. Namun ia juga ingin mengeluarkan beban hidupnya yang terasa sesak di dada. Keputusan orang tuanya yang memintanya untuk menikahi anak sahabatnya membuat kepalanya pusing tuju keliling.
"Hmm gue akan turun berapa hadiahnya kali ini?"
"Kalau ini hadiahnya bukan uang bos, tapi cewek cantik yang masih per*wan." Bisiknya lagi.
Revan mengernyitkan keningnya "gue nggak mau."
"Ck udah deh bos tenang aja kalau elo yang menang biar gue aja yang bawa pulang cewek itu,"imbuh Rio.
"Gue nggak mau kalau nanti dia ngejar - ngejar gue."
"Tenang biar gue yang urus semuanya yang penting elo turun dulu. Gue denger - denger Rian juga akan turun."tambahnya Rendy. Ryan adalah ketua geng dari Bandung yang terkenal licik saat balapan.
Revan tampak acuh dan tidak perduli yang jelas ia tidak akan semudah itu di kalahkan apalagi oleh orang yang licik seperti Rian.
Sore harinya, Gisella sedang berbincang dengan mama Sinta saat Marcel dan pacar Marcel, Rania datang. "Sore tante, Gisella."sapa Rania ramah.
"Eh sayang kamu datang, kakak kenapa nggak bilang kalau Rania mau main tahu gitu mama masak enak buat calon mantu kesayangan mama ini."
Rania mencium tangan mama Sinta dan memeluknya sesaat. "Nggak papa kok mama Rania juga cuma mampir kan katanya nanti kalian mau ada makan malam sama keluarga sahabat papa."
"Iya nanti kamu ikut aja sekalian kamu kan juga sudah jadi keluarga kita, mama yakin Marcel sudah memintamu untuk selalu bersamanya,"godanya.
"Tapi tan aku nggak enak,aku takut ganggu acara kalian bersama sahabat nya papa."
"Nggak papa sayang kamu ikut aja,temani aku."ajak Marcel yang akhirnya di angguki oleh Rania.
"Oya kak nanti bantuin Gisel buat pilih baju yang bagus ya dan aku juga mau di make up sama kakak. Sekalian kakak juga bisa pakai baju aku."
Dengan senyum manisnya Rania mengangguk.
"Tentu aku akan buat lo jadi princes malam ini."
"Mana ada princes bar - bar dan ceroboh kaya gitu,"cibir Marcel dengan wajah jahilnya.
"Ck mama lihat tuh kakak."adunya
"Kakak nggak boleh kaya gitu, adik kamu ini gadis yang cantik dan baik."bela mama Sinta.
Gisella tertawa puas mendapat pembelaan dari mamanya sedangkan Marcel memutar bola matanya malas. "Meskipun sedikit ceroboh,"tambahnya lagi.
Kini giliran Marcel yang tertawa puas berbanding terbalik dengan Gisella yang tampak cemberut.
Melihat itu mama Sinta dan Rania ikut tertawa.
Seorang pelayan datang dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman untuk menemani mereka berbincang di sore hari ini.
Waktu berjalan begitu cepat kini Gisella berada di dalam kamar dengan Rania yang sedang merias wajah Gisel yang sudah di anggap adiknya sendiri.
"Wow kamu cantik banget Sel, aku yakin semua orang akan pangling dan kagum lihat kamu."
"Ih kakak bisa aja kakak juga cantik kok."
Mereka pun turun bergabung dengan kedua orang tuanya dan kakaknya yang sudah lebih dulu duduk di ruang tamu. Saat melihat Gisel dan Rania turun semua mata tertuju ke arah Gisella yang tampak cantik dan anggun malam ini.
Mata mama Sinta berbinar melihat putrinya yang sangat cantik malam ini. "Sayang kamu cantik banget."puji mama Sinta.
"Kamu apakan anak itu sampai bisa cantik seperti itu,"bisik Marcel yang mengakui adiknya cantik.
Rania tersenyum sembari merengkuh lengan kekasihnya. "Dia memang sudah cantik sayang, aku hanya menambah make up tipis di wajahnya."