Elsheva selalu percaya keluarga adalah tempat paling aman.
Sampai malam itu, ketika ia menjadi saksi perselingkuhan terbesar ayahnya—dan tak seorang pun berdiri di pihaknya.
Pacar yang diharapkan jadi sandaran justru menusuk dari belakang.
Sahabat ikut mengkhianati.
Di tengah hidup yang runtuh, hadir seorang pria dewasa, anggota dewan berwajah karismatik, bersuara menenangkan… dan sudah beristri.
Janji perlindungan darinya berubah jadi ikatan yang tak pernah Elsheva bayangkan—nikah siri dalam bayang-bayang kekuasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Samudera
.
.
.
Brukkk...
Els jatuh tersungkur dengan wajah yang hampir saja menubruk lantai depan perpustakaan. Hidung mancung gadis cantik itu sakit bukan main, ia mencoba bangkit, di depannya beberapa sorot mata menatap remeh dengan gelak tawanya. Elsheva tampak sangat menyedihkan, mereka adalah mahasiswa dua tingkat di atasnya yang memang tidak menyukai keberadaan Els karena kepopuleranya mengalahkan mereka.
Ini bukan kali pertama Els dicelakai, ada yang disiram ditoilet lalu dikunci didalamnya, diceburkan di kolam belakang kampus, dan masih banyak lagi kejahilan lain yang Els diamkan.
Keberadaan Els yang menarik banyak perhatian para cowok tentu saja mengundang rasa iri dan dengki dari senior perempuan di kampusnya. Kedua sahabatnya pun tidak bisa berbuat banyak, mereka hanya sama-sama junior yang tak punya power.
“Hahaha.. butuh bantuan untuk berdiri nggak? Lutut lo berdarah sepertinya,” tawar seorang gadis berwajah manis bak malaikat tapi berhati iblis di depannya. Els tidak bisa melihatnya namun ia cukup hafal dengan pemilik suara itu. Diraa.
Lutut Els berdarah, ia sudah meringis sejak tadi makannya ia terima uluran tangan orang yang hendak membantunya. Harusnya dia percaya tidak akan ada yang berani membantu dia selain Bella dan Helza, sedangkan mereka berdua sedang menghadap dosen saat ini.
Sekarang bukannya membantu, justru Dirra yang sudah menggenggam pergelangan tangan Els kembali melepaskannya dengan sengaja hingga gadis itu kembali jatuh.
Bukannya Els dan teman-temannya lemah dan tidak berani untuk melawan, mereka pernah melawan dan melaporkannya ke pihak kampus. Namun, yang mereka dapat hanya senyuman saja, orangtua Dirra adalah seorang Rektor tempat mereka kuliah jadi tidak akan ada yang berani mengusiknya.
“Ada apa ini?”
Els mendongak melihat siapa yang barusan bertanya. Suara dingin yang selalu membuat para mahasiswi menjerit kegirangan memujanya, padahal cowok itu sungguh lebih dingin dari kulkas dua pintu merk terbaik sekalipun. Begitu pula dengan wajahnya yang jarang terlihat di muka umum, ia lebih sering menutupnya dengan masker atau hoodie besar. Satu-satunya hal yang membuat Samudera di gilai oleh para gadis di sana adalah karena ia sangat misterius, genius dan yang jelas tajir melintir. Terlihat jelas dari mobil porsche limited edition yang sering ia pakai ke kampus.
Laki-laki itu berdiri menjulang tinggi, btw tinggi badannya hampir 180cm. Ia mengulurkan tangannya pada Els. “ Apa kalian suka sekali menyiksa dia? Kalian dapat apa kalau dia menangis seperti itu?” pertanyaan itu ia lontarkan pada Dirra dan kedua temannya yang menunduk. Tidak ada yang berani bersitatap dengan Samudera Mahatma, meski ketampanannya melampaui batas normal, tapi sikap dinginnya membuat banyak gadis-gadis hanya bisa mengagumi dari jauh.
Els tak menunggu jawaban dari Dirra, ia berusaha keras menyeret kakinya pergi dari sana selagi bisa kabur dari cengkeraman Dirra and the gang. “Aww! “ pekiknya. Luka di lututnya masih mengeluarkan darah segar.
“Aku bantu obatin,” Samudera mengalungkan sebelah tangan Els pada pinggangnya untuk membantunya berjalan sampai taman di dekat parkiran. Para gadis yang tadi menonton hanyamampu menahan napas mereka.
“Itu Samudera?? Wahhh, keren bangett.”
“Mau dong jadi Elsheva.”
“Sakit nggak masalah deh kalau yang bantuin itu, Samudera.”
“Dia bisa peduli jugaa ternyata, kirain kayak robot kaku yang nggak punya perasaaan.”
“Kirain cuma bisa peduli sama komputer aja.”
Begitulah kira-kira ucapan beberapa mahasiswi yang dilewati Els dan Samudera. Mereka menatap iri tentu saja, dari sekian ratus mahasiswi yang memberinya perhatian belum ada yang menerima respon baik dari Samudera.
“Kenapa diam aja tadi? Kamu bukan anak SMA yang lagi dibully?” tanya pria itu datar. Els masih meringis merasakan perih dari lutut yang sedang diolesi betadine oleh Bastara, pria itu mendongak menunggu jawaban Els. Tanpa sengaja tatapan mereka beradu.
Els cepat-cepat melempar pandanganya ke arah lain. Begitu juga Samudera yang nampak salah tingkah. “Melawan juga nggak akan bikin dia berhenti kak, kalau hari ini aku melawan besok dia akan lebih parah lagi ngerjain aku. Lagian siapa sii yang berani sama kak Dirra?”
”Aku nggak ada tisu, sorry...” ucap Samudera, seraya menggunakan punggung tangannya untuk mengusap jejak tanah atau mungkin lumpur yang menempel di pipi Els.
Perlakuan manis itu tentu saja membuat Els terpaku untuk beberapa detik. Ia harus segera menyadarkan dirinya. “Mm, thanks kak,” ucapnya lantas bangkit berjalan menuju mobilnya dengan kesusahan sambil menahan nyeri di lututnya.
Suara Samudera yang baru pernah Els dengar itu terus memenuhi isi kepalanya, suaranya dia berat, sedikit serak, pokoknya terdengar sangat nyaman di telinga Elsheva. Bukan hanya suaranya, tapi parasnya juga. meski hanya beberapa detik, Els akan sangat bisa mengingatnya.
“Weyy, bengongin apa? Oppa minta jatah?” seru Helza membuyarkan lamunan Els. Gadis berambut warna ash grey itu masuk menerobos mobil Els. Mereka sudah janjian akan mengelilingi kota sore itu dengan mobil barunya.
“Aigoo! Gue ketemu Dirra lagi tadi, liat nii... “ Els menunjukan lututnya yang sudah di balut kapas.
“What!! Ck, harusnya lo nggak perlu nunggu kita tadi beb jadi nggak ketemu itu demit satu. Keterlaluan banget deh!"
"Dia emang gitu kan hobinya?"
“Terus siapa yang nolongin lo? Kan pada nggak berani pasti,” imbuh Bella, mereka berdua kompak menunduk untuk melihat luka dilutut Els.
“Itu si idola kampus, yang katanya memiliki ketampanan level dewa.“ Kini kedua sahabat Els menutup mulut mereka yang ingin memekik tidak percaya.
“Samudera Mahatma?? Dia nolongin lo?”
Els mengangguk, jangankan sahabatnya yang tidak melihat langsung, ia yang menjadi tokohnya saja hampir tidak percaya kalau tadi ditolong oleh Samudera.
“Kayaknya lo bakal semakinn dimusuhi para gadis di kampus ini beb, Samudera kan banyak fans garis kerasnya di sini. Rata-rata cegil lagii."
"Tapi sweet banget deh, lo lagi di bully Dirra trus tiba-tiba Samudera nolongin, itu kek adegan di novel-novel romance yang gue baca."
"Udah, nggak usah ngelantur. Biasanya yang manis-manis gitu suka ninggalin aftertaste pahit."
Elsheva tersenyum kecil menanggapinya. “Cuma nggak sengaja lewat aja mungkin tadi, udah yuk ke balik, keburu itu demit nyamperin gue lagi."
Untungnya Heksa sedang dalam perjalanan dinasnya keluar kota dan baru pulang dua atau tiga hari lagi jadi Els tidak perlu melayaninya sambil menahan perih di lutut.
***
Aroma lavender bercampur wangi kopi latte menyambut Elsheva begitu ia melangkah masuk ke salon sekaligus klinik kecantikan Beauty is you, salon kecantikan hits yang jadi langganan gengnya. Lagu bruno mars mengalun lembut, cukup membuat siapapun betah beralma-lama di sana. Di satu sudut, Helza sudah melambai heboh, rambutnya dibungkus handuk pink. Bella duduk di sampingnya sambil mengutak-atik ponsel, kuku tangannya sudah mengilap warna pink rose.
Els merebahkan diri di kursi empuk, membiarkan terapis mulai menyiapkan peralatan. Sambil wajahnya dioles pembersih, percakapan mereka bergulir ringan, seperti biasa tidak jauh-jauh dari gosip seleb, drama kampus, sampai membahas produk skincare terbaru.
Sudah satu jam lebih rasanya tiga dadis dewasa muda itu berada di dalam sana, mereka rutin melakukannya seminggu sekali. Dan, itu wajib. Donatur tetap mereka yang mewajibkan hal itu.
Bukan karena berada dari kalangan keluarga selebritas atau para sosialita tapi karena mereka di biayai untuk merawat tubuh mereka dengan baik.
Salah satu ponsel milik mereka berdering nyaring, seorang gadis berambut panjang lurus melirik ponselnya dan mulai menggulir tombol hijau pada panggilan tersebut
" Iyaa Oppa, aku lagi di salon, kenapa? "
" Nanti malam aku pulang, yaaa?"
" Okk siappp, aku udah perawatan full sebadan-badan tenang aja nggak ada yang terlewatkan,"
" Istri baikkk, kamu pinter memanfaatkan uangku memang. Byee sayaanggg, love you."
" Hmm.. "
Panggilan itu Selesai, Els kembali menaruh ponselnya di tas.
" Beb, abis ini kemana? " tanya Helza, dia baru selesai menikmati pijatan lembut sang terapist.
" Gue mampir ke lab proff Handoko dulu bentar, biasaa tugass mingguan. Lo tahu seberapa demennya tuh dosen ngadepin gue, makannya selalu di kasih tugas melimpah biar sering-sering konsul ke diaaa, hahaha," sahut Els, sembari merogoh dompetnya di tas.
" Hahaha, lo terlalu menggoda makanya dia betah. " sahut Helza yang paling ramai sejak tadi di antara mereka,
"Heeh! Godaan gue cuma untuk Oppa Heksa seorang, wkwkwk."
Els yang sudah selesai lebih dulu, tengah membayar tagihan perawatan mereka di kasir,
Sedangkan Bella si paling pendiam, pendiam tapi bisa bangsat juga.
Bruaakkk!!
Mereka bertiga berseru kaget sambil menatap ke arah pintu masuk, di sana nampak seorang pria muda yang tengah memegangi perutnya yang mengeluarkan darah.
.
.
.
Terima kasih yang sudah baca, jangan lupa like dan komennya plisss... Kasih aku semangat!
semangat kakak 🤗🤗