Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 3, part 4
Semua orang mengatakan Anja ada dirumah ini, tapi sekalipun dia tak pernah bertemu dengannya walau hanya sekedar bayangannya saja.
Reka dapat meyakini sosoknya ada karena setiap mereka makan, sang ibu selalu menyisihkan makanan, tidak jarang juga ia menemukan bekas makanan itu didapur dalam keadaan utuh tak tersentuh.
"Dia masih disini ? Kenapa tak pulang?" malam itu ia mencari kesempatan untuk bertanya pada kakaknya yang sedang mencuci botol penampung ASI.
"papi mengkhawatirkannya. Bagaimanapun Anja bukan anak kandung mereka, jaga-jaga saja takutnya hal yang tidak diinginkan terjadi. Lagipula, kamu lupa ya luka yang terjadi pada kepalanya saat dia datang kesini?"
Reka tak menjawab, diam-diam membenarkan keputusan keluarganya dalam hati.
Reka mengambil satu kaleng minuman dalam kulkas" Dia sakit? kemarin temen mbak yang datang kesini, dokter kan?" tanyanya lagi mencoba mengurangi rasa penasarannya. matanya memperhatikan Erna menunggu jawaban.
"Oh itu, Dokter Ria. Konseling psikologis.Reka, tolong matikan kompor !"Erna menjawab kemudian memberi perintah. Reka menurut, sementara tak mengatakan apa-apa lagi.
Ia menduga ini pasti akan terjadi, akan tetapi tetap saja... hatinya tetap merasa tak nyaman begitu mendengar kenyataan itu. Kaleng soda ditangannya sudah dibuka dan ia mulai meminumnya demi memberi sedikit kenyamanan pada hatinya.
"Apa dokter mengizinkan seseorang menemuinya?"tanya Reka lagi, kini memperhatikan bagaimana kakaknya menyiram air panas yang dibawanya kedalam botol yang tadi dicuci.
"tentu saja, dokter menyarankan pada kamu untuk mengajaknya berbicara,"
"Lalu bagaimana?" sela Reka tak sabar.
"sejauh ini masih terkendali. Masih aman kalo di ajak ngobrol sama mbak. Tapi tetap saja, tatapan mata tak bisa dibohongi!" Erna menghela napas, kemudian mengambil tempat duduk pada kursi bar demi memberi adiknya kesempatan untuk bertanya.
"emhh, masalah pernikahan, apa dia juga sudah setuju?" tanyanya ragu. Ie beringsut dari posisinya kini kemudian menarik kursi yang satunya lagi untuk ia duduki.
Erna tak segera menjawab, sementara Reka menantikan jawaban dengan perasaan gelisah."Apa artinya kamu sudah memutuskan untuk menikahinya?"
"Memang, apalagi yang bisa aku ambil selain pilihan itu? Lagipula, bukan kah semua orang tidak mau kalau aku sampai masuk penjara? Pendidikan Magisterku harusnya tinggal menunggu setengah tahun lagi. Ku rasa, kurasa ucapan mbak kemarin ada benarnya juga.
Dan lagi, segimana kerasnya aku menentang, kalian semua tak akan membiarkanku menolak pernikahan ini. Bukankah percuma walau aku terus menghindarinya?"
terangnya sambil membuat catatan dalam hati. Ia yang memegang kendali dan seandainya pernikahan itu tak sesuai dengan harapannya bukankah tidak rumit, hanya tinggal menceraikannya saja?
Suara tangisan bayi memecah keheningan malam. Erna undur diri dengan terburu-buru meninggalkannya seorang diri. Ia tak terganggu, kembali menikmati minuman kalengnya yang tinggal setengah.
Ingatannya menerawang, memandang jauh pada saat pertama kali ia bertemu Anja.
Wanita itu menatap dengan sorot meminta penjelasan begitu melihat Kekasihku terkulai lemas dalam dadaku.
"Dia mabuk? Kau yang membawanya kesini?"tanya nya galak, matanya menatap penuh ancaman.
Reka menyunggingkan senyum,wanita itu pasti salah faham.
Tapi, siapa dia?
"Bukankah dia pacarnya? sudahlah Anja... tugas kita harus selesai malam ini, biarkan dia yang mengantarnya pulang!" seorang wanita menegur.
Tunggu... Anja? Alis Reka mengernyit dalam mencoba mengingat sesuatu. Wanita itu apa bener kakaknya, tapi mereka tidak terlihat mirip sama sekali, Pikirnya dalam hati.
" Oh, kakak Silvi ya? Kakak salah faham, aku ditelpon temennya untuk menjemput Silvi disini. Aku tak melakukan apa-apa, sungguh! Dia sudah mabuk saat aku sudah datang kesini!"jelas Reka berbicara sesopan mungkin, takut menurunkan standar penilaian lawan bicaranya sebagai adik ipar.
"Siapa yang percaya! Cepat masukkan ke mobil, biar saya ikut kamu mengantarnya pulang!"Perintahnya masih dengan nada tak bersahabat.
Itu, kali pertama mereka bertemu setelah mendengar berbagai kisah tentang sosoknya dari mulut Silvi. Siapa yang menyangka kemudian, hal itu menjadi bagian dari takdir kisah mereka.
semangat kak author 😍