NovelToon NovelToon
AKU YANG DIANGGAP HINA

AKU YANG DIANGGAP HINA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Pelakor / Kehidupan di Kantor / Wanita Karir / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:17.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dae_Hwa

“Perut itu harusnya di isi dengan janin, bukan dengan kotoran mampet!”

Ara tak pernah menyangka, keputusannya menikah dengan Harry—lelaki yang dulu ia percaya akan menjadi pelindungnya—justru menyeretnya ke dalam lingkaran rasa sakit yang tak berkesudahan.

Wanita yang sehari-harinya berpakaian lusuh itu, selalu dihina habis-habisan. Dibilang tak berguna. Disebut tak layak jadi istri. Dicemooh karena belum juga hamil. Diremehkan karena penampilannya, direndahkan di depan banyak orang, seolah keberadaannya hanyalah beban. Padahal, Ara telah mengorbankan banyak hal, termasuk karier dan mimpinya, demi rumah tangga yang tak pernah benar-benar berpihak padanya.

Setelah berkali-kali menelan luka dalam diam, di tambah lagi ia terjebak dengan hutang piutang—Ara mulai sadar: mungkin, diam bukan lagi pilihan. Ini tentang harga dirinya yang terlalu lama diinjak.

Ara akhirnya memutuskan untuk bangkit. Mampukah ia membuktikan bahwa dia yang dulu dianggap hina, bisa jadi yang paling bersinar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Langkah Elan mantap memasuki rumah utama keluarga Wiratama setelah seharian bekerja. Setelan jasnya masih rapi, meski dasinya sudah dilepas dan digantungkan di leher.

Di depan pintu, ia berpapasan dengan Davin yang langsung memberikan anggukan singkat dan laporan singkat pula, “Sudah beres.”

Senyum puas sempat terbit di wajah Elan. Namun, belum sempat ia menjawab, suara berat sang ayah menggema dari ruang kerja.

“Elan. Kemari ....”

Nada suaranya datar, tapi terdengar tegas dan dingin.

Dengan gerakan tenang, Elan masuk. Pak Gaffar duduk di balik meja besar dari kayu jati, jari-jarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja—pelan namun penuh tekanan.

“Aku dengar kamu baru menutup kontrak besar dengan klien dari Surabaya,” ujarnya tanpa basa-basi.

Elan mengangguk. “Ya, Yah. Proyek berjalan lancar.”

Pak Gaffar tak mengangguk, hanya mengamati—cukup lama. Lalu suaranya terdengar lagi. “Dan aku dengar kamu membawa asisten pribadi dalam setiap pertemuan penting belakangan ini?”

Elan masih tenang, tetapi matanya mulai kehilangan kilau. “Itu bagian dari fungsinya, Yah.”

Pak Gaffar bersandar di kursi, menautkan jemarinya di depan dada. “Asistenmu itu … Ara, bukan?” katanya, pelan—tapi Elan dapat menangkap nada tak suka dari suara sang ayah. “Wanita yang sama dari masa lalumu.”

Dalam sekejap, suasana benar-benar berubah hening. Wajah Elan tetap datar, akan tetapi matanya, tajam menatap ke arah Pak Gaffar. Tatapan itu tak menyangkal, tak juga mengiyakan. Tapi cukup untuk menjawab segalanya.

“Apa yang sebenarnya ingin Ayah katakan padaku?” tanya Elan sinis.

“Kenapa kamu memilih dia lagi?” tanya Pak Gaffar, suaranya tetap rendah, tapi sorot matanya mengintimidasi. “Elan Wiratama—sudah jelas bisa mendapatkan siapa saja. Tapi kamu, justru menarik kembali perempuan yang dulu hampir ....”

Pak Gaffar menjeda ucapannya, “Elan, kamu tau kan, dia sudah menikah ...,” sambungnya.

Elan tidak langsung menjawab. Ia mendengus kecil. “Tentu aku tau, Yah. Lantas kenapa?”

“Kenapa? Kamu bertanya kenapa? Kamu jangan bermain api, Elan!” Suara Pak Gaffar mulai meninggi. “Kamu mau dicap Pebinor? Kalau media tau—hancur perusahaan kita, Elan!”

Elan tertawa hambar. “Jangan berlebihan, Yah. Pebinor? Aku nggak akan pernah ngelakuin perbuatan tak terpuji seperti itu, dan Ara bukan perempuan semurah itu. Aku hanya berniat menolongnya—menariknya dari jurang yang dalam. Ara ... tidak pantas menjalani kehidupan semenyakitkan itu. Dan tentang perasaan ku ....”

Elan berhenti sejenak. Dadanya mendadak sesak.

“Benar, aku masih mencintainya! Sangat!” suaranya serak. “Namun, aku tidak akan pernah memaksakan perasaan ku padanya, Yah. Terlebih, aku lah yang dulu dengan kejam meninggalkannya tanpa kata perpisahan. Dan semua itu ku lakukan—hanya demi menyelamatkan perusahaan saat kakek sakit keras. Apa ... Ayah belum puas melihat ku seperti itu?”

Pak Gaffar tak menjawab, hanya mendengus kasar.

“Untuk kemajuan perusahaan, silahkan Ayah mengatur ku, tapi tentang percintaan ku ... tolong—jangan menekan ku, Yah. Dan ... jangan juga Ayah memiliki niat untuk mengusik Ara. Karena aku ... kali ini nggak akan tinggal diam.”

Elan berbalik badan. Berjalan beberapa langkah, kemudian berhenti. “Oh, ya. Satu lagi. Jika Ayah masih terus-terusan mendengarkan ucapan Varell—aku akan bener-bener ngasih dia pelajaran. Aku nggak akan peduli gimana hubungan Ayah dan Tante Yuli nantinya.”

Setelah berkata demikian, Elan lanjut melangkah. Meninggalkan sang Ayah yang menatap kesal punggungnya.

...****************...

“Aku udah nggak kerja lagi, Bu .…”

Bu Syam menoleh cepat, alisnya terangkat tinggi. “Apa maksudmu, nggak kerja? Kamu dipecat?”

Harry menggeleng, wajahnya cemas. “Enggak. Tapi … aku terpaksa dianggap mengundurkan diri.”

“Terpaksa? Kok bisa?!”

Harry menarik napas berat, lalu menghembuskannya perlahan. “Kayaknya Ara ngirim email pengunduran diri … pakai akunku. Email ku masih nyantol di HP dia, dan—”

“Apa? Mengundurkan diri? Perbuatan Ara?!” Bu Syam langsung terduduk lemas di atas sofa. Wajahnya memucat, lubang hidungnya sampai mekar-mekar menahan emosi. “Perempuan hina itu sudah keterlaluan!”

“Aku juga kaget, Bu. Kok tega kali si Ara—hanya perkara cemburu. Semakin ke sini, Ara semakin sulit dikendalikan.”

“Ya Allah … Ya Allah .…” Bu Syam memijit keningnya. “Ini pasti ada maksud! Perempuan itu pasti mau menghancurkan kamu! Dia pasti iri waktu tau kamu naik jabatan, soalnya dia kan hanya buruh Toserba. Jadi, selama ini dia pura-pura diam, tau-taunya menusuk dari belakang!”

Harry menunduk, tak berani menyela. Ia tak sanggup menceritakan bahwa Ara sebenarnya memiliki kedudukan lebih tinggi darinya di dunia karier.

“Aku harus bicara langsung sama dia! Perempuan nggak tau diri itu harus diajarin!”

Belum sempat Bu Syam meredakan amarahnya, suara langkah tergesa terdengar dari lorong. Dwi keluar dari kamarnya sambil membawa ponsel dan wajah panik setengah histeris.

“Mas!” jeritnya, membuat Harry dan Bu Syam spontan menoleh. “Mas! Video mu … video mas viral di jagat maya!”

Harry tak menjawab, ia meraup kasar wajahnya.

“Video? Video apa, Wi?” tanya Bu Syam tak mengerti.

“Ini!” Dwi menyerahkan ponselnya dengan tangan bergetar. “Lihat sendiri,Bu!”

Bu Syam menyambar ponsel itu dan menatap layar. Detik berikutnya, wajahnya langsung mengeras. Di sana, ada potongan video—rekaman anaknya dan Puspa, tertangkap kamera di ruangan arsip. Melakukan hal-hal yang tidak terpuji.

“Astaga .…” gumam Bu Syam, darahnya seperti mengalir naik ke ubun-ubun. “Kamu sama Puspa?”

“Harry khilaf, Bu. Puspa selalu godain aku terus.”

Bu Syam menggeplak lengan Harry habis-habisan. “Bodoh kamu, Harry. Bodoh! Kenapa kamu berbuatnya di sana? Macam nggak ada hotel!”

Kemudian, wanita paruh baya itupun berdiri, jantungnya berdegup tak karuan. “Ini pasti ulah Ara! Perempuan itu yang nyebarin! Dia pasti mau balas dendam karena kamu ketauan selingkuh. Dia sengaja nyebarin aib kamu ke publik!”

Harry tak menjawab. Tangannya mengepal, matanya masih terpaku pada layar ponsel yang kini penuh komentar pedas. Nama baiknya hancur. Reputasinya—kariernya—semuanya runtuh hanya dalam hitungan jam.

Bu Syam membanting ponsel ke meja kaca, napasnya memburu penuh amarah. “Sudah cukup! Perempuan itu sudah keterlaluan!” teriaknya. “Mengundurkan kamu dari kantor, menyebar aib kamu, sekarang bikin kamu jadi bahan olokan se-Indonesia?!”

Harry diam membeku. Matanya kosong, pikirannya kacau. Tapi sebelum sempat berkata apa pun, Bu Syam sudah menarik tangannya dengan geram.

“Ayo, Har! Kita ke rumahmu sekarang! Kita cari perempuan itu! Aku nggak peduli, dia harus bener-bener di kasih pelajaran!”

Harry terpaksa menurut. Mereka meluncur ke rumah yang sebelumnya ditinggali Ara. Bu Syam membanting pintu pagar, masuk dengan langkah besar dan langsung menuju kamar.

“ARA! KEMARI KAU!” teriak Bu Syam.

Namun, Ara tak ada di kamarnya. Bu Syam mencari ke dapur, tidak ada siapapun di sana.

“Har, periksa lemari!” pekik Bu Syam.

Harry buru-buru berlari ke kamar. Memeriksa lemari—sesuai perintah ibunya. Namun, manik Harry membulat. Pakaian Ara tak bersisa sedikitpun.

“B-bu, Ara kabur, Bu!” pekik Harry. “Bajunya kosong!”

Harry mengusap wajahnya kasar, dadanya sesak melihat kenyataan ini.

Bu Syam melotot, matanya menyala-nyala. “Si Hina itu pasti ada di rumah ibunya! Ayo kita ke sana, Har! Biar ku hajar langsung di depan ibunya yang kayak gembel itu!”

*

*

*

“Kalau kau masih nggak mau keluar, ku pecahkan jendela rumah kalian dengan batu besar ini!”

1
istianah istianah
🤣🤣 namanya sama pasti orangnya sama nyinyiran 🤣🤣🤣
istianah istianah
nah lo biar thu rasa itu b sum
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
siap ku pelototin nih.. syafakillah thor..
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
dipersilahkan thor.. aku ikhlasss 🔨🔨🔨🔨
Sayur segar
Yah 😞
lekas sembuh tor
Sayur segar
Ara cemburu nih kyknya cieeee
Sayur segar
setuju 🤝
Sayur segar
bergantung lah sama Allah
Sayur segar
eh, yg ada yg sono diceraikan!
Sayur segar
gebuk tor, ak bantu 🤣🤣🤣
Sayur segar
hajar ara
Mba Ayuu
yaampun gemes banget rasanya, kok ada orang seperti itu nggak punya malu.
Mba Ayuu
uppss jangan gitu Harry, kalian kan bukannya sana ya/Facepalm/
Sayur segar
dsr gk tw maluuuu
Sayur segar
/Joyful/
Sayur segar
giliran anaknya ada duit aja baik2. giliran kere, ayam pun di simpan
Sayur segar
jatuh talak gk sih klo ngmng gt?
Sayur segar
anda sengsara, kami puas. hahahah
istianah istianah
dasar muka tembok bu sum² itu ,dak tau diri banget jdi orang, orang selalu nyinyirin ujungnya² mnjam dak malu tu mulut bu🤑🤑😛😛
Miaaaoowww😸
nah ini nih, tambah satu lagi yg pingin dicubit ginjalnya☠️☠️☠️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!