Winda Hapsari, seorang wanita cantik dan sukses, menjalin hubungan kasih dengan Johan Aditama selama dua tahun.
Sore itu, niatnya untuk memberikan kejutan pada Johan berubah menjadi hancur lebur saat ia memergoki Johan dan Revi berselingkuh di rumah kontrakan teman Johan.
Kejadian tersebut membuka mata Winda akan kepalsuan hubungannya dengan Johan dan Revi yang ternyata selama ini memanfaatkan kebaikannya.
Hancur dan patah hati, Winda bersumpah untuk bangkit dan tidak akan membiarkan pengkhianatan itu menghancurkannya.
Ternyata, takdir berpihak padanya. Ia bertemu dengan seorang laki-laki yang menawarkan pernikahan. Seorang pria yang selama ini tak pernah ia kenal, yang ternyata adalah kakak tiri Johan menawarkan bantuan untuknya membalas dendam.
Pernikahan ini bukan hanya membawa cinta dan kebahagiaan baru dalam hidupnya, tetapi juga menjadi medan pertarungan Winda.
Mampukah Winda meninggalkan luka masa lalunya dan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
“Sayangnya Anda salah. Saya bahkan tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk pesta ini. Menantu saya lah yang menyiapkan semuanya.” Tuan Kusuma menjawab dengan santai
“Apa? Mana mungkin?” Gunawan Aditama terbelalak tak percaya. Ia menatap ke arah Ardan dan Tuan Kusuma bergantian. Sejenak kemudian pria tua itu terkekeh. “Ada bisa saja melucu. Yaa,,, Saya maklum, Anda pasti ingin melindungi menantu anda dari rasa malu. Anda sungguh murah hati.”
“Saya tidak mengerti apa maksud Anda, Tuan Aditama. Padahal saya mengatakan yang sebenarnya.”
“Baiklah, baiklah, anggap saja begitu. Tetapi jika benar demikian, justru Anda harus lebih berhati-hati. Mungkin saja anak itu mencari pinjaman cukup besar untuk semua ini, jangan sampai di kemudian hari akan ada debt kolektor yang mendatangi Anda untuk menagih hutang.”
Tuan Kusuma berkali-kali menggelengkan kepalanya untuk menahan kesabaran agar tetap terjaga. Dia tak ingin terbawa emosi dan merusak suasana acara pernikahan putrinya.
“Terima kasih atas peringatan Anda. Silakan nikmati pestanya.”
Gunawan meninggalkan panggung dengan tangan terkepal. Ia tahu tuan Kusuma mengusirnya dengan cara halus.
Tuan kusuma menggelengkan kepala. Nampaknya Tuan Aditama tidak tahu kalau anak tiri yang dulu dia usir dengan kejam, kini telah menjelma menjadi pengusaha sukses. Tuan Kusuma telah mengetahui tentang masa lalu buruk antara Ardan dan Gunawan dari detektif Kenz. Semua. Tak ada yang terlewatkan. Tentang semua milik Aditama yang ternyata hasil rampasan dari nyonya Urmila, mamanya Ardan. Tentang hubungan Winda dengan Johan Aditama di masa lalu, dan juga tentang pengkhianatan Johan.
***
Revi tidak pergi dari rumah Winda setelah hari pernikahan. Memanfaatkan kebaikan Nyonya Karina, ia masih ingin menginap di rumah mewah itu. Dia bersikap semanis mungkin pada Winda untuk menarik perhatian nyonya Karina. Dan yang utama, perhatian Ardan. Dengan percaya diri Ia menganggap, jika Johan saja bisa ia rebut maka Ardan juga bisa.
Winda memutar bola matanya malas melihat tingkah mantan sahabatnya itu. Ya, baginya hanya mantan, karena ia tak ingin memiliki sahabat seorang penghianat. Tapi Winda masih ingin melihat sejauh mana Revi mampu berpura-pura.
Suasana makan malam terasa canggung karena kehadiran Revi. Dengan senyum manis yang dibuat-buat, ia menyisihkan segelas jus untuk Winda. Winda menerimanya tanpa curiga. Namun, tanpa ia sadari, Revi memasukkan serbuk halus ke dalam gelas jus itu.
Beberapa saat kemudian, Winda merasakan gatal pada tangan dan lehernya. “Emm, aku mau ke kamar sebentar.” tanpa menunggu jawaban Winda segera berlari kecil menuju kamarnya yang ada di lantai atas. Sesampai di kamar Winda memeriksa lengannya dan ia mendapati beberapa ruam merah di sana. Begitupun saat ia memperhatikan lehernya lewat pantulan cermin.
Winda mengerutkan kening. “Ini alergi apa? Seingatku aku tidak mengkonsumsi apapun yang memicu alergi.”
Winda segera mengambil obat anti alergi yang selalu tersimpan di laci meja riasnya. Ia meneguk obat itu, berharap bisa segera menghilangkan alergi pada tubuhnya.
Duduk diam sambil menatap cermin, mengetuk-ngetuk meja rias menggunakan ujung jarinya. Ingatannya melayang pada jus yang diberikan Revi. Seketika, sebuah kecurigaan menjalar di hatinya.
“Ini pasti rencana jahat Revi?” pikir Winda. “Trik murahan seperti ini terlalu kentara. Kapan dia bisa pintar sedikit?” Winda tersenyum remeh.
“Obat penawar ini baru akan bekerja setelah setengah jam. Coba kulihat rencana apa lagi yang akan dilakukan oleh Revi.” Winda segera bangkit lalu melangkah keluar kamar.
Kembali ke meja makan, Revi dengan santainya bertanya, "Winda, kamu kenapa? Wajahmu pucat."
"Tidak apa-apa. Aku hanya merasa sedikit gatal," jawab Winda, berusaha menjaga ketenangannya. Ia mengamati Revi dan perubahan raut wajahnya.
Revi berdiri, berpura-pura khawatir. Segera ia mendekati Winda, lalu dengan gerakan cepat, ia meraih tangan Winda yang tertutup lengan panjang kaosnya. "Gatalnya di mana? Biarkan aku lihat."
Dengan paksa, Revi menarik lengan kaos Winda. Melihat ruam merah itu, Revi berpura-pura terkejut. "Astaga, Winda! Ini... ini gejala sifilis!" suaranya dibuat-buat panik. Ia menatap Ardan dengan tatapan penuh arti.
“Apa?” Tuan Raditya dan Nyonya Karina terpekik bersamaan. Hanya Ardan yang tetap terlihat tenang. Pria itu hanya tampak mengerutkan kening.
Revi tersenyum penuh kemenangan, merasa rencananya berjalan sesuai keinginannya. Ia berhasil menaburkan benih keraguan di hati Ardan.
Winda menahan amarahnya. Ia tahu ini pasti rencana licik Revi untuk menghancurkan kebahagiaannya. Ia mulai bisa meraba, Revi pasti ingin mengambil Ardan darinya sama seperti yang ia lakukan pada Johan.
Winda menopang wajahnya, menatap Revi dengan tenang, senyum tipis mengembang di bibirnya. “Sifilis? Apa itu sifilis?”
“Ya ampun Winda. Masa iya kamu tidak tahu. Sifilis itu gejalanya persis seperti ini ruam-ruam merah pada kulit. Dan sifilis hanya bisa terjadi jika kamu…” Revi menggantung ucapannya. Wanita itu malah menatap ke arah Ardan.
“Rupanya aku terlalu baik hati padamu selama ini!” Tuan Kusuma menatap Revi dengan tatapan tajam dan rahang mengeras.
“Tapi Om. Aku hanya menyampaikan kebenaran.” Revi menatap sendu ke arah Tuan Kusuma dan berpura-pura merasa bersalah.
Tuan Kusuma ingin berteriak tetapi ia melihat sorot mata Winda yang seolah memberinya isyarat untuk diam.
Winda masih menopang wajah sambil menatap Revi. "Dari mana kamu tahu? Sepertinya kamu begitu paham dengan penyakit ini?" Suaranya datar namun tajam.
Revi tergagap. Pertanyaan Winda menusuk tepat sasaran. Sekarang bagaimana ia menjelaskan. Mana mungkin ia mengaku bahwa dirinya sendiri pernah menderita penyakit itu, aib yang selama ini ia sembunyikan dengan susah payah.
"A-aku... aku pernah membaca tentangnya," jawab Revi terbata-bata. Tanpa sadar keringat dingin mulai membasahi dahinya.
"Benarkah?" Winda menyeringai, tatapan matanya tajam.
Revi semakin panik. Winda jelas tahu kalau dirinya bersih. Apa dirinya terlalu gegabah.
Ardan tetap diam tak bergerak. Hanya matanya yang tetap menatap datar ke arah Revi dan menyadari gelagat yang aneh dari wanita itu.
Winda, dengan tenang, mengambil ponselnya. "Aku akan menghubungi dokter pribadi keluarga kami. Ayo kita lihat kebenarannya!"
“Ahh, sepertinya… mungkin aku salah.” Revi berusaha mencegah Winda agar tidak jadi menghubungi dokter. Tapi percuma. Winda tak bisa dihentikan. Tubuh Revi gemetar. Kebohongannya akan segera terungkap.
Dokter Angga, dokter pribadi keluarga Winda tiba setelah 20 menit. Hanya dengan memeriksa tangan Winda, dr. Angga tersenyum. Ruam merah di tangan dan leher Winda telah hilang, efek obat alergi yang diminumnya sebelumnya.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Nona Winda," kata dr. Angga, menatap Winda dengan ramah. "Anda hanya mengalami reaksi alergi ringan, kemungkinan akibat mengonsumsi makanan atau minuman tertentu. Tidak ada tanda-tanda penyakit menular seksual seperti yang Anda sebutkan tadi.”
Winda menatap Revi dengan tatapan dingin, tatapan yang penuh amarah yang terpendam. "Yang terakhir masuk ke dalam perut saya adalah jus jeruk yang baru saja diberikan oleh Revi," ujarnya, suaranya tenang namun tegas, setiap kata menusuk hati Revi.
“Tidak. Itu tidak benar. Mana mungkin aku sengaja melakukan hal seperti itu padamu?” Tubuh Revi bergetar hebat akibat rasa takut yang tiba-tiba mendera.
“Bawa sisa isi gelas ini ke laboratorium!” Dengan tatapan masih tajam ke arah Revi, Winda mengulurkan gelas bekas minumnya pada dokter Angga.
“Bersiap-siaplah jika hasilnya positif!” Ucap Winda datar. “Jeruji besi menantimu!!”
Brukk…
Revi menjatuhkan lututnya, bersimpuh di hadapan Winda.
“Tidak, aku mohon maafkan aku kali ini saja. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Revi menggelengkan kepala berkali-kali dengan air mata berurai. Mengharap belas kasih dari Winda.
nama fans nya udah bisa di ganti tuhh..kali aja mau di ganti ArWa🤭 Ardan dan winda
mana mau winda mungut sampah yg sudah dibuang/Right Bah!/
🤔
kalo tuan bagaskara dan nyonya.. berasa terpisah