AKU BUKAN PELACUR
Tan Palupi Gulizar nama yang manis. Namun tak semanis perjalanan hidup yang harus ia lalui untuk mencari jawaban siapa jati dirinya yang sebenarnya.
Sosok yang selama ini melindungi dan membesarkannya, ternyata menyimpan sebuah cerita dan misteri tentang siapa dia sebenarnya.
Lika-liku asmara cinta seorang detektif, yang terjerat perjanjian.
Ikuti kisah kasih asmara beda usia, jangan lupa komentar dan kritik membangun, like, rate ⭐🖐️
Selamat membaca 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Laki-laki itu adalah Tomo yang memang sedang membuntuti Riris. Bukan hanya sekedar orang suruhan Bambang untuk mengawasinya, akan tetapi di antara Riris dengan Tomo memang ada rasa satu sama lain.
Tomo menjadikan Riris sebagai ATM berjalan, begitu pula sebaliknya Tomo adalah pemuas na*fsu Riris yang memang tidak pernah puas hanya dengan satu laki-laki saja.
Bagi Riris, cara mendapatkan uang paling mudah adalah mengikuti jejak ibunya. Mencari Oom-oom berkantong tebal dan mau memanjakannya karena kemolekan tubuhnya.
Kesehariannya menjajakan diri secara terselubung lewat nite club, pub, bahkan online.
Akhirnya Liana dan Riris, di giring oleh security menuju pos keamanan. Wajah mereka sama-sama menggambarkan kemarahan dan emosi yang sulit terkontrol.
Saling mencibir dan saling mengumpat dengan suara gumaman mereka.
Palupi menyandarkan tubuhnya ke pilar besar di sisinya ketika terjatuh tadi. Seorang ibu muda membantunya berdiri dan menuntun Palupi, mencari tempat yang lebih baik, aman untuk istirahat sejenak sambil menunggu kembalinya Liana.
Dia merasa pusing setelah mendapatkan dorongan keras dari Riris, hingga Palupi jatuh ke belakang dengan posisi duduk.
Ia meringis menahan rasa sakit, dan malu serta ada kemarahan tersorot pada bola matanya yang indah itu.
Sorot sepasang mata aneh menatap Palupi dari kejauhan, dan kaki kokoh itu melangkah mendekati tempat Palupi sedang duduk sendiri.
"Hai cantik, sini aku bantu!" Laki-laki yang tak lain adalah Tomo itu mengulurkan tangannya dan berusaha meraih lengan Palupi.
"Siapa anda, jangan mendekat! Saya tidak apa-apa, pergilah!" Palupi menghindari laki-laki itu, namun yang dihindari malah semakin mendekat. Lelaki itu merasa tertantang demi melihat kecantikan alami Palupi.
"Hei.., jangan takut nona! Aku ini orang baik-baik, ayolah. Mungkin aku bisa mengantarmu pulang ke rumah," Kembali Tomo merayu Palupi.
"Di mana rumahmu, hemm...? Tomo sepertinya sudah melupakan di mana posisi dia saat ini.
Namun, tiba tiba...
Brugh..., "Minggir."
Liana yang bertanggung-jawab atas diri Palupi segera menghampirinya setelah semua masalah dia dengan Riris terselesaikan dengan damai di kantor keamanan.
"Jangan berani coba-coba menyentuh dia, kalau tidak mau berurusan denganku." Ancam Liana yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
"Liana, aku takut." Palupi segera mendekat ke arahnya dan memegang erat tangan Liana seolah dia takut pria itu kembali mendekatinya.
"Hei... Jangan cari gara-gara lagi ya, baru juga damai. Dia adikku, biarkan dia pulang bersamaku."
Teriak Riris sambil berjalan setengah berlari mendekat ke arah Palupi dan Liana berdiri.
Sedangkan Tomo hanya ternganga sambil melihat tidak percaya. Ternyata berlian yang ia cari selama ini sudah ada di depan mata.
"Dia...?"
"Ya, dia Palupi mas Tomo." Jelas Riris pada Tomo.
"Maaf mbak Riris, setelah kau bersama Ibu mendapatkan seratus juta tunai dari seorang yang telah membeliku, aku bukan adikmu lagi!"
Dengan penuh kemarahan Palupi menuding Riris.
"Jangan pernah menyebut aku adikmu! Tali persaudaraan itu sudah putus dengan nilai seratus juta, mbak." Teriak Palupi.
Dia sudah tidak peduli menjadi ajang tontonan gratis di mall yang sedang ramai para pengunjung.
"Liana, bawa aku pulang," kembali Palupi membuka suaranya sambil berjalan melangkah meninggalkan kerumunan itu.
"Huuu...dasar! Pela*cur teriak pela*cur bikin malu saja," celotah seorang pengunjung.
"Duh kakak macam apa itu, adik sendiri kok dijual," komentar beberapa ibu yang melihat peristiwa menghebohkan itu.
"Huh... Dasar pe*rek." Berbagai ucapan terlontar tanpa ampun dari mereka yang menyaksikan.
Dengan wajah pias dan menunduk malu, Tomo mengandeng tangan Riris dan membawanya jalan ke arah parkiran yang ada di lantai basement mall tersebut.
"Jadi dia tadi adikmu Ris? Waah, kenapa kamu nggak bilang dari tadi. Kan kita bisa melancarkan rencana kita. Aakh... ini kekeliruan Ris," gumam Tomo sambil masuk ke dalam mobil miliknya.
"Sudah jangan disesali, aku tadi memang tidak sengaja bertemu dengannya. Kau juga jangan asal menyalahkan aku dong." Riris membela diri dari kesalahan yang ia lakukan tadi.
"Oh...sayang... Aku tidak marah, sini." Tomo meraih tangan Riris dan mencium pucuk kepalanya.
"Aku capek mas, bandot tua itu menggempur tubuhku lagi dan lagi," keluh Riris.
"Aku mau pulang ke kontrakanmu saja. Mau tidur denganmu malam ini. Lalu esok pulang ke rumah ibu." Kerling genit Riris menggoda Tomo lalu menjatuhkan kepalanya ke bahu Tomo.
"Nona, maafkan saya jangan bersedih nona Gulizar. Percayalah aku akan berusaha melindungimu."
Liana menyetir mobil sambil menyelipkan anak rambut Palupi ke telinganya.
"Aku baik-baik saja Liana, hanya...?" Palupi terdiam dan menundukkan kepalanya.
Wajahnya sendu menahan butiran bening yang sudah menganak dan mendesak untuk keluar.
"Sudah.., sudah, kita pulang ya nona." Liana memutar musik jazz kesukaannya dan kembali konsentrasi pada kemudinya.
"Liana, apakah setiap laki-laki akan lebih senang tidur dengan wanita lain lagi, setelah mendapatkan wanita yang ia inginkan?" Ucapan Palupi terputus, dan menatap lurus ke arah jalanan menuju kota P, di bawah puncak T.
"Maksudmu?" Liana sedikit tidak paham akan ke mana arah pembicaraan Palupi tertuju.
"Kau jangan pernah menutupi kelakuan orang asing Liana. Mungkin dia banyak uang, ataupun bisa jadi dia bisa melakukan apapun yang ia inginkan. Namun bagiku, harga diri dan kehormatan itu lebih dari apapun."
Palupi tetap berbicara tanpa menoleh ke arah Liana yang masih bingung dengan ucapannya.
"Liana, aku benci dengan tuan John.
Dia sudah menikmati tubuh mbak Riris, tetapi masih juga ingin menikmati tubuhku."
Palupi tiba-tiba teriak sekuat tenaganya, dan memaksakan Liana untuk menghentikan mobil yang ia kendarai.
"Nona, dari mana kau tau tentang hal ini? Itu hanya kabar burung. Jangan hiraukan berita yang tidak betul. Lagi pula, jangan mudah percaya dengan berita di sosmed itu."
Senyum cantik Liana mengembang di bibirnya yang sensual khas yang ia miliki.
"Semalam tuan John tidak pulang. Dia pulang menjelang pagi, dan tadi..." Palupi menarik nafas dalam-dalam sebelum meneruskan perkataannya.
"Tadi ada seorang ibu, yang memperlihatkan foto mbak Riris bersama tuan John, aku malu melihat ulah mereka Liana!"
"Ulah mereka sungguh jauh dari norma. Teganya tuan John setelah menikmati tidur bersama mbak Riris. Dia bahkan masih memelukku dalam tidur selanjutnya."
Baru kali ini Palupi tersenyum miris sambil mencibir di depan di depan Liana.
"Oke, kita pulang dan kita bahas ini dengan boss John. Keputusan ada padamu nona, tapi please... Jangan pernah melakukan hal bodoh, ataupun di luar nalar. Aku yakin Tan Palupi Gulizar adalah gadis cerdas."
Liana kembali menyalakan mesin mobilnya dan melaju dengan kecepatan sedang.
Dia sangat menyesalkan perbuatan John Norman yang sangat gegabah menurut dia.
"Okelah boss John... Nikmati hasilnya, ini yang kamu mau." Liana menoleh kembali pada Palupi, rasa iba itu kembali hadir.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Minggat aja gimana sih Mak 🤧. lama lama ngeri juga kalau sampe di stasiun ke bandot tua oom Bambang tuh.
semangat ahhhh, yuk tetap dukung Palupi.
TBC😘😘
klo palupi dia terlalu baik