NovelToon NovelToon
49 Days

49 Days

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin / Angst / Penyeberangan Dunia Lain / Hantu
Popularitas:9.2k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Suri baru menyadari ada banyak hantu di rumahnya setelah terbangun dari koma. Dan di antaranya, ada Si Tampan yang selalu tampak tidak bahagia.

Suatu hari, Suri mencoba mengajak Si Tampan bicara. Tanpa tahu bahwa keputusannya itu akan menyeretnya dalam sebuah misi berbahaya. Waktunya hanya 49 hari untuk menyelesaikan misi. Jika gagal, Suri harus siap menghadapi konsekuensi.

Apakah Suri akan berhasil membantu Si Tampan... atau mereka keburu kehabisan waktu sebelum mencapai titik terang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

The Shadows

Ketika kelopak matanya terbuka, hal pertama yang Suri temukan adalah sepasang mata kelam menatapnya intens dari jarak dekat. Sangat dekat. Oh, tidak, bahkan terlalu dekat.

"Dean?!" Suri memekik heboh. Tubuhnya refleks bergerak menjauh, tetapi rasanya dunia di sekitar masih bergoyang, bak sedang berada di dalam kapal nelayan yang terhantam ombak besar.

"Akhirnya bangun juga," ujar Dean. Ia berhenti mengguncang bahu Suri, perlahan menjauhkan tangannya dan kembali berdiri tegap di sisi ranjang.

Suri mengerjap beberapa kali, berusaha mengumpulkan kesadaran yang masih berserak. Kepalanya terasa berat, seperti habis tertimpa beton.

"Ada apa? Kenapa heboh sekali menggoyangkan tubuhku?" tanya Suri sambil memegangi sebelah kepalanya. Rasanya masih sedikit pusing.

"Alarm ponselmu sudah berbunyi sepuluh kali, Suri. Sepuluh kali. Tapi kau sama sekali tidak bangun," jelas Dean, "kau malah terus bergerak gelisah dalam tidurmu. Kenapa? Mimpi buruk?"

"Bukan apa-ap—"

Kalimat Suri terpotong ketika matanya menangkap empat buah angka di layar ponsel yang tergeletak di samping bantal. Pukul 07.45.

"Dean!" Mata Suri membola. "Kenapa tidak membangunkanku lebih awal?! Ini sudah hampir jam delapan!"

"Aku sudah coba," sahut Dean. "Tapi kau sama sekali tidak bereaksi."

Suri tidak sempat menanggapi lagi. Pikirannya kalut, panik setengah mati. Pelajaran pertama, ujian Biologi, akan dimulai jam delapan tepat. Butuh setidaknya 15 menit untuk sampai ke sekolah. Belum lagi waktu untuk bersiap.

"Ah, sial!" rutuknya sambil menyibak selimut dengan gerakan terburu.

Namun, ketika kakinya menyentuh lantai dan hendak berdiri, rasa perih menyambar dari telapak kaki sampai betis. Suri meringis, refleks mengangkat kaki kanannya untuk memeriksa apa yang terjadi.

Apa yang Suri temukan lantas membuat jantungnya serasa berhenti berdetak.

Di sekitar pergelangan kaki dan betis, berjajar luka gores kemerahan yang masih segar. Beberapa bagian masih merembeskan dasar segar, sedangkan bagian lagi ditempeli darah yang mulai mengering. Luka gores itu mirip seperti luka yang ditimbulkan oleh gesekan rumput tajam atau...

Dedaunan ilalang!

Dengan tangan gemetar, sambil pula menahan napas, Suri mengangkat kedua tangannya. Benar saja, di sekujur lengan dan punggung tangannya juga ada luka gores serupa.

Bagaimana... Bagaimana bisa?

"Suri?" suara Dean menyentak Suri dari lamunannya. "Ini ... luka-luka ini ... dari mana kau mendapatkannya?" tanya Dean lebih lanjut seraya menunjuk luka gores di tangan Suri.

"A-aku...." Suri tergagap. Bagaimana pula dia harus menjelaskan pada Dean? Sementara hal ini juga masih terlalu sulit untuk dia cerna dengan akal sehatnya. Bagaimana mungkin mimpi random yang dia pikir tidak punya makna, malah memberinya luka fisik yang terlalu nyata?

"Suri,"

"Tidak ada waktu untuk menjelaskan!" sentaknya. Matanya melirik ponsel lagi, sudah pukul tujuh lewat empat puluh tujuh. Waktu terus berjalan, sehingga Suri harus memotong obrolan ini sekarang. Tentu, jika tidak ingin terlambat datang ke sekolah dan gagal ikut ujian.

"Tapi, luka-luka itu—"

"Nanti saja!" potong Suri cepat, bahkan tanpa menoleh. Ia melesat cepat menuju kamar mandi. Mengabaikan perih di tangan dan kakinya.

Bunyi bam! keras menjadi pemutus interaksi. Suri sudah sibuk sendiri dengan persiapannya berangkat sekolah, sementara Dean berdiri keheranan di tempat. Lagi-lagi disuruh menerka sendiri, apa gerangan yang sedang Suri alami.

...🍃🍃🍃🍃🍃...

Hari yang buruk. Tidak cukup mendapat mimpi buruk, bangun kesiangan, sampai harus ngebut agar bisa ikut ujian, kini Suri juga harus duduk di bangku panas dengan satu kenyataan pahit lainnya: kipas angin di kelasnya belum dibetulkan. Sedangkan untuk meminta tolong kepada Dean agar menjahili ketua kelas bodoh dan bendahara pemalas, Suri tidak lagi punya tenaga.

Ruang kelas yang terasa seperti sauna diperparah dengan soal ujian yang tidak manusiawi. Sudah tiga puluh menit berlalu sejak kertas ujian dibagikan, dan Suri baru berhasil menjawab sepuluh soal. Sepuluh, dari total lima puluh soal pilihan ganda. Itu pun Suri tidak yakin apakah jawabannya benar. Segala kekacauan yang terjadi di rumah kemarin malam membuat kinerja otak Suri berantakan.

"Sialan," gerutunya pelan seraya menggesekkan ujung pensil yang tumpul ke kepala. Dengan cara itu, Suri berharap otaknya bisa kembali bekerja dengan baik.

Sayangnya kepala Suri bukan lampu ajaib. Jin biru pengabul permintaan tidak akan tiba-tiba muncul dari sana untuk membantunya mengerjakan soal, tidak peduli seberapa banyak Suri menggesek kepalanya menggunakan pensil.

Ia melirik seisi kelas dengan putus asa. Berharap barangkali ada satu saja temannya yang bisa diandalkan, untuk ia minta bantuan. Namun pemandangan yang Suri temukan malah semakin membuatnya frustasi. Wajah-wajah bingung terpampang nyata di sana. Bahkan Noir, teman sekelasnya yang selalu mendapat peringkat satu pun, tampak kewalahan menghadapi soal anomali yang dibuat oleh guru killer ini.

Kalau Noir saja sampai frustrasi begitu, artinya memang soal ini datang dari neraka.

Suri mendesah pelan, tidak ingin menarik perhatian. Kembali ditatapnya lembar soal miliknya. Soal nomor sembilan belas menarik perhatiannya. Bukan karena Suri mendapatkan jawaban, tetapi barisan huruf di sana seakan meledek dengan berteriak: coba saja jawab pertanyaan ini, dasar bodoh!

Semakin Suri baca, huruf-huruf di soal itu semakin gencar memaki dirinya.

"Ah, entahlah..." Suri menyerah. Pilihan paling bijak saat ini adalah menggunakan cara lama; menghitung kancing seragam untuk menentukan jawaban. Mau bagaimana lagi? Suri sudah memeras otaknya sampai kering, tapi jawaban yang dibutuhkan tidak juga kunjung datang.

Akan tetapi,

Di tengah keputusasaan yang mulai berubah menjadi kepasrahan, sebuah suara yang familier tiba-tiba mengalun persis di telinganya.

Suri terlonjak, nyaris melompat dari bangkunya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri dengan cepat. Memastikan reaksi terkejutnya tidak menarik perhatian teman sekelasnya. Untungnya, mereka masih terlihat sibuk dengan soal-soal mereka sendiri.

"Apa?" bisik Suri nyaris tanpa suara. Bibirnya bergerak tak kentara. Sengaja waspada karena tidak ingin ada yang melihat, lalu menganggapnya gila karena bicara sendiri.

"Jika tidak ada yang penting, pergilah, aku sedang mencoba menyelamatkan nyawaku sendiri," imbuhnya.

"Aku tahu. Makanya aku datang untuk membantu."

Dahi Suri berkerut sempurna. "Membantu apa?" tanyanya ragu.

"Nomor sebelas," bisik Dean, "jawabannya C."

"Jangan asal bicara," balas Suri, "sekarang bukan waktunya bercanda."

"Aku serius," kata Dean tidak mau kalah. "Nomor sebelas itu jawabannya C."

"Dean—"

"Percaya saja padaku," potong Dean, "untuk apa juga aku menjerumuskanmu?"

Suri geming. Tatapannya semakin skeptis.

Karenanya, Dean menghela napas panjang. "Selama kau pusing memikirkan jawaban dari soal-soal ini, aku pergi ke depan kelas."

"Lalu?"

"Lalu...." Dean menegakkan badan, menatap ke depan tempat guru pengawas—sekaligus pembuat soal terkutuk ini—duduk di depan laptopnya yang terbuka. "Aku mencuri informasi dari laptopnya. Dia sedang membuka lembar kunci jawaban, Suri. Bayangkan, ketika kalian semua sedang pusing mengerjakan soal buatannya, guru killer itu malah asyik memandangi kunci jawaban."

Suri hampir tersedak ludahnya sendiri. Matanya membola. "Kau gila, ya? Mau menyuruhku berbuat curang?"

Dean mengedik. "Kalau mau," ucapnya enteng, "kalau tidak mau ya tidak apa-apa. Toh aku hanya ingin membantu."

Perasaan Suri campur aduk. Haruskah dia terima bantuan Dean? Atau... pasrah saja ketika nilai ujiannya nanti jeblok, dan terpaksa menerima tugas tambahan sebagai gantinya?

"Kau tidak sempat belajar karena membantuku," lanjut Dean, ada terselip rasa bersalah dalam nada suaranya. "Belum lagi harus membereskan kekacauan yang Kenneth buat. Jadi untuk kali ini, tak apa, kurasa aku boleh membantumu menyontek."

Suri masih tidak menyahut. Kompas moralnya berkata ini tidak benar, tetapi nalurinya sebagai manusia yang ingin berusaha bertahan dalam situasi genting, berkata bahwa ia harus menerima bantuan Dean.

"Hanya kali ini," tambah Dean. "Hanya kali ini saja. Selebihnya, kau harus berusaha sendiri."

"Baiklah," kata Suri pada akhirnya. Ia menatap lembar soalnya sekilas, kemudian beralih pada lembar jawaban. "Jawabannya C, kan?"

"Iya," jawab Dean.

Suri langsung melingkari huruf C pada lembar jawaban, di nomor sebelas.

Untuk soal nomor dua belas dan seterusnya, Dean mendikte jawabannya dengan sabar. Namun tak semua Suri tulis. Ada beberapa nomor yang sengaja ia jawab asal, agar hasil ujiannya nanti tidak terlalu mencolok. Gawat juga kalau sampai dicurigai.

Sementara itu... selagi Suri menerima bantuan dari Dean, ada satu anak dari kelas itu yang tidak pernah lepas memandang ke arah bangku Suri. Tatapannya terpatri lama. Seakan pemandangan yang tertangkap matanya begitu berkesan, sampai sulit untuk ditinggalkan.

"Hei," bisik teman lain, menginterupsi.

Anak perempuan itu terlonjak sedikit, lalu menoleh pada temannya.

"Kenapa? Apa yang sedang kau lihat?"

"Bukan apa-apa," jawab si anak. "Cepat kerjakan soalnya, lalu kita keluar. Suasananya semakin suram."

Temannya mengusap tengkuk, bergidik ngeri. Dengan keberanian yang cuma seuprit, ia menoleh ke arah bangku Suri. "Kau melihatnya lagi, ya?"

1
Zenun
Dia cemburu dengan paw
Zenun
Suri itu kekasih Dean, tapi lupa. Atau Suri ketempelan kekasih Dean
Zenun
Kasihan Dean gak tidur nanti😁
Zenun
Lah, berati yang dtemui Suri adalah milk
Zenun
apa ya kira-kira?
Zenun
Oh begindang, jadi kalu tidak boleh cuti lagi ya, Suri😁
Zenun
Suri mau ape nih?
Zenun
Nah itu dia yang ada dalam benaku
Zenun
mungkin itu petunjuk
Zenun
nama authornya Nowitsrain
Haechi
sukak kombinasi suri dean
Zenun
Dean, sesungguhnya kamu tahu apa? Coba ceritakan padaku? 😁
nowitsrain: Tau banyakkkk
total 1 replies
Zenun
Oh ternyata Gumaman Suri.. Jangan-jangan separuh yang masuk ke suri itu kekasihnya Dean
Zenun
Masa sih, ini ngomong Dean? Dean tahu darimana
nowitsrain: Dean itu...
total 1 replies
Zenun
Sekalian temenin mandi juga😁
Zenun: boleeee
total 2 replies
Zenun
Kalau tidurmu gak nyaman, Dean jadi gak nyaman
nowitsrain: Tetotttt. Kalau tidurnya nggak nyaman, nanti tantrum. Kalau tantrum, Dean pucing
total 1 replies
Zenun
Mungkin ini perbuatan kekasih Dean
nowitsrain: Hmmmm
total 1 replies
Zenun
kayanya ketiga hantu itu lagi ada misi juga dah
Zenun
Jangan diangkat Dean, biarkan dia posisinya begitu😄
Zenun
wah, jan baper, bahayul😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!