NovelToon NovelToon
DENDAM MEMBAWA PETAKA DI DESA

DENDAM MEMBAWA PETAKA DI DESA

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Iblis / Balas Dendam
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

Tak pernah di sangka kehidupan bahagia keluarga Azka akan berakhir mengerikan hanya karena Ayahnya di tuduh menghamili anak dari seorang kaya dan sangat berpengaruh di desanya.

Azka yang sakit hati, terpaksa mengambil jalan pintas untuk membalaskan kekejaman para warga yang sudah di butakan oleh uang.

Dia terpaksa bersekutu dengan Iblis untuk membalaskan sakit hatinya.

Bagaimanakah nasib Azka, selanjutnya? Yu ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MALAM UNTUK EMI

Mobil pun perlahan maju lalu menyesuaikan parkirannya. Setelah di rasa pas, Rendi pun segera turun dan mengambil barang belanjaan dari bagasi. Laela pun turun, hendak membantu suaminya. Namun, matanya terfocus kepada sosok yang berdiri tidak jauh dari mobil yang terpakir, sedang menatap suaminya penuh senyuman dan tanpa berkedip. Laela yang merasa kesal segera mendekati gadis itu.

"Ehem...Ehem!" Dehem Laela, mencoba membuyarkan lamunan si gadis tersebut.

Emi yang tersadar begitu salah tingkah karena Laela memergokinya menatap, Rendi. Sontak dia menjadi gugup.

"Eh! Em.., Embak Laela. Selamat malam Embak." Sapa Emi gugup, namun tetap menyesuaikan diri agar tampak tenang di lihat Laela.

"Asik ya? Mandang suami orang. Sampe nggak sadar dengan istri sahnya. Ngapain kamu di sini? Tunggu, bukannya kamu..., Emi kan? Buruh yang bekerja di perkebunan teh saya?" Cecar Laela heran.

"I-iya, Embak." Emi tetap tidak bisa menyembunyikan kegugupannya, walau setengah mati berjuang supaya tenang.

"Ada apa sih, sayang? Malam-malam kok teriak-teriak. Ntar di dengar Ibu dan keluarga yang lain, kasian mereka kan sedang beristirahat." Randi menghampiri istrinya.

"Ini, Mas. Pekerja kamu. Tiba-tiba saja ada di sini, sambil asik menatap kamu dengan penuh kekaguman, dan sambil senyuman-senyum pula. Ngeselin! Lagian, kemana sih adik-adik kamu, kok nggak kunci pintu pagar. Sampe ada orang masuk masuk sembarangan." Kesal Laela yang seketika mood nya berubah menjadi kacau.

"Haduh! Sudah-sudah, jangan ngambek. Biar aku yang urus dia sayang. Kamu masuk saja. Aku nggak mau kamu kesal seperti ini, sayang." Ujar Rendi menenangkan.

"NGGAK BISA! Nanti dia malah ngelunjak. Pokoknya aku harus tetap di sini, di samping kamu, Mas." Tegas Laela menahan amarahnya.

"Iya-iya, ya sudah sini." Rendi meraih pinggang istrinya lalu mencium pipi istrinya lembut. Laela pun tampak sedikit menurunkan emosinya.

"Kamu, Emi! Ada apa kemari? Ada perlu apa? Bukannya gaji sudah saya bagikan ya? Kemarin." Rendi bertanya basa-basi. Yang sepertinya ia sudah menebak akan maksud kedatangan Emi, kerumahnya malam-malam begini.

Emi yang di beri kesempatan berbicara oleh lelaki pujaannya pun merasa senang. Gelora di hatinya menggebu-gebu. Segera ia buka mulutnya untuk mengucapkan maksud kedatangannya.

"Begini, Pak, Embak. Maksud kedatangan saya ke sini, tidak lain mau melaporkan sesuatu yang sangat penting. Dan ini penting sekali untuk keberlangsungan pernikahan Embak, dan Pak Rendi." Emi terdiam sesaat.

"Ngomong tu yang to the point aja. Nggak usah bertele-tele. Keberlangsungan pernikahan saya? Apa maksudnya? Jelaskan maksud dengan perkataanmu itu semua? Ngomong tu yang jelas." Sela Laela yang sudah tak sabar dengan maksud Emi yang terkesan bertele-tele, pikirnya. Rendi mengelus bahunya lembut berusaha menenangkan.

"Ini, Embak. Saya mau cerita. Kan tadi saat di kebun, saya nggak sengaja melihat anak baru yang sengaja ingin merayu Pak Rendi. Dia melakukan trik yang sangat licik, dan memalukan, Embak. Trik liciknya ialah, dia seolah-olah berjalan sendirian, dan sengaja berjalan dengan bertepatan jam nya Pak Rendi lewat di jalan itu, supaya Pak Rendi, mau memberi tumpangan kepadanya, padahal maksudnya hanya ingin mengambil hati Pak Rendi. Dan saya juga mendengar dia bicara sendiri saat pulang tadi, akan merebut Pak Rendi dari tangan Embak Laela, apa pun caranya, katanya, Embak. Makanya saya sempat-sempatkan datang kemari untuk memberi tahu Embak Laela, sebelum Pak Rendi benar-benar masuk ke dalam perangkap wanita murahan itu, Embak." Papar Emi dengan penuh keyakinan. Laela terlihat mulai emosi terhadap suaminya.

Napasnya pun mulai tak beraturan. Dia menatap

suaminya nyalang. "Mas! Jadi kamu tadi berduaan di mobil, bersama wanita lain?" Tanya Sulis menggebu-gebu.

Rendi yang sudah menyiapkan jawabnya sejak awal pun nampak begitu tenang. "Sayang, jangan kemakan ucapannya tukang gossip itu dong. Sini aku jelasin, kamu yang tenang ya? Jadi, kita kedatangan pekerja baru. Nah dia ini dari kota, dia anak orang kaya yang ingin praktek cara berkebun dan cara bercocok tanam. Karena ia baru, jadi dia saya suruh belajar memetik dahulu, minggu depan baru saya ajak melihat, bagaimana menanan pohon Teh yang baik dan benar. Kita semobil juga kebetulan sayang. Dan kita di mobil cuma ngomongin tentang masalah tanaman doang kok. Besok saya akan perkenalkan dia dengan kamu rencananya. Tadinya hari ini, tapi kamu kan ngajak aku ke kota buat belanja. Ya sudah aku undur. Toh, kebahagiaan istriku ini yang paling utama buatku, sayang. Jadi, ku mohon jangan salah paham. Dan percayalah, di hati ini hanya ada kamu." Papar Rendi dengan suara yang lembut. Lalu perlahan mencium bibir istrinya lembut. Laela pun mulai tenang.

Emi yang melihat kemesraan itu tampak terbakar emosi. Harusnya itu buat aku. Huh! Nasib sialku, mengapa aku menjadi orang miskin. Emi mengepalkan kedua tangannya.

kemudian dia terlihat panik kala Rendi menatapnya tajam. Aduh kok jadi gini sih! Aduh... semoga Pak Rendi nggak membenciku. Tapi, bukannya tadi jelas-jelas si cewek itu sengaja menggoda Pak Rendi? Sampai aku lihat, dia membelai dada Pak Rendi mesra saat menasehatinya supaya tidak marah kepadaku? Aduh... aku jadi bingung. Masa Pak Rendi nggak sadar. Apa aku aja yang nggak paham kalau gerakan seperti itu tuh normal?. Emi terlihat menggarukkan kepalanya yang tidak gatal.

"Heh! Wanita pembuat gossip! Ngapain masih di situ?

Sana pergi! Bikin rusuh keluargaku saja kamu!" Laela menggandeng suaminya masuk ke dalam.

Emi yang usahanya sia-sia pun dengan langkah lunglai meninggalkan pelataran rumah besar tersebut.

"Masih bingung. Sebenarnya, aku yang salah, atau memang cewek itu yang nggak salah. Atau, Pak Rensi yang terlalu polos, mengira itu semua wajar. Tapi itu nggak wajarlah, kelihatan banget kok. Aaarrhhhggttt!!! Pusing, aing!" Emi pun segera mempercepat langkahnya.

Di tengah perjalanan, dia baru tersadar kalau jalan yang ia lalui ternyata bukan jalan yang biasa ia lewati. "Loh?! Aku ada di mana ini? Kok jalanan ini tampak asing ya? Ini teh di mana? Aku kok kayak di hutan." Emi menatap ke sekeliling.

"Hah?! Jalan nya buntu. Aduh, kok aku bisa nyasar sih?" Emi mencoba berbalik namun alangkah terkejutnya dia, saat membalik badan, terlihat tidak ada jalan setapak yang barusan ia lalui.

"Hah?! Jalanannya hilang? Ya ampun...! Aku ada di mana?" Emi mulai panik ketakutan. Suasana menjadi hening, tidak ada angin, tidak ada suara hewan malam

yang biasa terdengar saat malam hari.

Emi mencoba terus menerobos semak belukar dengan seluruh keberaniannya.

"Emak! Tolong Emi. Emi teh di mana sekarang.

Huhu... Emak." Emi mulai meneteskan air matanya.

Kakinya terus melangkah hingga sampailah dia di sebuah pohon besar.

"Loh! Ini kan pohon yang dulu sempat Almarhumah Bi Parmi ceritakan. Kan pohon ini sudah lama di tebang. Kok masih berdiri kokoh?" Bulu kuduk Emi mulai meremang. Bersamaan dengan angin dingin merayapi seluruh pori-pori tubuhnya. Emi menggigil ketakutan.

"A-ampun! Ampuni saya. Saya nggak ada salah. Saya mohon kembalikan saya, Eyang." Emi memeluk tubuhnya yang mulai bergetar.

"Huhu..., bagaimana saya ini. Saya pun tidak bisa baca ayat kursi, apa lagi ayat Alqur'an lainnya. Mampus saya. Huhu... ampun, Eyang." Parmi mencoba berbalik untuk keluar dari tempat itu. Namun, penampakan sosok ular besar dan berbadan setengahnya manusia muncul dengan seringai menyeramkan.

"Hihi...! Mau kemana Emi? Bukannya kamu sangat pemberani?! Hihi...!" Ular itu cekikikan membuat Emi terpaku di tempat.

"Hihi...! Kenapa, Emi? Mengapa kamu jadi pengecut! Hahaha...! Aku peringatkan! Jangan pernah ganggu Wina lagi. Bila kamu masih ingin nyawamu bersama jasadmu."

Emi yang gemetaran menangis sejadinya. "Enggak! Enggak! Aku janji. Huhu... aku janji! Jangan sakiti aku. Huhu...! Ku mohon, biarkan aku pergi." Mohon Emi dengan mengatupkan kedua tangannya.

Ular itu tampak menyeramkan. Lidahnya yang bercabang menjulur menjilati tubuh Emi, yang tampak kecil di hadapannya.

Emi yang ketakutan hanya dia sambil menutup mata.

Dengan tak hentinya berdoa kepada yang, Kuasa.

"Heh...! Sssttt...!!! Tubuhmu sangat manis, Emi. Aku ingin memakanmu saat ini juga...!" Suara ular itu mend*sah dan mendesis. Membuat Emi yang benar-benar merasa hidup nya di ujung tanduk, hanya bisa terus memohon.

"Jangan! Saya mohon. Saya masih ingin hidup. Huhu....! Bahkan saya belum menikah. Ampuni saya Eyang. Saya mohon...!" Emi terduduk di tempat. Sampai akhirnya seseorang memanggil nya.

"Mi, Emi! Kamu ngapain tidur di sini? Bangun! Bangun! Bangun, Emi!" Teriak Sobirin keras, yang baru saja turun dari puncak.

Emi yang tersadar segera bangkit. Matanya menatap ke sekeliling heran. "Hah! A-aku selamat? Atau aku sudah di alam lain?!" Ucapnya seketika.

Sobirin yang bingung pun menepuk pundak Emi

keras.

BUUG!!!

"Kamu kenapa sih, Emi!" Tanya Sobirin lagi.

"Sobirin? Apa kamu sudah mati juga?" Tanya Emi yang masih belum juga sadar.

"Semprul! Wong masih sehat wal-afiat kok, di bilang mati. Bangun makanya? Tidur sembarangan, ya begini-ni, ngelantur kemana-mana omongannya. Heran, pulang kerja bukannya pulang ke rumah, malah mampir kesini. Ayo saya antar pulang. Lain kali, kalau mau cari apa-apa, jangan sore hari. Enggak sadar ketiduran kan akhirnya. Ayo pulang." Sobirin menyeret Emi tanpa menunggu jawaban lagi. Emi yang masih bingung menatap sekeliling. Tidak ada pohon besar yang ia lihat barusan. Hanya ada seonggok akar besar di sampingnya. Ia melihat tubuhnya pun masih berbalutkan baju kerjanya. Lengkap dengan caping/topi yang terbuat dari anyaman bambu. Tapi, perasaan dia tadi sudah pulang ke rumah dan menggati bajunya. Lalu tanpa menemui ibunya, dia langsung ke rumah, Laela. "Tapi kok..!" Emi tetap diam saat Sobirin terus menyeretnya keluar dari hutan tersebut.

1
Liani purnafasary.
Azka kakak mu itu Wardah.

Seru gini ko sepi ya.
Liani purnafasary.
Tunggu giliran mu biang kerok 😠😠😠awal mulanya masalah berasal dari kmu. 😠😠😠
Liani purnafasary.
Ya Allah jd yatim piatu gara gara fitnah dan kezaliman. 😭😭😠😠
Liani purnafasary.
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. 😭😭😭tega sekali ya si Sulis ini. 😠😠
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!