NovelToon NovelToon
Bidadari Pilihan Zayn

Bidadari Pilihan Zayn

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Hania

“Le, coba pikirkan sekali lagi.”

“Aku sudah mantap, Umi.”

Umi Shofia menghela nafas berkali-kali. Dia tak habis pikir dengan pilihan Zayn. Banyak santri yang baik, berakhlak, dan memiliki pengetahuan agama cukup. Tetapi mengapa justru yang dipilihnya Zara. Seorang gadis yang hobinya main tenis di sebelah pondok pesantren.

Pakaiannya terbuka. Belum lagi adabnya, membuatnya geleng-geleng kepala. Pernah sekali bola tenisnya masuk ke pesantren. Ia langsung lompat pagar. Bukannya permisi, dia malah berkata-kata yang tidak-tidak.Mengambil bolanya dengan santai tanpa peduli akan sekitar. Untung saja masuk di pondok putri.

Lha, kalau jatuhnya di pondok putra, bisa membuat santrinya bubar. Entah lari mendekat atau lari menghindar.

Bagaimana cara Zayn merayu uminya agar bisa menerima Zara sebagaimana adanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Makan di Kamar

Zara benar-benar berusaha keras untuk segera menuntaskan tugas hafalannya hari ini. Tak ada waktu untuk bersantai-santai. Begitu selesai melaksanakan salat subuh, dia melanjutkannya kembali.

Hangatnya sinar mentari yang menyeruak ke dalam kamarnya, melalui sela-sela jendela, tidaklah mengusik ketenangannya dalam menghafal Alquran.

Dia tetap duduk manis di depan meja, dengan bibir yang tak berhenti mengucapkan ayat-ayat Alquran.

Se begitu seriusnya dia untuk menyelesaikan tugas. Sehingga dia hampir-hampir tak peduli  dengan dirinya sendiri.

Jarum jam sudah menunjukkan di angka 6.30, dia belum beranjak dari tempatnya. Bahkan dia lupa, kalau sudah waktunya sarapan..

Zayn yang sudah kembali dari inspeksi rutin ke restorannya, dibuat terkejut dengan keadaan Zara yang masih tetap sama. Seperti saat dia meninggalkannya.

Dia bangga tapi juga sedih. Istrinya harus menderita karena keegoisan dirinya dan juga Umi Shofia.

“Neng sarapan yuk!” ajak Zayn.

“Tanggung, Aa Gus. Kurang sedikit lagi selesai. Lagian aku juga  belum lapar, Aa Gus,”

“Oooo...ya sudah,” gumam Zayn dengan kecewa.

Zayn tak berani mengusiknya lagi. Hanya saja Zayn sudah lapar. Dia ingin sarapan. Penghuni yang ada di perutnya sudah berdangdut ria untuk segera mendapatkan saweran yang mengenyangkan.

Dia pun pergi menuju ke meja makan sendirian.

Di sana, ia mendapati Umi Shofia dan Abah Munif sedang menikmati sarapan. Dia merasa senang. Hanya saja dia sedih, mengapa mereka tidak menunggu dirinya dan Zara.

Memang tak ada aturan khusus, kalau makan harus menunggu lengkap semuanya. Siapa yang lapar, boleh makan. Asalkan masih ada makanan di meja makan.

“Mana istrimu?” tanya Umi Shofia tanpa menoleh. Dia sangat menikmati apa yang ada di piringnya.

“Hafalan,” jawab Zen dengan malas dan wajah dilipat. Dia merasa tersisihkan dan ditinggalkan.

“Oh...” gumam Umi Sofia sebentar. Lalu dia melanjutkan makannya. Dia seolah tak peduli dengan apa yang dirasakan oleh Zain saat ini.

Tanpa banyak bicara, Zayn segera mengambil piring lalu menyendok nasi dari bakul kecil yang ada di hadapannya. Tak lupa pula, ia mengambil lauk pauk untuk dua porsi.

Serasa cukup, dia pun pergi begitu saja. Meninggalkan umi Shofia dan Abah Munif begitu saja.

“Loh, Zayn mau kamu bawa ke mana makanan itu?” tanya kyai  Munif.

“Aku mau makan di kamar, Bah. bersama Zara.”

“Kenapa kamu tidak mengajaknya sarapan bareng-bareng kita?”

Zayn membuang nafasnya dengan kasar.

"Tidak, Bah. Zara masih ...."

Belum juga Zayn selesai menjawab, Umi Sofia sudah terlebih dahulu menyahuti.

“Sudah pergilah. Antarkan segera. Tapi nggak perlu menemaninya makan. Apalagi sampai suap-suapan,” kata Umi Shofia dengan singkat, padat, dan tegas.

Glekk...Zayn membelalakkan mata. Tak sangka Umi Shofia akan bersikap kejam pada dirinya dan Zara. Hati yang sesaat telah kesal, kini makin kesal.

“Bune, jangan keras-keras amat sama Zayn dan istrinya. Kasihan mereka,” kata Kyai Munif.

“Pakne nggak tahu saja maksudku. Ini kan demi kebaikan mereka berdua,” kata Umi Sofia membela diri.

Bisa-bisanya Umi Shofia berkata seperti itu. Ini demi kebaikan mereka. Tidak, ini sebuah siksaan. Tapi apa boleh buat. Janji adalah janji. Mengingkarinya berarti pelanggaran yang tentu punya konsekuensi di kemudian hari.

Sabar...sabar. Zayn mencoba membuka mata hatinya lebar-lebar. Agar bisa menampung semua ketabahan dan kesabaran. Dan kuat menghadapi cobaan yang belum pernah dia prediksi. Dikira ringan ternyata berat juga.

Kalau ini sudah permintaan Umi Sofia Ia tak bisa berbuat apa-apa. Abah Munif saja takluk apalagi dirinya.

Ambil hikmahnya saja. Mungkin ada maksud tersembunyi yang saat ini belum ia mengerti.

“Ya, Umi. Tapi kalau Zara nggak mau makan. Terpaksa aku suapi. Dosa kan membiarkan istri kelaparan. Bilang saja kalau Umi cemburu.”  Zayn mencoba berkelit selagus bercanda. Setidaknya bisa mengalihkan suasana hatinya yang galau dan merana.

“Zayyynnnn...” kata Umi Shofia dengan mata melotot.  Dia berdiri dan akan melemparkan sebungkus tisu kepada Zayn.

Zayn cepat-cepat  berlari, sebelum benda itu benar-benar melayang mengenai dirinya.

Dan yang penting dia harus segera menghilang, meninggalkan ruang makan. Bisa-bisa nanti Umi Shofia semakin berang.

“Bune, husss... duduk” tegur kyai Munif. Dia tak mau peperangan antara dua orang yang se frekuensi ini makin meningkat.

Umi Shofia segera duduk dan melanjutkan makannya tanpa lagi berkata-kata. Kini mereka bisa menikmati sarapan dengan tenang.

Sebenarnya Umi Sofia merasa tidak enak juga kepada Zayn dan Zara. Tapi dia sudah bertekad tidak akan mengizinkan Zara makan bersama mereka, sebelum Zara dapat menyelesaikan tugasnya.

Malu gitu loh, masa menantu Bu nyai tidak punya hafalan. Hehehe....

Sementara itu, Zara telah selesai  dengan tugasnya. Dia tengah bersiap-siap untuk membersihkan diri. Bukankah hari ini, dia punya jadwal latihan tenis, persiapan pertandingan yang akan diadakan bulan depan.

Namun langkahnya terhenti saat melihat Zayn membawakan sarapan untuknya. Sontak membangunkan cacing-cacing yang ada di perutnya.

“Massaallah Aa Gus. Aku jadi laper deh.”

“Ya sudah, Neng, Kita sarapan, yuk!” ajak Zayn.

Zara segera meletakkan handuknya. Dia pun mengikuti Zayn yang membawa sepiring besar yang penuh dengan hidangan yang menggugah selera.

Zara segera duduk dan memanjatkan doa sebelum makan.

“Allahumma bariklana fima rozaktana wakina adzabannar.”

“Aku makan ya, Aa Gus.”

“He...eh.” Zayn mengangguk dan tersenyum. Ada rona kebahagiaan yang terpancar di raut wajahnya.

Zara segera menikmati apa yang dibawa Zayn untuknya. Untung saja, Zayn tidak lupa. membawa sendok.  Sehingga dia langsung bisa menikmati hidangan itu, tanpa perlu cuci tangan lagi.

“Hm... Kok enak banget, Aa Gus.”

“Iyalah, Aa yang bikin,” kata Zayn dengan bangganya. Sekali-kali menyombongkan diri di depan istri, boleh lah.

“Wah... Tubuh Neng bisa jadi gendut, kalau disuguhi makanan seperti ini terus.”

“Nggak apa-apa. Itu tandanya kamu makmur. Daripada Neng kurus kering, nanti dikira aku suami yang kejam. Membiarkan istrinya kelaparan. Apa kata ayah bundamu nanti.”

“Apakah Aa Gus tidak malu kalau Neng  gemuk,” tanya Zara.

“Tidak. Neng kan istri Aa. Apa yang ada dalam diri Neng pasti Aa suka,” kata Zayn dengan senyum yang penuh rahasia.

“Yeah...ngegombal,” seru Zara.

“nggak apa-apa. Biar istri senang. Kalau istri senang, aku akan mendapat pahala,” sahut Zayn.

“Maunya.”

“Hehehe...”

Zara melanjutkan makan dalam diam. Dia ingin menikmati makanan ini dengan baik. Merasakan bumbu-bumbunya, lembut kerasnya dan lain sebagainya.

Zara tak ingin diganggu. Membuat Zayn sebel. Dia mencari cara agar bisa mengganggunya. Oh ya...

“Ayo makan!...ak...ak...” Zayn ingin menyuapinya. Sekedar mengulangi apa yang mereka lakukan kemarin siang. Soalnya seru banget. Hehehe....

Zara menyambutnya dengan baik. Dan dia balik menyuapi Zayn.

Kali ini Zara merasa lebih aman. Ada sendok yang mewakili tangannya. Sudah dapat dipastikan, gigi Zayn akan sakit bila menggigitnya.

Tak berapa lama, hidangan pun kandas. Piring itu terlihat bersih, tak ada sebutir nasi pun yang tersisa.

Zara akan membawa piring itu ke dapur namun dicegah olah Zayn.

“Biar Aa saja yang mengembalikan Kamu siap-siap deh, nanti terlambat.”

Belum saatnya Zara bertemu dengan uminya. Dia khawatir, uminya akan merecokinya dengan tugas lagi.

“Terima kasih Aa Gus.”

“Oh ya Aa Gus. Neng nanti pakai baju apa?” tanya Zahra begitu akan masuk ke kamar mandi.

“Tuh, ada di atas tempat tidur. Maaf ya, sementara ini pakai Training Khadijah dulu. Soalnya baru nanti siang rocella yang Aa pesan, datang.”

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Rian Moontero
mampiiiir🖐🤩🤸🤸
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat dan nggak ada drama'' poligami.a ya Thor
hania: Beres kakak 😍
total 1 replies
hania
terimakasih kakak
❤️⃟Wᵃfℛᵉˣиᴀບͤғͫᴀͣⳑ🏴‍☠️ꪻ꛰͜⃟ዛ༉
bagus ceritanya seru kayaknya lanjut kak
hania: ok kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!