Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu Cemburu?
Rumah Diana terasa hening saat itu, tiba-tiba pintu terbuka kasar. Januar masuk dengan wajah merah padam dan napas memburu, aura kemarahan begitu kentara mengelilinginya. Ia melempar kunci motor ke meja dengan keras, menciptakan suara dentuman yang mengejutkan.
Diana yang sedang menonton televisi di ruang keluarga, langsung menoleh. Ia mengerutkan kening melihat kondisi putranya. "Ada apa ini, Jan? Kenapa kamu pulang-pulang sudah marah begitu?" tanyanya, nada suaranya sedikit jengkel.
Januar mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Saya melihat Novia bersama laki-laki lain!" Suaranya bergetar menahan amarah yang meluap.
Mata Diana membelalak. "Apa?! Laki-laki lain?! Siapa dia?! Berani-beraninya dia!" Ia bangkit dari sofa, mendekati Januar dengan rasa penasaran yang besar, bercampur amarah. "Di mana kamu melihatnya? Apa yang mereka lakukan?"
Di kafe dekat kantor, Bu! Mereka berdua duduk berdekatan, tertawa-tawa!" Januar menceritakan kejadian itu dengan nada tinggi. "Saya labrak mereka, Bu! Saya tidak terima! Mereka belum resmi cerai, Bu! Belum resmi cerai secara negara!"
Januar berjalan mondar-mandir di ruang tamu, emosinya masih membara. "Siapa laki-laki itu, Jan? Kamu kenal?" desak Diana.
"Tidak tahu, Bu! Tapi dia sok pahlawan, membela Novia habis-habisan!" jawab Januar, wajahnya menunjukkan rasa cemburu yang jelas. "Saya sudah bilang dia tidak berhak ikut campur, tapi dia tetap saja membela Novia!"
Diana mengamati putranya yang gelisah. Ia melihat sorot mata Januar yang penuh kecemburuan dan kemarahan, yang sebenarnya lebih mirip dengan rasa sakit karena dikhianati. Sebuah senyum tipis, namun penuh sindiran, muncul di bibir Diana.
"Cih! Begitu saja marah!" Diana menyilangkan tangannya di dada. "Kamu ini ya, Jan. Sudah jelas-jelas kamu menceraikannya, sudah punya Karina yang jauh lebih segalanya, tapi kamu masih saja cemburu buta begitu!"
Januar terdiam, menatap ibunya. "Bukan cemburu, Bu! Tapi ini soal harga diri! Dia itu masih istri saya di mata hukum!"
"Alah, alasan saja! Bohong kamu!" potong Diana, nadanya mengejek. "Aku tahu betul anakku ini! Kamu itu masih cinta pada Novia, kan?! Makanya kamu marah besar begitu! Mengaku saja!"
Tuduhan Diana bagaikan tamparan bagi Januar. Ia merasa tertangkap basah. Selama ini ia mati-matian menipu dirinya sendiri bahwa ia tidak lagi memiliki perasaan pada Novia. Namun, melihat Novia bersama pria lain, semua rasa cemburu dan sakit hati itu meledak. Ia tidak bisa menyembunyikannya dari ibunya.
Januar menunduk, tak mampu menjawab tudingan Diana. Keheningannya adalah jawaban paling jujur. Diana tersenyum sinis.
"Sudahlah, Jan. Lupakan saja perempuan itu. Dia sudah tidak ada apa-apanya lagi. Kamu punya Karina sekarang," kata Diana, mencoba meredakan kemarahan Januar, sekaligus mengingatkannya pada prioritas yang ia inginkan. "Jangan buang-buang tenagamu untuk Novia yang tidak berguna itu."
****
Pagi itu, rumah Tarman dan Suryani terasa tenang. Mereka berdua sedang menikmati teh di teras, berusaha melupakan segala drama yang menimpa putri mereka, Novia. Namun, ketenangan itu mendadak terusik oleh sebuah mobil mewah yang berhenti di depan rumah mereka. Pintu terbuka, dan turunlah Diana, mantan besan mereka, dengan wajah penuh kesombongan dan amarah yang entah datang dari mana.
Tarman dan Suryani saling pandang, terkejut dengan kedatangan Diana yang tak diundang. Suryani mengerutkan kening. "Ada apa ini? Tumben sekali Bu Diana kemari?" bisiknya pada Tarman.
Tanpa aba-aba atau salam, Diana langsung melangkah cepat ke arah teras. Matanya menatap Suryani dengan tajam, penuh penghinaan.
"Heh, Suryani! Kamu ini ya, punya anak kok tidak tahu malu sekali!" sembur Diana, suaranya melengking tinggi, memecah keheningan pagi. "Sudah jadi janda cerai, kelakuannya makin menjadi-jadi!"
Suryani sontak bangkit dari kursinya. "Ada apa lagi ini, Bu Diana? Pagi-pagi sudah datang membuat keributan!" Ia tak terima putrinya langsung dihina begitu.
"Keributan apanya?! Memang benar, kan?!" Diana melipat tangannya di dada, wajahnya congkak. "Anakmu itu wanita amoral! Belum juga resmi cerai dengan Januar secara negara, sudah berani dekat dengan laki-laki lain! Main serong di kafe, di sekolah!"
Darah Suryani mendidih mendengar tuduhan itu. "Jaga mulutmu, Diana! Anak saya itu tidak seperti yang kamu tuduhkan! Dia hanya ditolong, bukan main serong!"
"Ditolong apanya?! Sudah jelas-jelas keluyuran berduaan! Sama laki-laki yang sama yang menjemputnya di sekolah!" Diana terus menghujani dengan tuduhan. "Sudah dipecat dari sekolah karena kelakuan bejatnya, masih saja berani pamer sana-sini! Menjijikkan!"
Adu mulut heboh pun tak terhindarkan. Suryani tak bisa lagi menahan emosinya. Ia maju selangkah, menantang Diana.
"Kamu itu yang menjijikkan! Mulutmu itu busuk, Diana!" teriak Suryani, suaranya bergetar. "Sudah cukup kamu menghina anak saya! Dia itu sedang terpuruk! Apa kamu tidak punya hati nurani?!"
"Hati nurani apa?! Memang kenyataan kok!" balas Diana, tak kalah sengit. "Anakmu itu sudah mandul, tidak berguna, dan sekarang tukang selingkuh! Dia itu memang pantas mendapatkan semua ini!"
Tarman, yang tadinya hanya diam, kini bangkit. "Bu Diana, tolong jangan membuat keributan di rumah kami! Kalau mau bicara, silakan bicara baik-baik!"
Namun, Diana tak peduli. Ia terus mencerca Novia, membuat Suryani semakin marah. "Pokoknya, anakmu itu sudah tidak ada harganya lagi! Januari juga sudah kapok punya istri seperti dia! Dia sudah bahagia dengan Karina, menantu saya yang sempurna! Yang bisa memberi saya cucu! Bukan janda mandul yang tidak tahu malu ini!"
****
Suasana di depan rumah Tarman dan Suryani memang sempat mereda setelah kepergian Diana, mantan besan mereka yang penuh kesombongan. Suryani masih terengah-engah, amarah membuncah di dadanya akibat semua hinaan dan fitnah yang dilontarkan. Tarman berusaha menenangkan istrinya, namun hati Suryani masih panas.
Belum sempat mereka menarik napas lega, sesosok bayangan familiar tiba-tiba muncul dari ujung gang. Itu adalah Bu Resti, tetangga julid yang selalu punya 'stok' gosip terbaru. Ia berjalan mendekat dengan senyum sinis di bibirnya, seolah tahu ada 'pertunjukan' baru yang akan dimulai.
"Wah, wah... sepertinya ada drama lagi, ya, Bu Suryani?" sindir Bu Resti, matanya melirik tajam ke arah Suryani. "Sudah dapat ceramah dari mantan besanmu, ya? Rasakan!"
Darah Suryani kembali mendidih. Ia tak habis pikir dengan Bu Resti yang seolah tak pernah puas melihat orang lain menderita. "Kamu ini kenapa lagi, Bu Resti?! Tidak ada habisnya kamu mengganggu saya dan anak saya!" teriak Suryani, melangkah maju, siap untuk adu mulut lagi.
"Mengganggu bagaimana? Saya kan cuma bicara kenyataan!" balas Bu Resti, tak mau kalah. "Memang benar kok anakmu itu, si Novia, kelakuannya tidak tahu malu! Janda genit!"
****
Di tengah riuhnya pertengkaran itu, sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan rumah Suryani. Novia baru saja tiba, diantar oleh Kenzi. Tadi mereka tak sengaja bertemu di jalan depan kompleks saat Kenzi ingin memastikan keadaan Novia setelah kejadian di sekolah. Kenzi melihat Novia yang berjalan sendirian dengan wajah lesu, jadi ia menawarkan tumpangan.
Begitu Novia turun dari mobil Kenzi, mata Bu Resti langsung membelalak. Senyum sinisnya berubah menjadi seringai penuh kemenangan. Ini adalah bahan bakar baru untuk fitnahnya!
"Lihat itu, Ibu-ibu! Lihat sendiri!" teriak Bu Resti lantang, menunjuk ke arah Novia dan Kenzi dengan jari telunjuknya. "Baru juga ribut-ribut soal dia, eh, orangnya langsung datang dengan simpanannya! Dasar perempuan tidak punya malu! Sudah diceraikan suami, keluyuran dengan laki-laki lain! Wanita amoral!"
Teriakan Bu Resti membuat Novia dan Kenzi terkejut. Novia menunduk malu, ia merasa seluruh dunia runtuh menimpanya. Ia tak pernah menyangka keputusannya untuk menerima tumpangan Kenzi akan berakibat fatal seperti ini.
Suryani yang melihat putrinya dihina terang-terangan di depan matanya, langsung meledak. "Bu Resti! Kamu ini iblis! Kamu itu penyebar fitnah!" teriak Suryani, berusaha menerjang Bu Resti, namun Tarman segera menahannya.
"Sudah! Sudah, Bu! Jangan diperkeruh!" seru Tarman, berusaha memisahkan istrinya dari Bu Resti.
Bu Resti tak peduli. Ia makin menjadi-jadi menyebar berita bohong. "Ini bukti nyata, Ibu-ibu! Si Novia ini memang tukang selingkuh! Dia itu sudah tidak punya harga diri! Pantas saja dia mandul! Itu balasan dari Tuhan atas dosa-dosanya!"