Farraz Arasy seorang pemuda biasa tapi mempunyai kisah cinta yang nggak biasa. Dia bukan CEO, bukan direktur utama, bukan juga milyarder yang punya aset setinggi gunung Himalaya. Bukan! Dia hanya pemuda tampan rupawan menurut emak bapaknya yang tiba-tiba harus terikat dalam hubungan cinta tak beraturan karena terbongkarnya rahasia besar sang calon istri sebelum pernikahan mereka terjadi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perkara wallpaper hape
Pukul 11.35, Arraz menyelesaikan semua tugasnya. Dia pamit untuk pulang pada Iyon yang masih sibuk dengan data para siswa di laptopnya.
"Mau pulang sekarang? Udah nggak betah pengen ketemu ayank ya?" Beneran deh, ini pak Iyon kok kepooooo banget jadi manusia.
"Kerjain yang bener. Salah masukin data bisa dipenggal kepala sekolah kamu."
Iyon hanya tertawa, di mata Iyon temannya itu kok nggak ada raut senang-senangnya meski baru aja menikah. Tapi ya udah lah, emang bukan urusan Iyon juga. Ngapain terlalu kepo sama urusan pribadi orang lain. Dan meninggalkan Iyon tanpa menoleh sama sekali, Arraz langsung mengambil kunci mobil dan ponselnya di meja.
Berjalan agak cepat di koridor sekolah karena memang hari sudah siang, Arraz takut Zea menunggunya terlalu lama. Karena fokus dengan ponselnya, di ujung belokan koridor, Arraz malah menabrak seseorang yang adalah sesama guru Tadinya Mesra.
"Maaf pak. Maaf.. Saya... Lho Willy. Kamu udah masuk kerja, Wil? Lama nggak liat kamu di sini." Ujar Arraz yang langsung mengenali Willy, temannya yang juga guru di mapel lain. Willy ini udah sering cuti karena masalah kesehatannya. Bahkan ketika Arraz menikah kemarin Willy nggak bisa hadir. Ya itu, katanya dia sakit.
"Nggak apa-apa Ar. Eh, iya. Selamat atas pernikahan mu sama Dewi ya. Maaf kemarin aku nggak bisa dateng.." Willy menyalami Arraz.
Arraz menerima jabatan tangan Willy sambil tersenyum. Dia baru sadar jika ponsel Willy jatuh, dengan cepat Arraz memungutnya. Namun sebelum dia berikan ponsel itu pada sang pemilik, mata Arraz dibuat membulat dengan foto Dewi yang dijadikan wallpaper oleh Willy.
"Ini... Dewi? Kamu jadiin foto Dewi wallpaper hp mu, Wil?" Arraz menegang.
"Iya." Jawab Willy santai.
"Iya? Cuma iya? Kamu nggak pengen jelasin sesuatu gitu sama aku?? Kamu tau kan siapa itu Dewi? Dia istri ku, Wil! Dan kamu jadiin foto istri ku sebagai wallpaper hp mu, maksud kamu apa ya?" Arraz tak bisa santai kayak Willy.
"Mau minta penjelasan apa, Ar? Nyatanya aku cuma bisa jadiin dia wallpaper hpku. Bukan istri ku. Ya, aku suka sama dia. Tapi ya udah.. Aku sadar diri, aku mundur ketika Dewi milih kamu. Tapi, aku nggak bisa lupain Dewi gitu aja, Ar. Dan selama ini juga aku selalu diam memendam apa yang aku rasain sama Dewi kan? Aku nggak pernah ganggu kedekatan kalian, bahkan hingga kalian menikah. Aku kalah. Kamu pemenangnya." Willy tak melepaskan pandangan matanya dari Arraz yang sudah mengeraskan rahangnya.
"Tapi tetep aja, apa pantas seorang laki-laki menjadikan foto istri temannya sendiri sebagai wallpaper hp nya?"
"Ar, aku kasih tau sama kamu... bahkan banyak laki-laki di luar sana yang menjadikan artis-artis cantik sebagai bahan fantasinya padahal mereka sudah menikah. Memiliki istri yang bisa diajak bermain berdua tapi lebih suka memainkan miliknya sendiri dengan berfantasi. Kamu juga pasti pernah melakukannya kan? Itu semua wajar, Ar. Apa salahnya memasang foto Dewi di hp ku? Jika kamu marah, aku akan menggantinya. Finish! Aku mau ke ruang kepala sekolah, Ar."
Ingin sekali Arraz memukul wajah Willy, tapi ini kan area sekolah. Dia guru, Willy juga guru, ada banyak calon siswa dan para wali murid di sini. Akan menjadi urusan panjang jika Arraz melakukan hal itu tadi.
Sedang kesal-kesalnya, Arraz dibuat terkejut dengan bunyi ponsel yang berdering. Zea menelpon. Arraz buru-buru melesat ke lokasi Zea berada, sambil mengangkat panggilan telepon dari istri kecilnya.
"Mas, saya pulang sendiri aja ya? Uang dari mas masih. Biar saya naik Buraq aja."
Baru aja menyelesaikan ucapannya, Zea langsung tersenyum melihat kemunculan Arraz di depannya.
"Kita cari makan dulu ya. Kamu mau makan apa?" Tanya Arraz mengiring Zea menuju area parkir mobil.
"Makan nasi, mas." Jawab Zea cepat.
"Iya tau kalo makan nasi. Maksudnya pendampingnya nasi, Zea. Soto mau? Gulai? Rawon? Atau apa? Biar saya jelas ngarahin mobilnya ke mana.
"Oowh. Saya nasi pake mi instan juga doyan, mas. Kalo sama ibuk sering dibikin telur dadar. Sama sambel kecap. Telur satu dicampur tepung setengah kilo. Bisa dimakan seharian."
"Itu bukan telur dadar namanya, Zea. Telur tepung! Perasaan saya gaji ibu kamu nggak pelit-pelit amat, kenapa kamu cuma dikasih makan telur tepung goreng sama kecap?" Arraz sudah melupakan kekesalannya tadi ketika menemukan foto Dewi di ponsel Willy.
Zea cekikikan. "Kan waktu itu saya sama ibuk harus berhemat, mas. Ayah kan sering sakit. Sering dirawat di pukesmas. Petugas pukesmas kalo dikasih pasien pake kartu BPJS itu sering dijutekin. Makanya, meski mahal juga ibuk bayar pengobatan ayah pake uang pribadi. Bukan dari BPJS pemerintah."
Arraz menatap kasihan. Zea malah tersenyum manis sekali. "Nggak apa-apa, mas. Sekarang ayah saya kan udah tenang di alamnya. Nggak usah lihat saya kayak gitu."
Mereka masuk ke dalam mobil. Zea bercerita jika tadi sempat diajak kenalan sama calon siswa lain yang akan menjadi temannya di sekolah Tadinya Mesra. Begitu cerianya bocah itu seperti hidupnya nggak pernah ada beban. Beda banget sama Arraz yang menanggung banyak beban hidup.
"Zea. Saya mau tanya." Arraz bicara setelah Zea menyelesaikan ceritanya.
"Iya mas. Tanya aja. Tapi jangan susah susah tanyanya ya. Saya belum belajar soalnya. Hehehe."
"Ini bukan tentang pelajaran sekolah, Zea."
"Owh. Baik. Silahkan tanya, mas."
Arraz berdehem pelan. "Zea, jika teman kamu menjadikan foto saya sebagai wallpaper hp nya, apa yang akan kamu lakukan?"
"Foto mas jadi wallpaper hp teman saya? Teman saya yang mana mas? Soalnya teman saya kebanyakan laki-laki. Terus ngapain teman saya pakai foto mas jadi wallpaper? Kan tadi pagi mas bilang kalo kita bukan artis. Saya bukan. Mas juga bukan. Ya meskipun saya harus akui kalo mas itu ganteng. Dan saya juga cantik permanen. Tapi kita bukan artis yang fotonya dipakai orang lain buat wallpaper. Diusap-usap kalo mau pilih menu, diteken-teken kalo udah nemu menu pilihan."
"Lho, teman kamu laki-laki? Yang tadi kamu ceritain ngajakin kenalan dan mau berangkat ke sekolah bareng juga laki-laki?"
"I-iya mas. Kenapa?"
"Wah.. Waaaah.. Bisa-bisanya bocah satu ini tanya kenapa pake muka nggak bersalah kayak gini." Arraz geleng-geleng kepala sambil melihat ke sisi luar mobil.
"Bersalah? Salah saya apa, mas? Karena foto mas dipakai teman saya jadi wallpaper ya? Ya udah, nanti saya tanyain teman saya satu-satu biar ngaku siapa yang iseng jadiin foto mas wallpaper. Nanti saya marahin."
Arraz menjedotkan kepalanya di stir mobi beberapa kali. Udah deh Arraz memilih nggak lanjutin pembahasan wallpaper wallpaper hape lagi.. Emang bocah di sampingnya ini belum bisa diajak curhat tentang yang beginian kayaknya.
suwun Thor adegan kokop2annya 🙊🏃🏃
maaf aku yg polos ini bertanya dengan nada dering selembut2nya.. tolong dijawab, jangan dijokiin😐
ora mangan nongko keno pulute awakmu arr kuapokkkkk