kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tatapan pertama
Zelena membuka tirai jendelanya dan menatap ke arah taman belakang. Di sana, ayahnya sedang berbincang santai dengan Arman. Entah mengapa, tatapan mata Zelena terlihat berbeda. Ada ketertarikan yang tak biasa saat pandangannya tertuju pada sosok Arman.
Namun, semua tatapan penuh kekaguman itu buyar seketika saat terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.
Itu adalah Leon.
Sesuai kesepakatan sebelumnya, semua tugas Arman untuk menjaga Zelena telah diserahkan kepada Leon, sebagai bentuk kompensasi agar Leon mendapatkan waktu lebih dekat dengan gadis itu.
"Ini sarapan pagimu. Aku juga sudah menyiapkan mobil untuk mengantar ke sekolah," ucap Leon sambil meletakkan nampan berisi segelas susu dan roti di meja kamarnya.
Zelena menoleh, menatap pria yang baru ia lihat kemarin. Ia merasa ada yang aneh. Biasanya, ayahnya tidak sembarangan memberikan tugas menjaga dirinya kepada orang yang baru dikenal.
"Kamu?" ucapnya dengan nada tajam. "Apakah kita sudah sedekat itu sampai-sampai kamu memanggilku 'kamu'?"
Leon melangkah lebih dekat, menatap Zelena intens. "Lalu harus aku panggil apa? Lu-gua? Atau… sayang?"
Zelena menegang. Sorot matanya menunjukkan ketidaknyamanan. Ia berbalik, berjalan menjauh.
"Keluar dari kamarku. Sopan sedikit jadi orang!" ucapnya, lalu masuk ke kamar mandi untuk bersiap ke sekolah.
Saat Leon melangkah ke ambang pintu dan hendak meninggalkan kamar itu, ia tersenyum tipis.
"Misi pertamaku adalah membuat dia jatuh cinta padaku. Lalu... aku akan membalaskan dendam ayah melalui dirinya."
*
*
*
Di ruang kerja, Kenzo bersiap berangkat ke kantor. Namun, sebuah kabar buruk dari bisnis keluarga yang berada di luar kota membuatnya menghentikan langkah. Ia segera menemui ayahnya.
"Ayah, apakah ayah sudah mengetahui kabar ini?" tanya Kenzo sambil menyerahkan iPad kepada Ahmad.
Ahmad yang tengah merapikan dasinya hanya melirik sekilas. "Ya, ayah sudah tahu. Ayah akan berangkat ke lokasi bersama Arman. Kau tetap di sini, urus yang perlu diurus. Dan satu lagi aga Zelena, jangan ribut karena hal-hal kecil "
" iya ayah, tapi kadang Zelena yang gak mau dengar apa yang aku bilang " Kenzo duduk di tepi tempat tidur Ahmad,
" kau harus bersikap baik pada nya, dia akan segera pindah rumah, mau tidak mau, dia akan menikah sebentar lagi " Ahmad merapikan pakaian nya di depan cermin
Kenzo tampak bingung. "Ayah pergi bersama Arman? Lalu siapa yang menjaga Zelena? Memang ada aku, tapi biasanya Arman yang bertanggung jawab soal itu."karena sejak tadi, Ahmad bersiap-siap sendirian, dan tidak tahu ajudan mana yang akan ia bawa bersama nya,
Ahmad menepuk pundak putranya dan tersenyum. "Semua tugas Arman yang berkaitan dengan Zelena sudah ayah limpahkan ke Leon. Kau tentu tahu alasan di balik itu semua kan? makin cepat mereka beradaptasi, makin lancar rencana kita "
" Tapi ayah keputusan untuk menikahkan mereka, apakah itu sudah bulat? Zelena masih dibawah umur ayah " Kenzo tampak keberatan
" Publik tidak perlu tau mereka akan menikah, hanya keluarga dan beberapa rekan bisnis saja " ucap Ahmad santai,
" baiklah ayah, jika memang sudah bulat, maka aku tidak bisa apa-apa " Kenzo tampak putus asa
Ahmad meninggalkan ruang kerja dan berjalan menuju ruang makan.
*
*
*
Zelena turun dari lantai atas. Penampilannya rapi dan cantik seperti biasa, mengenakan seragam sekolah dengan rambut disisir rapi dan pita kecil di kepalanya.
"Zelena, ke sini sebentar," panggil Ahmad dari meja makan.
Zelena segera mendekat. "Ya, Ayah, ada apa?"
Ahmad menatap luka di lengan dan lutut putrinya yang tampak cukup parah, namun Zelena terlihat seolah tak merasakannya.
"Apakah kamu yakin bisa sekolah hari ini? Tidak ingin istirahat dulu di rumah?"
Zelena tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, Ayah. Aku ingin tetap sekolah. Tapi… Ayah, kenapa rapi sekali? Ayah mau ke mana?"
"Ke luar kota, ada urusan kantor. Kamu di rumah baik-baik saja bersama Kenzo."
Mendengar itu, mata Zelena tampak berbinar. Biasanya, kalau ayahnya pergi, ajudannya Arman, tidak akan ikut, dan itu artinya ia bisa lebih leluasa, ia bisa keluar atau bermain dengan teman-teman nya, tetapi Arman akan ikut dengan nya, Zelena jadi punya banyak waktu bersama Arman
"Siap, Ayah. Ayah pergi dengan siapa?" suara Zelena lantam, seolah dia sangat siap ditinggal oleh ayah nya, karena ia pikir Arman akan tinggal juga,
Ahmad tersenyum, seperti tahu maksud pertanyaan itu. "Ayah pergi bersama Arman dan beberapa karyawan kantor lainnya."
Seketika, rona wajah Zelena berubah. Ia menoleh dan melihat Arman berdiri tak jauh dari meja makan. Tatapannya menjadi sendu.
Tiba-tiba…
"Zelena, mobilnya sudah siap. Kenapa lama sekali?" suara Leon terdengar dari arah pintu depan.
Leon memperhatikan Zelena yang menatap Arman dengan sorot mata yang sulit diartikan. Namun, dari situ ia mulai memahami: ada sesuatu dalam hati gadis itu terhadap Arman.
Tanpa banyak bicara, Leon meraih tangan Zelena dan menariknya keluar rumah menuju mobil. Tak ada satu pun orang yang melihat kejadian itu semua sibuk dengan urusan masing-masing.
Di depan pintu rumah, Zelena hanya terdiam. Ia tidak percaya Arman akan ikut pergi bersama ayahnya. Ada kekecewaan yang tak mampu disembunyikan.
"Ayo berangkat," ucap Leon datar.
Zelena menatap Leon. "Kenapa bukan kamu yang ikut Ayah? Bukankah kamu yang baru di rumah ini? Seharusnya kamu yang pergi, bukan Arman."
Leon, menyodorkan tisu. Air mata mulai mengalir di pipi Zelena.
"Karena tugasku sekarang adalah menjaga Anda. Sekarang mau berangkat atau tidak?"
" kasar sekali, mana ada ajudan ngomong kayak gitu, nanti gak di gaji baru tau rasa "
" saya tidak perlu gaji, sekarang anda mau sekolah atau saya yang sekolah? " menatap Zelena dengan tatapan tajam seolah ingin menerkam nya
Tanpa sepatah kata pun, Zelena masuk ke dalam mobil dan duduk dengan diam. Sepanjang perjalanan, ia hanya menangis dalam diam, Leon sesekali mengintipnya dari kaca spion, melihat bola mata indah itu mengeluarkan air mata, dan bulu mata nya menjadi basah, namun kecantikan Zelena tidak luntur sama sekali,
*
*
*
Sesampainya di sekolah, dua orang sahabatnya, Amira dan Tama, sudah menunggunya.
"Zelena, kamu kenapa?" tanya Tama cemas. Ia memang sudah lama menyimpan rasa kepada Zelena, meskipun gadis itu tak pernah menanggapinya. Sementara, Amira teman mereka yang lain, diam-diam jatuh cinta pada Tama.
" Harus Zelena terus? Padahal ada aku disini " ucap Amira didalam hati nya, karena cemburu melihat tama yang sangat perhatian kepada Zelena
Zelena tak menjawab. Ia hanya menunduk dan berjalan masuk ke gedung sekolah, menyembunyikan kesedihannya.
Dari dalam mobil, Leon memperhatikan sosok gadis itu menjauh, dengan ekspresi yang sulit dijelaskan di wajahnya.
Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,
salam hangat author,
Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26