Sekuel dari novel Cintaku Dari Zaman Kuno
Azzura hidup dalam kemewahan yang tak terhingga. Ia adalah putri dari keluarga Azlan, keluarga terkaya dan paling berpengaruh di negara Elarion. Namun, dunia tidak tahu siapa dia sebenarnya. Azzura menyamar sebagai gadis cupu dan sederhana semua demi kekasihnya, Kenzo.
Namun, tepat saat perkemahan kampus tak sengaja Azzura menemukan sang kekasih berselingkuh karena keputusasaan Azzura berlari ke hutan tak tentu arah. Hingga, mengantarkannya ke seorang pria tampan yang terluka, yang memiliki banyak misteri yaitu Xavier.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berita
Pagi yang biasanya berjalan biasa saja di kampus Asteria, kini berubah riuh. Di setiap sudut, para mahasiswa membicarakan satu hal yang sama yaitu berita tentang Rica, mahasiswi yang dikenal sebagai ratu kampus atau sang primadona kampus.
“Lo udah denger? Rica ditahan polisi!” bisik seorang mahasiswi pada temannya di lorong utama.
“Serius?” balas temannya dengan mata membelalak. “Kenapa?”
“Katanya dia coba nyiram Azzura pakai air keras.”
“Gila ... kok bisa sampai segitunya?”
Tak hanya itu, berita lain yang tak kalah mengejutkan pun tersebar, rumah Rica yang mewah di daerah elit mendadak roboh, katanya akibat gempa skala kecil yang entah kenapa hanya terjadi di rumah itu saja.
“Loe bayangin aja,” ujar mahasiswa cowok di kantin. “Rumahnya doang yang ambruk, rumah tetangganya utuh semua. Itu mah bukan gempa, itu azab!”
Sementara itu, di taman tengah kampus, Kenzo duduk santai di bangku panjang bersama Bobby dan beberapa teman lainnya. Meski mencoba terlihat santai, Kenzo sesekali melirik layar ponselnya yang terus berbunyi, penuh notifikasi dari grup alumni, dosen, bahkan akun gosip kampus.
Bobby menyender di bangku, menghela napas panjang lalu menoleh ke Kenzo.
“Lo gak sedih, Zo?” tanyanya sambil menyipitkan mata. “Rica masuk penjara, bro. Dan katanya tubuhnya rusak parah. Wajahnya kena air keras. Gawat banget.”
Kenzo hanya mengangkat alis lalu menyeringai tipis. “Kita udah putus, Bob. Gue nggak ada urusan lagi sama dia.”
“Gue tau lo udah mantan, tapi kan dulu pernah sayang juga,” ucap teman mereka yang lain, mencoba menggoda.
“Sayang gue ke dia udah hilang sejak dia mulai jadi cewek psycho,” jawab Kenzo enteng. “Dulu mungkin gue bego. Sekarang mah enggak lagi.”
“Katanya sekarang Rica dirawat di rumah sakit dalam penjara. Gak bisa dipindah karena lukanya parah,” celetuk yang lain.
Bobby menggeleng pelan, ekspresinya berubah sedikit prihatin. “Senggaknya ... ya jangan sampai begitu juga lah. Cewek cantik, pintar, masa akhirnya begini.”
Kenzo mendengus sinis. “Cantik kalau hati busuk mah percuma. Dia yang mulai, dia yang tanggung. Lagian, lo pikir Azzura yang bakal didiemin aja diserang? Salah besar.”
Kenzo sama sekali tidak berkaca jika hatinya juga busuk sama seperti Rica. Padahal, dulu Kenzo memanfaatkan Rica baik dari hartanya maupun tubuh wanita itu, hanya dengan modal tampang saja.
“Eh, ngomong-ngomong,” bisik salah satu cewek di dekat mereka, “gue denger dari senior, katanya keluarga Azzura tuh ... bukan orang biasa.”
“Loh, maksudnya?” tanya Bobby, karena baru kali ini dia datang ke kampus setelah liburan di luar negeri.
“Ya ... katanya sih mereka itu powerful banget. Kaya, berpengaruh dan .... ” dia menunduk sedikit lalu menurunkan suaranya, “katanya bisa ngelakuin hal-hal yang di luar logika, itu kata bokap gue, makanya gak ada yang berani sentuh keluarga itu.”
Semua terdiam sejenak, saling bertatapan. Kenzo tak berkata apa-apa, tapi matanya tajam memikirkan sesuatu.
Bobby tertawa pelan, mencoba mencairkan suasana. “Wah, jangan-jangan Azzura keturunan Avenger, bisa manggil petir sama gempa bumi.”
Semua ikut tertawa, meski tawa mereka terasa garing. Mereka tentu tidak percaya, mana ada hal seperti itu di dunia ini. Itu hanya fantasi yang ada di cerita novel, pikir mereka.
Sedangkan Kenzo, semakin terobsesi mendengar jika keluarga Azzura benar-benar berpengaruh. Dibayangan Kenzo, semua orang akan tunduk hormat padanya layaknya raja.
Semua keinginannya akan terpenuhi, sekali tunjuk saja semuanya beres.
Di kejauhan, Azzura berjalan melewati taman itu, wajahnya tenang seperti biasa. Tatapannya tak mengarah ke siapa pun, tapi aura yang terpancar dari dirinya cukup membuat orang-orang otomatis memberi jalan.
Kenzo memandangi Azzura sesaat, lalu tanpa sadar bergumam, “Cewek itu, sekarang beda banget. Dan itu semakin buat gue jatuh cinta sama dia.”
Tanpa berkata-kata lagi, dengan tidak tahu malunya. Kenzo beranjak dari duduknya, mengejar Azzura.
“Eh, Ken. Lo mau kemana?” teriak Bobby tapi tidak dipedulikan Kenzo.
Yang lain hanya saling pandang lalu berkata. “Paling juga kejar Azzura lagi.”
Mereka hanya menggeleng miris. Karena Kenzo benar-benar tidak pantang menyerah. Mereka memang tahu, bila Kenzo telah memiliki target pasti akan terus dikejar. Tapi, tak ada yang tahu jika Kenzo hanya pria miskin, yang bergantung pada cewek kaya yang menjadi korbannya.
**
Azzura melangkah santai melewati koridor utama. Dengan setelan kasual berwarna pastel dan rambut panjang yang tergerai rapi, ia tampak anggun dan tidak tersentuh.
Para mahasiswa otomatis memberi jalan, sebagian menatap kagum, sebagian lagi bisik-bisik, membicarakan kejadian beberapa hari lalu yang masih jadi bahan gosip hangat.
Sania, sepupunya, berjalan di sampingnya sambil membawa buku tebal di pelukannya. Gadis itu tampak siaga, matanya awas melihat sekitar, seolah siap menepis siapa pun yang berani mendekat dengan niat tak baik.
Dan benar saja.
Dari arah taman, sosok yang tak asing melangkah cepat menghampiri mereka. Dengan wajah yang dibuat santai seolah tak pernah terjadi apa-apa, Kenzo kini berjalan ke arahnya tanpa rasa bersalah.
"Azzura!" seru Kenzo, menampilkan senyum palsu. "Tunggu bentar."
Azzura hanya menoleh sekilas, tidak memperlambat langkahnya. Tatapannya datar. Tapi Kenzo tak menyerah. Ia terus mengejar hingga berjalan sejajar dengan mereka.
“Aku cuma mau ngobrol sebentar. Nggak akan lama,” ujarnya dengan nada merendah.
Sania langsung menghentikan langkahnya, berdiri tepat di hadapan Kenzo. Ia menatap pria itu dari ujung kepala sampai kaki dengan ekspresi jijik yang tak ditutupi.
“Lo bener-bener gak tahu malu ya?” kata Sania tajam. “Udah ditolak, masih ngejar juga. Gak punya harga diri? Oh lupa, Lo kan gak ada harganya.”
Kenzo mengerutkan kening, berusaha tersenyum, tapi jelas terganggu. “Gue cuma pengin ngobrol baik-baik. Gak salah kan?”
“Salah,” potong Sania cepat. “Azzura gak punya urusan lagi sama lo. Udah cukup lo nyakitin dia dulu. Sekarang giliran lo minggir.”
Azzura akhirnya menghentikan langkahnya. Ia menatap Kenzo lama. Matanya tenang tapi dingin, seperti danau yang permukaannya tenang tapi dasarnya dalam dan gelap.
"Kenzo," ucapnya pelan. "Lo tahu kenapa gue gak marah atau balas dendam waktu lo mainin gue dulu?"
Kenzo menelan ludah, menunggu jawabannya.
"Karena buat gue, lo udah gak penting. Lo cuma bagian dari masa lalu yang gue buang jauh-jauh," lanjut Azzura dengan nada datar. “Jadi berhenti cari perhatian. Kasihan.”
Seketika wajah Kenzo memucat. Sania menahan tawa geli sambil menepuk-nepuk bahu sepupunya bangga.
“Udah jelas belum? Atau harus pake bahasa isyarat? Atau bahasa binatang,” sindir Sania sambil melirik sinis.
Kenzo benar-benar merasa dipermalukan dengan ucapan Sania terlebih para mahasiswa menatap mereka bahkan mengejeknya.
Saat Azzura dan Sania melangkah, Kenzo memegang tangan Azzura tapi tiba-tiba sesuatu yang Kenzo tidak duga terjadi
Brugh!
Bugh!
kenzo aja aneh g nagaca kan hadeh munafik bget deh si kenzo ini
dia baik tp baik sm siap.dlu
lah ini apaaaaa
zanaya sm penduduk kecil baik g pelit kasih modal usaha dan pelatihan
lah manusia jmn skrg yg ada iri dengki dan tamak
bukan nya tau tata krama tp mlh ngelunjak
yaa nikmati aja cara mu didik anak wkwkwk mampus kau slh cari lawan
nahh blm tau azura aja sok2an loe.