Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan
Hari telah berganti, keesokan harinya Rian terburu-buru untuk pulang karena harus bekerja. Hingga dia tak menyadari ponselnya telah tertinggal di Apartemen Choki.
Choki yang baru saja selesai mandi keluar dari kamar. Dia berjalan menuju dapur untuk mengambil sarapannya. Setelah itu dia ke ruang tamu untuk menonton TV sambil menikmati sarapannya. Saat Choki meletakkan sarapannya, dia baru sadar kalau ponsel milik Rian tertinggal.
"Loh, ini ponsel Daddy ketinggalan. Ya udah deh, biar nanti aja aku temui Daddy."
Choki pun berniat setelah ini akan menyerahkan ponsel Rian.
*****
Misha dan Refan baru saja selesai sarapan. Sedari tadi Refan tak bosan-bosan menatap Misha.
'Dia rapi sekali. Dan, apa dia berdandan? Dia mau kemana?' Batin Refan.
"Sha, apa kamu mau keluar?" Akhirnya Refan bertanya kepada Misha.
Misha mengangguk. Misha pagi ini berniat akan pergi keluar mencari hiburan.
"Iya, Mas. Aku pengen mencari angin sama mau cuci mata." Jawab Misha sambil tersenyum.
'Apa? Bahkan dia tak mengajak atau sekedar menawariku? Aku harus cari alasan nih biar bisa ikut dengannya.' Batin Refan.
"Kalau begitu, kamu ikut aku aja. Nanti kamu ikut ke Kantor sebentar terus setelah itu kita bisa jalan-jalan bareng. Gimana?" Ucap Refan memberi penawaran.
'Hm, apa Mas Refan sedang merayu gue atau memang menawari gue? Iki kok mencurigakan yo.' Batin Misha.
"Memangnya Mas Refan gak sibuk ya?"
"Enggak. Gimana? Mau gak?"
'Gimana ya? Tapi, ini bakal menghemat pengeluaran gue. Ah, iyain aja lah.' Batinnya.
"Boleh, Mas." Jawab Misha.
Refan pun tersenyum, bersorak sorai dalam hati atas kemenangannya.
Akhirnya mereka berdua pergi ke Kantor terlebih dahulu. Namun, sesampainya di parkiran Kantor, Misha menolak untuk ikut masuk ke dalam.
"Mas Refan, aku nungguin diluar aja ya?"
"Loh, kenapa? Aku hanya sebentar kok."
Refan merasa heran dengan jawaban Misha.
"Iya, karna cuma sebentar aku nunggu diluar aja. Aku mau ke sana, tadi aku lihat ada yang jualan rujak es krim." Jawab Misha.
"Oh, kamu mau beli."
Misha mengangguk.
"Ya udah, setelah itu jangan kemana-mana. Setelah itu tunggu aku disini aja, aku hanya sebentar."
"Baiklah."
Akhirnya mereka berpisah di parkiran.
Misha berjalan menuju dimana dia melihat tukang rujak es krim mangkal.
"Bang, rujaknya satu."
"Mau sedeng atau pedes, Neng?"
"Pokoknya yang bisa bikin mata merem melek, Bang."
"Ah, si Eneng, merem melek berarti kudu yang nyos dong."
"Ah, bener, Bang."
"Siap, tunggu sebentar ya, Neng."
Misha mengangguk, dia duduk di kursi yang sudah disediakan penjual rujak, menunggu pesanannya jadi.
Tak lama, ada orang sedang berteriak sambil berlari mengejar copet.
"Copet, copet, tolong copet." Teriaknya.
Misha menengok kearah asal suara. Melihat seorang pria mengejar seseorang yang sedang berlari mengenakan pakaian serba hitam dan orang tersebut baru saja melewati Misha.
"Hm, kasihan amat itu orang. Mana gak ada yang bantu. Argh, sial. Gue paling gak bisa liat orang kesusahan." Ucap Misha ketika melihat orang yang berteriak tadi berhenti karena kelelahan.
Misha beranjak lalu berlari mengejar pencopet yang baru saja melewatinya tadi.
Si pencopet berbelok ke arah gang yang sedikit sepi. Misha terus mengejarnya.
Misha melepas sepatunya. "Woy, berhenti loe si4lan." Ucap Misha sambil melempar sepatunya dengan sekuat tenaga kearah si pencopet.
Bugh!
Sepatu Misha mengenai kepala si pencopet dan pencopet tersebut jatuh tersungkur.
Bruk!
"Masih jago juga gue." Ucapnya memuji dirinya sendiri.
Misha langsung mendekati pencopet tersebut.
"Heh, loe makanya jadi orang yang nurut, kalau suruh berhenti ya berhenti, ngapain loe masih lari ngibrit?"
"Kamu siapa? Gak usah ikut campur urusanku."
"Wah, masih bocil loe ternyata, yang sopan loe sama orang yang lebih tua, berani juga loe sama gue."
"Halah, tua aja pake banyak gaya. Cuih." Jawab si pencopet dengan meludah tepat didepan Misha.
"Wah, loe bocil nyari m4ti." Tanpa pikir panjang, Misha langsung melayangkan pukulannya.
Bugh! Bugh!
Misha langsung memberi bogeman tepat di wajah si pencopet karena saking geramnya. Si pencopet pun langsung terhuyung dan tersungkur.
"Berani loe sama gue? Sini kalau masih kurang."
Tak ada perlawanan sama sekali dari si pencopet, Misha menarik kerah jaket yang dipakai si pencopet.
Bugh!
Lagi-lagi Misha melayangkan tinjunya tapi, kini tepat di hidung pencopet tersebut.
Hidung si pencopet langsung mimisan.
"Ampun, ampun. Ini, ponselnya aku kembalikan, asal kamu mengampuni dan melepaskan aku." Ucap si pencopet memohon ampun.
"Dari tadi kek. Payah loe. Gue geprek jadi rempeyek tau rasa loe. Lunga kana!" Usir Misha pada pencopet tersebut.
Si pencopet langsung berlari meninggalkan Misha.
"Huuu, dasar bocah, masih bocah udah berani nyopet. Mana nyopet tanggung banget cuma HP doang. Rugi juga gue. Beruntung yang hajar cuma gue, kalau sampai yang hajar masa makin remuk loe." Gerutu Misha.
Misha kembali ke tempat penjual rujak dengan penampilan kuyup.
"Eh, Neng. Gimana pencopetnya?" Tanya penjual rujak.
"Aman, Bang." Jawab Misha sambil mengacungkan jari jempolnya lalu duduk di kursi sebelumnya.
"Wih, mantap. Terus-terus?"
"Terus haus, Bang. Lelah pula. Oh ya Bang, yang kecopetan tadi kemana ya?" Tanya Misha sambil celingak celingukan mencari sosok orang yang kecopetan.
"Gak tahu, Neng. Udah pergi masalahnya."
'Wah, rejeki gue nih.' Batin Misha.
"Oh ya, Neng. Ini rujaknya. 12 ribu ya, Neng." Ucap si penjual menyerahkan sebungkus kresek kecil.
Misha menerima bungkusan tersebut dan membayarnya dengan selembar uang 50 ribu.
"Gak ada uang pas, Neng?"
"Kembaliannya buat Abang aja."
"Wah, alhamdulillah, terima kasih, Neng. Semoga rejeki, Neng lancar."
Misha tersenyum mengangguk.
Misha berjalan menuju parkiran, matanya jelalatan mencari seseorang, siapa tahu orang yang kecopetan tadi masih berada disekitar Kantor.
"Ini HPnya bagus juga, cuma sayang, ternyata mati. Kalau gitu ini HP gue bawa aja." Ucap Misha. Lalu HP tersebut dia masukkan kedalam saku celananya.
Tak lama Refan pun datang.
"Kamu kok kelihatan basah begini? Kelamaan nunggu ya? Mana rujaknya?" Tanya Refan.
"Nih." Jawab Misha mengangkat sekantong plastik.
"Bisa langsung masuk mobil gak? Aku pengen ngadem, disini panas banget." Imbuh Misha.
Refan geleng-geleng kepala tapi, dia juga tersenyum. Lalu Refan mengajak Misha untuk masuk kedalam mobil.
Refan menjalankan mobilnya, dia akan mengajak Misha jalan-jalan.
Sambil menyetir sesekali Refan melirik Misha.
"Kamu beli cuma satu?" Tanya Refan.
Misha mengangguk.
"Mas Refan mau? Kalau mau nanti bisa joinan. Lagian ini banyak banget."
"Enggak, buat kamu aja. Aku gak begitu suka sama buah-buahan."
Misha mengedikkan bahunya. "Ya udah. Padahal seger gini."
Akhirnya Misha menikmati rujak es krimnya sendirian.
Setelah menempuh waktu yang cukup lama, akhirnya mereka sampai di suatu tempat.
"Sudah sampai ya, Mas? Pegel banget ini. Ternyata jauh juga tempatnya." Ucap Misha.
Refan mengangguk.
"Dulu aku sering kesini. Disini tempat favorit aku. Ayo kita keluar, nanti akan aku ajak berkeliling. Pasti kamu akan suka sama tempatnya." Ucap Refan.
Misha mengangguk.
Mereka berdua pun turun dari mobil.
Refan mengajak Misha kesebuah taman yang ada danau buatannya. Disana terlihat begitu sepi. Tempatnya pun tidak seperti tersentuh banyak orang.