NovelToon NovelToon
Reany

Reany

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aerishh Taher

Selama tujuh tahun, Reani mencintai Juna dalam diam...meski mereka sebenarnya sudah menikah.


Hubungan mereka disembunyikan rapi, seolah keberadaannya harus menjadi rahasia memalukan di mata dunia Juna.

Namun malam itu, di pesta ulang tahun Juna yang megah, Reani menyaksikan sesuatu yang mematahkan seluruh harapannya. Di panggung utama, di bawah cahaya gemerlap dan sorak tamu undangan, Juna berdiri dengan senyum yang paling tulus....untuk wanita lain.

Renata...
Cinta pertamanya juna
Dan di hadapan semua orang, Juna memperlakukan Renata seolah dialah satu-satunya yang layak berdiri di sampingnya.

Reani hanya bisa berdiri di antara keramaian, menyembunyikan air mata di balik senyum yang hancur.


Saat lampu pesta berkelip, ia membuat keputusan paling berani dalam hidupnya.

memutuskan tidak mencintai Juna lagi dan pergi.

Tapi siapa sangka, kepergiannya justru menjadi awal dari penyesalan panjang Juna... Bagaimana kelanjutan kisahnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 : Drama Renata

Juna mengepalkan tinjunya, wajahnya memerah karena emosi. “Reani! Lancang kamu!” suaranya pecah, lebih keras dari yang ia maksudkan. “Lagipula, kamu tidak akan pernah bisa menggeser posisiku di perusahaan sebagai direktur. Para dewan direksi pasti mendukungku.”

Renata berdiri sedikit lebih dekat ke Juna, seolah butuh perlindungan. “Benar itu, Reani. Kau tidak akan bisa. Berhentilah mempermalukan dirimu sendiri,” ucapnya dengan nada yang dibuat lembut, tapi matanya memancarkan kepanikan yang tidak ia sembunyikan cukup baik.

Reani tidak terpengaruh. Ia menatap keduanya seakan mereka hanya gangguan kecil.

“Mendukungmu?” Ia mengangkat alis. “Kita lihat saja nanti di rapat dua hari lagi. Kita lihat siapa yang benar-benar akan duduk di kursi itu.”

Kemudian ia menoleh ke Renata. “Dan kamu, Renata. Tutup mulutmu sebelum aku kehabisan kesabaran. Kau selalu saja menyela tiap kali aku berbicara.”

Renata tertegun, bibirnya terbuka seperti hendak menjawab, tapi tidak ada kata yang keluar.

Doroti menahan tawanya sebelum akhirnya meledak.

“Cih… mendukung, katanya.” Ia mendekat selangkah, menatap Juna dari kepala sampai kaki. “Emangnya kamu siapa? Alasan apa yang membuat dewan direksi mendukungmu? Itu pun kurasa kamu bahkan tidak tahu, bukan?”

Juna menegang. Tatapan kosong sesaat menunjukkan satu hal, ia memang tidak tahu.

Doroti mendesah keras, pura-pura kasihan. “Juna… Juna… kau memang terlalu bodoh. Pantas saja bisa dibodohi sama jalang ini.” Ia melirik Renata dengan senyum miring.

Renata menahan napas, wajahnya memucat.

Juna memandang mereka bergantian, rahangnya mengeras. Tapi tidak ada bantahan yang keluar.

Kali ini, jelas siapa yang memegang kendali ruangan itu.

Reani. “Ayo pergi, Doroti. Semakin lama aku di sini, aku bisa muntah. Bau busuk mereka membuatku pusing.”

Ia melangkah keluar lebih dulu. Doroti mengikutinya dengan langkah santai, namun matanya sempat melirik tajam ke arah Renata.

Pintu ruang rapat terbuka lebar sejak awal. Para karyawan yang berdiri di luar sontak pura-pura sibuk ketika Reani lewat, padahal sejak tadi mereka mengintip dari balik layar komputer, membisikkan komentar kecil.

“Gila… drama apa tadi itu?”

“Itu Renata hamil? Dengan direktur?”

“Pantas saja…”

“Baru tahu, ternyata separah itu.”

Bisik-bisik makin ramai ketika Doroti muncul.

“Baiklah,” gumam Doroti sambil menatap Renata dari ujung kepala sampai kaki. “Sebaiknya kita makan siang, Rea. Aku sudah lapar. Melihat orang seperti ini membuat selera makan turun.” Senyum sinisnya ditujukan tepat ke wajah Renata.

Renata menggigit bibir, pura-pura menahan tangis. Lalu ia memanggil, “Tunggu, Reani… aku minta maaf, ya. Aku tahu kamu pasti marah. Juna mencintaiku dan mengkhianatimu. Aku tahu kamu kecewa, tapi—”

Reani berhenti sebentar, menoleh hanya setengah badan. “Kau harusnya jadi aktris, Renata. Dengan kemampuanmu bersandiwara seperti ini, kau bisa membawa pulang piala penghargaan.”

Wajah Renata langsung menegang. Ia belum sempat membalas ketika Doroti tiba-tiba menarik rambutnya kuat-kuat hingga kepala Renata terangkat.

“Hentikan sandiwara bodohmu!” Doroti menunduk, wajahnya hanya beberapa centimeter dari Renata. “Aku muak. Kalau kau berani melakukannya lagi, aku benar-benar akan memukulmu.”

Doroti mendorong kepala Renata sampai tubuh Renata jatuh ke lantai. Tubuh Renata menghantam lantai, membuat napasnya tersengal.

“A-ah… perutku… Juna… perutku sakit.” Renata mengelus perutnya dramatis. “Anak kita, Jun…”

Juna panik dan segera berjongkok, mencoba mengangkatnya.

Reani hanya menghela napas. “Bawa dia ke rumah sakit. Jangan menyulitkanku dan Doroti lebih lama.”

Renata mencoba menangis, tapi para karyawan yang menonton dari pintu hanya memandanginya dengan tatapan sinis.

“Murahan.”

“Tidak tahu malu.”

“Dari dulu juga tingkahnya aneh.”

Bisikan itu tidak pelan—cukup keras untuk didengar Renata.

Renata menunduk, rahangnya mengeras, tapi ia tahan semuanya di balik wajah sakit dan pasrah yang ia pertontonkan pada Juna.

Sementara itu, Reani dan Doroti berjalan pergi tanpa menoleh sedikit pun.

Lift sudah menutup ketika Doroti menoleh pada Reani, menatap wajahnya dengan saksama. “Rea… apa kamu baik-baik saja?”

Reani mengembuskan napas ringan. “Tentu. Yah… mual sedikit sih.”

Doroti mengangkat alis. “Ya syukurlah kalau hanya mual. Tidak… sedih.”

Reani terkekeh pendek—dingin. “Sedih? Aku?” Ia menahan tawa, lalu tertawa kecil. “Hahahahaha. Sudahlah, ayo makan siang. Perutku keroncongan sejak tadi.”

Mereka keluar dari lift menuju lobi. Reani merogoh ponsel dari tasnya.

“Sebentar,” katanya. “Aku akan menelpon Arian. Kita ajak dia makan bersama.”

Doroti mengangguk sambil menatap layar besar gedung yang memantulkan bayangan dua perempuan elegan itu—berbeda dari dunia kotor yang baru saja mereka tinggalkan di lantai atas.

Reani menempelkan ponsel ke telinga.

Tut… tut…

Sambungan tersambung.

“Halo, Arian,” suara Reani datar, profesional. “Aku dan Doroti ingin makan siang di restoran deLure, tempat biasa. Ruangan VVIP. Jika kau ada waktu, ikutlah. Kita sekalian membahas RUPS dua hari lagi. Aku ingin kau mendampingiku… dan kita bahas juga soal tuntutan buku nikah palsu itu.”

Di seberang, suara Arian terdengar padat dan jelas. “Baiklah.”

Reani memutus panggilan, memasukkan ponsel ke tas. “Ayo,” ujarnya sambil melangkah keluar pintu gedung. “Aku ingin makan yang enak setelah melihat sampah di lantai atas.”

Doroti tersenyum puas. “Akhirnya ucapan yang masuk akal.”

Mereka berjalan menuju mobil, meninggalkan bisik-bisik karyawan yang masih memantau dari balik kaca lobi.

___

Sedangkan di tempat lain, tepatnya di dalam mobil menuju rumah sakit

Renata meringis sambil memegang perutnya. “Jun… perutku… kram. Sakit sekali…”

Juna menggenggam tangan Renata erat, wajahnya panik. “Tahan yah, Re. Aku yakin anak kita akan baik-baik saja. Bertahan sedikit lagi. Kita hampir sampai.”

Renata menggigit bibir, memaksakan napas kecil yang terdengar dramatis. “Jun… aku takut…”

“Tenang,” Juna mengusap pahanya lembut sambil fokus mengemudi. “Sayang, aku di sini. Aku tidak akan biarkan apa pun terjadi pada kalian.”

Mobil melaju cepat hingga akhirnya berhenti di depan IGD rumah sakit swasta yang cukup besar. Juna langsung turun dan membuka pintu untuk menggendong Renata.

“Tenang ya.”

Renata mengangguk lemah, seolah-olah tidak punya tenaga sama sekali.

Beberapa menit kemudian di ruang pemeriksaan.

Seorang dokter kandungan memeriksa Renata dengan teliti. Juna berdiri di samping tempat tidur, menahan napas seakan menunggu vonis.

Setelah beberapa menit, dokter menutup catatan dan menatap mereka.

“Janinnya aman dan sehat,” katanya. “Tidak ada tanda-tanda keguguran. Hanya kram ringan akibat stres. Tapi untuk berjaga-jaga, saya sarankan dirawat satu hari.”

Juna langsung mengangguk. “Baik, Dok. Tolong siapkan kamar untuknya.”

Renata memejamkan mata, menghela napas lega—namun ekspresinya terlihat dibuat-buat.

___

Renata berbaring di ranjang pasien, wajahnya pucat namun jelas sedang memanfaatkan situasi. Ia menggenggam tangan Juna dengan gemetar.

“Jun…” suaranya lirih, “aku… aku takut.”

Juna duduk di sisi ranjang. “Takut apa, sayang?”

Renata menatap Juna dengan mata berkaca-kaca, seolah baru keluar dari tragedi besar. “Reani… dia pasti akan menyakiti aku. Menyakiti anak kita…” Air matanya menetes, dramatis tapi tidak natural. “Jun, aku takut dia membenci bayi ini…”

Juna memeluk bahunya, berusaha menenangkan. “Sayang, dengarkan aku. Reani tidak akan melakukan apa-apa. Aku akan melindungi kalian. Aku janji.”

Renata menutup wajahnya, menangis makin keras—padahal tidak ada satu pun ancaman nyata dari Reani selain kata-kata dinginnya.

Di luar, perawat lewat dan sekilas memandang mereka dengan tatapan bingung, mendengar tangisan Renata yang terdengar seperti dialog sinetron.

Juna mengusap punggung Renata lembut, makin tenggelam dalam drama yang diciptakan Renata sendiri.

Renata mencengkeram bajunya seolah ia korban terbesar dalam hidup. “Jun… jangan tinggalkan aku… jangan biarkan dia mengambilmu…”

Juna menghela napas panjang. “Aku tidak akan pergi ke mana pun. Aku di sini.”

Renata menunduk, menyembunyikan senyum tipis penuh kemenangan.

Aneh, karena tidak ada yang ingin menyakitinya.

Tapi Renata menciptakan ancaman itu sendiri—dan Juna, seperti biasa, percaya.

bersambung.....

1
Noor hidayati
wah saingan juna ga kaleng kaleng
Noor hidayati
ayahnya juna tinggal diluar kota kan,waktu ayahnya meninggal juna balik kampung,ibunya juna itu tinggal dikampung juga atau dikota sama dengan juna,ibunya juna kok bisa ikut campur tentang perusahaan dan gayanya bak sosialita,aku kira ibunya juna tinggal dikampung dan hidup bersahaja
drpiupou: balik Lampung bukan kampung beneran kak, maksudnya kita kecil gitu.
ibunya Juna itu sok kaya kak 🤣
total 1 replies
Noor hidayati
mereka berdua,juna dan renata belum mendapatkan syok terapi,mungkin kalau juna sudah tahu reani anak konglomerat dia akan berbalik mengejar reani dan meninggalkan renata
drpiupou: bener kak
total 1 replies
Noor hidayati
lanjuuuuuuuut
Aulia
rekomended
drpiupou
🌹🕊️🕊️👍👍👍👍
Noor hidayati
apa rambut yang sudah disanggul bisa disibak kan thor🙏🙏
drpiupou: makasih reader, udah diperbaiki/Smile/
total 2 replies
Noor hidayati
juna berarti ga kenal keluarga reani
drpiupou: bener kak, nanti akan ada di eps selanjutnya.
total 2 replies
Noor hidayati
definisi orang tidak tahu diri banget,ditolong malah menggigit orang yang menolongnya,juna dan renata siap siap saja kehancuran sudah didepan mata
Noor hidayati
lanjuuuuuuut
Noor hidayati
kok belum up juga
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!