NovelToon NovelToon
Sumpah Raja Duri

Sumpah Raja Duri

Status: tamat
Genre:Fantasi Isekai / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno / Tamat
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: tanty rahayu bahari

Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
​Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14: Hadiah

​Rencana itu diberi nama sandi "Musim Semi Palsu".

​Di dalam Ruang Strategi yang tertutup rapat, Vorian mendengarkan penjelasan Elara dengan tangan bersedekap. Topeng peraknya tidak menunjukkan emosi, tetapi cara dia mengetukkan jari ke gagang pedangnya menunjukkan bahwa dia sedang berpikir keras.

​"Jadi," suara Vorian bergema rendah. "Kita akan mengadakan pesta dansa lagi. Hanya dua minggu setelah Pesta Bulan Darah. Dan temanya adalah... 'Kesembuhan Ajaib' Raja?"

​"Tepat," jawab Elara percaya diri. Dia berdiri di samping peta Shadowfall, menunjuk mansion milik Duke Vane di wilayah selatan. "Vane tahu racun itu bekerja lambat tapi pasti. Jika tiba-tiba Raja muncul dengan kulit bersih dan tanpa duri, dia akan panik. Dia akan berpikir ada pengkhianat di pihaknya yang memberikan penawar, atau..."

​"Atau dia berpikir sihirmu lebih kuat dari racun buatannya," potong Kaelen. Dia duduk di ujung meja, terlihat lebih hidup daripada tahun-tahun sebelumnya. Matanya bersinar dengan antisipasi perburuan.

​"Dan orang yang panik akan bertindak ceroboh," lanjut Vorian, mengangguk setuju. "Ini berisiko. Vane mungkin akan mencoba membunuh Anda secara langsung di pesta itu jika dia merasa terdesak."

​"Itu yang kita harapkan," kata Kaelen dingin. "Biarkan dia mencoba. Kali ini, aku akan siap."

​"Undangan akan disebar besok pagi," putus Vorian. Dia membungkuk singkat, lalu keluar ruangan untuk mengurus logistik, meninggalkan Kaelen dan Elara berdua.

​Suasana di ruangan itu berubah seketika. Dari ketegangan politik menjadi ketegangan jenis lain—yang lebih hangat dan canggung.

​Kaelen berdeham. Dia berdiri dan merapikan jubahnya.

​"Ikut aku," katanya.

​"Ke mana? Kita harus menyusun daftar menu untuk meyakinkan Vane bahwa..."

​"Lupakan Vane sebentar," potong Kaelen. "Ikut saja."

​Kaelen membawanya keluar dari benteng utama, melewati lorong-lorong batu, menuju halaman samping tempat rumah kaca kuno berdiri.

​Elara mengerutkan kening. Dia menghabiskan waktu di sini setiap hari, merawat tanaman-tanaman yang baru tumbuh. Apa yang istimewa hari ini?

​Namun, saat mereka mendekati bangunan kaca itu, Elara berhenti mendadak.

​Rumah kaca itu berbeda.

​Rangka besinya yang berkarat telah dipoles hingga berkilau hitam. Kaca-kaca yang pecah telah diganti dengan kaca kristal baru yang membiaskan cahaya matahari menjadi pelangi kecil di tanah. Dan yang paling mengejutkan, rumah kaca itu kini dua kali lebih besar dari sebelumnya. Ada sayap bangunan baru yang ditambahkan di sisi kanan.

​"Apa... apa yang terjadi?" tanya Elara, matanya membelalak.

​"Brann, Brom, dan lima puluh tukang bangunan bekerja lembur semalam," jawab Kaelen santai, seolah memindahkan gunung dalam semalam adalah hal biasa. "Sihir tanahku membantu sedikit untuk fondasinya."

​Dia membukakan pintu untuk Elara. "Masuklah."

​Elara melangkah masuk, dan napasnya tertahan.

​Jika sebelumnya tempat ini adalah klinik tanaman darurat, sekarang ini adalah surga botani. Rak-rak kayu mahoni berjejer rapi, dipenuhi dengan pot-pot keramik indah. Sistem pengairan Hydro-Magica mendesing pelan, menyemprotkan kabut segar secara otomatis.

​Dan tanamannya...

​Elara berlari kecil ke salah satu meja. "Ini... Dragon-Lily dari Kepulauan Api? Dan ini... Starlight Moss dari gua bawah tanah Dwarf?"

​Dia berputar, menatap Kaelen dengan wajah berbinar-binar seperti anak kecil di toko permen.

​"Bagaimana Anda mendapatkan semua ini? Tanaman-tanaman ini sangat langka! Butuh waktu berbulan-bulan untuk mengimpornya!"

​Kaelen bersandar di tiang pintu, menikmati pemandangan kegembiraan murni gadis itu. Itu adalah pemandangan yang jauh lebih indah daripada kemenangan perang mana pun.

​"Pedagang pasar gelap punya koneksi yang menarik jika kau membayar mereka tiga kali lipat," jawab Kaelen. "Anggap saja ini... pembayaran di muka."

​"Pembayaran?" Elara berhenti menyentuh kelopak bunga biru yang bersinar.

​Kaelen berjalan mendekat. Wajahnya menjadi sedikit serius.

​"Untuk kontrak kita," katanya. "Dan sebagai permintaan maaf karena telah menyeretmu ke dalam perang, ke dalam politik kotor keluargaku, dan... yah, karena hampir membuatmu mati kelelahan."

​Elara menunduk, menyentuh daun tanaman di depannya. "Anda tidak perlu melakukan ini. Saya melakukan itu karena saya mau."

​"Aku tahu," kata Kaelen. Dia merogoh saku jubahnya. "Tapi ada satu hal lagi."

​Dia mengeluarkan sebuah kotak beludru kecil berwarna biru tua.

​Jantung Elara berdegup kencang. Sebuah kotak? Pikiran liarnya melayang ke arah yang tidak-tidak, tapi dia segera menepisnya. Jangan bodoh, Elara. Dia Raja, kau Tabib.

​Kaelen membuka kotak itu. Di dalamnya, terbaring sebuah kalung perak yang sangat halus. Liontinnya adalah sebuah batu kristal bening yang di dalamnya terdapat pusaran cahaya emas yang bergerak-gerak seperti cairan.

​"Ini adalah Sun-Stone," jelas Kaelen. Dia mengambil kalung itu, membiarkannya berayun di udara. "Batu ini menyerap energi matahari di siang hari dan menyimpannya. Para penyihir perang menggunakannya sebagai baterai cadangan."

​Dia menatap mata Elara intens.

​"Aku melihatmu pingsan di medan perang, Elara. Kau memberikan semua energimu padaku sampai kau kosong. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi. Batu ini... akan menjaga detak jantungmu tetap stabil jika kau menggunakan sihir berlebihan. Ini akan menjadi penyangga nyawamu."

​Elara tertegun. Itu bukan perhiasan biasa. Itu adalah alat pelindung nyawa. Benda yang sangat mahal dan langka.

​"Kaelen, ini terlalu..."

​"Berbaliklah," perintah Kaelen lembut.

​Tubuh Elara bergerak otomatis, mematuhi nada lembut itu. Dia membelakangi Kaelen, mengangkat rambut cokelatnya yang panjang ke atas, memamerkan leher jenjangnya yang putih.

​Dia merasakan jari-jari Kaelen—baik yang kulit maupun yang batu—menyentuh tengkuknya. Dingin dan panas bertemu. Kaelen memasangkan kalung itu dengan hati-hati.

​Saat pengaitnya terkunci, Elara merasakan sensasi hangat membanjiri dadanya. Rasa lelah yang masih tersisa pasca-perang seketika lenyap, digantikan oleh kesegaran yang menenangkan.

​"Terima kasih," bisik Elara.

​Kaelen tidak langsung menjauh. Dia berdiri di belakang Elara, cukup dekat hingga Elara bisa merasakan panas tubuhnya. Tangan Kaelen masih melayang di dekat bahu Elara, seolah ingin memeluknya, tapi menahan diri.

​"Vane akan datang lusa," bisik Kaelen di telinga Elara, suaranya berat. "Saat dia datang, kita harus berakting. Kita harus berpura-pura bahwa aku sembuh total. Bahwa kita..."

​Dia menggantung kalimatnya.

​"Bahwa kita apa?" tanya Elara, menoleh sedikit ke samping.

​"Bahwa kita sedang jatuh cinta," lanjut Kaelen. "Itu narasi yang paling masuk akal. Cinta sejati mematahkan kutukan. Klise, menjijikkan, tapi efektif. Rakyat akan menyukainya, dan Vane akan membencinya."

​"Berpura-pura," ulang Elara pelan. Ada sedikit rasa kecewa di hatinya yang dia coba sembunyikan. "Tentu. Saya bisa berakting."

​"Bagus," kata Kaelen.

​Tiba-tiba, dia mencondongkan tubuh, mencium puncak kepala Elara sekilas. Sangat cepat, sangat ringan.

​"Tapi ingat satu hal, Elara," tambahnya sebelum mundur selangkah. "Aku bukan aktor yang baik."

​Elara berbalik cepat, menatap Kaelen dengan mata membulat.

​Kaelen menyeringai tipis—bukan seringai monster, tapi senyum laki-laki yang sedang menggoda wanita yang disukainya.

​"Nikmati rumah barumu, Nona Ahli Herbal Kerajaan," katanya, lalu berbalik dan berjalan keluar dari rumah kaca dengan langkah panjang, jubah hitamnya berkibar dramatis.

​Elara ditinggalkan sendirian di tengah ribuan bunga langka, tangannya memegang liontin Sun-Stone yang hangat di dadanya.

​"Ahli Herbal Kerajaan?" gumamnya, baru menyadari gelar baru yang diselipkan Kaelen tadi.

​Dia melihat ke sekeliling rumah kaca yang indah ini. Ini adalah impian seumur hidupnya. Dan pria itu memberikannya begitu saja, hanya karena dia ingin melihat Elara tersenyum.

​"Kau bukan aktor yang baik, Kaelen?" Elara tersenyum sendiri, wajahnya merona merah padam. "Kalau begitu, aku dalam masalah besar. Karena aku juga mulai lupa naskahku."

​Di luar, langit sore mulai berubah jingga. Di kejauhan, burung gagak pembawa pesan terbang membawa undangan pesta ke seluruh penjuru negeri, termasuk ke kediaman Duke Vane.

​Panggung telah disiapkan. Aktor telah dipilih.

Dan tirai akan segera diangkat untuk pertunjukan paling berbahaya di Shadowfall.

BERSAMBUNG....

Terima kasih telah membaca💞

Jangan lupa bantu like komen dan share❣️

1
Alona Luna
wahhh akhirnya happy ending ☺️
Alona Luna: wahhhh ok. baik
total 2 replies
Alona Luna
semangat next kak☺️
Alona Luna: sama-sama kak.☺️
total 2 replies
Alona Luna
next kak.. makin seru ceritanya
Ara putri
semangat kak, jgn lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB
tanty rahayu: semangat juga ya ka.... wah kayanya seru tuh 😍nanti aku mampir baca ya
total 1 replies
Alona Luna
ceritanya bagus kak. next
Alona Luna: aku tunggu kak☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!