Seorang mafia ayam 🐓
Renardo adalah seorang pria yang baru saja bekerja di perusahaan mafia yang aneh. sistemnya menggunakan ayam, jadi setiap pekerja punya rekan kerja ayam masing-masing untuk menjalankan tugas.
ayam-ayam bisa dilatih dan dilengkapi senjata. Para ayam juga bisa memakan obat tertentu untuk mendapat kekuatan.
Renardo yang saat itu hanya disuruh membawa ayam tanpa informasi tambahan membawa ayam jagonya yang berasal dari perternakan biasa bernama Kibo.
Akankah Renardo dan Kibo melakukan pekerjaan mereka dengan baik?
🥚 Peringatan Organisasi Ayam: Segala perdagangan obat-obatan ayam, undian ayam, atau pemerasan peternak dalam cerita ini hanya terjadi di dunia fiksi. Jika Anda mencoba di dunia nyata, Anda bukan mafia ayam… Anda hanya mencari masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waktu Istirahat
"kita belum makan, jadi ayo cari ruang makan paling dekat." kata Lola.
Aku dan yang lain mengangguk. Kami semua jalan mengikuti arah yang ditunjukkan oleh jam tangan kami.
Kami tiba di ruang makan. Lalu memasukkan ayam masin kami masing-masing ke kandang yang tertanam di dinding.
Aku memberi Kibo satu tempat makanan ayamnya juga seperti biasa. Karena diruangan makan juga selalu tersedia makanan untuk ayamnya.
Aku dan yang lain duduk di satu meja bundar yang punya lima kursi setelah mengambil kotak makan masing-masing.
Untunglah kami sampai di bangunan mafia ayam cukup cepat. Kalau tidak aku sudah lapar, karena walau sudah banyak makanan ringan, aku sudah lebih terbiasa dikenyangkan makanan berat.
Lauknya juga beda-beda tiap hari. Tapi bagiku rasanya selalu enak.
"kalau boleh tau, apa ada sistem di bangunan ini yang belum kuketahui?" tanyaku kepada teman-temanku.
"ya, salah satunya adalah arena gulat ayam. Itu arena yang seru, dimana para ayam bergulat merebutkan kemenangan." jawab Lola.
"ada juga ruangan yang memberikan pemeriksaan ayam. Disana juga ada kategori ayam yang langka, dan sebagainya." jawab Vin.
Aku mengangguk paham. Ternyata masih ada beberapa jenis ruangan yang belum kukunjungi langsung. Dan yang disebutkan mereka saja belum semua.
"kalau kalian, kenapa mau memilih pekerjaan ini?" tanyaku ke teman-temanku setelah beberapa menit hanya sibuk dengan makanan masing-masing.
Karena aku sudah memberitahukan latar belakangku, mungkin aku bisa tau latar belakang mereka juga.
"aku dan Van, dari dulu memang suka cerita aksi kejahatan begitu. Berkali-kali kami nyoba daftar pekerjaan mafia, selalu gagal, dilarang orang tua kami. Baru saat diterima di mafia ayam ini orang tua kami juga menyetujuinya, mungkin karena dari namanya saja sudah seperti main-main." jawab Vin.
"ya, begitulah kira-kira. Awalnya yang minat cerita itu sejak kecil Vin, aku malah jadi ikut-ikutan." Van melanjutkan, berarti persaudaraan mereka kuat juga.
"kalau aku dari dulu sebenarnya suka kompetisi, terlebih lagi di olahraga. Kadang juga aku ikut lombanya, tapi lebih banyak aku jadi penonton. Sampai akhirnya aku melihat lowongan kerja mafia ayam, saat itu aku penasaran apa maksudnya mafia digabungin dengan unsur ayam, jadi aku memutuskan bergabung. Itu kuakui keputusan tercerobohku karena bahkan saat itu aku belum punya banyak persiapan saat jadi mafianya. Tapi setidaknya disini juga ada beberapa kompetisi yang kusukai, seperti adu ayam." kata Lola. Harus kuakui aku juga sama awalnya, tidak ada persiapan. Hanya coba-coba, tau-tau diterima.
"kalau aku sebenarnya dulu kerjanya di GYM. Tau-tau dapat tawaran pekerjaan ini dengan gaji yang bisa kemungkinan lebih tinggi. Awalnya aku malas juga karena pekerjaannya mafia, tapi mungkin tidak ada salahnya, jadi aku coba. Untungnya di tempat ini ada ruangan GYM juga, jadi setidaknya rasanya tidak terlalu jauh berbeda." kata Bruno.
Aku mengangguk paham kepada cerita mereka semua.
Karena obrolan itu. Tidak butuh waktu lama makanan kami masing-masing sudah habis tak terasa.
"cepat juga ya rasanya, gara-gara kita ngobrol." kata Bruno sambil tertawa di akhir kalimatnya.
Aku dan yang lain mengangguk setuju.
Lalu kami semua menaruh kotak makanan masing-masing di meja besar yang tersedia.
Baru setelah itu kami membuka kandang ayam-ayam kami. Kibo juga sudah menghabiskan makanannya.
"oh ya, aku belum mengecek ruangan hadiah undianku. Aku kesana dulu ya." kataku ke teman-temanku.
"ya, hati-hati." Vin berkata, yang lain juga mengangguk.
Aku mengangguk menjawab perkataan Vin. Lalu mengatur peta jam tanganku agar memberikan garis arah ke ruangan hadiah undianku.
Baru setelah itu, aku dan Kibo pergi menuju ruangan itu. Lumayan jauh, tapi jalurnya tidak terlalu rumit.
Kibo sekarang sudah mengikutiku sepanjang jalan. Aku tidak perlu khawatir lagi kalau dia tertinggal karena bisa lari sendiri.
Sepertinya Kibo sudah bisa dibawa ke tempat pelatihan ayam lanjutan.
Setibanya kami di depan pintu ruangan. Aku sebenarnya tidak berharap banyak karena mesin undianku juga baru dibukanya.
Tapi ternyata saat aku buka pintu ruangannya. Sudah ada tiga ayam tambahan. Aku langsung nyengir, dengan semangat langsung memasuki ruangannya.
Toki datang dari luar ruangan. Dia masuk membawa seekor anak ayam.
"oh... Ada yang main lagi ya?" tanyaku.
"iya." katanya setelah memproses kalimatku sambil memasukkan ayam itu ke dalam sebuah kandang kecil.
"oke Toki, apa kamu bisa ubah isi roda undiannya? Jadi yang dua bagian berhadiah lima bungkus makanan ayam diganti dengan satu ayam?" tanyaku.
"iya, nanti akan saya ubah." Toki menjawab setelah memproses kalimatku lagi.
Lalu Toki mengambil sebuah bungkus makanan ayam. Baru Toki keluar dari ruangan ini setelah itu, mungkin yang main tadi memenangkan hadiah itu.
Aku kembali melirik sekitar ruangan. Ada juga tempat penyimpanan telur-telur yang dihasilkan ayamnya.
Kalau dibiarkan menumpuk terus aku malah jadinya tidak tau mau disimpan dimana. Apakah di bangunan mafia ayam ada tempat jual beli? Karena jika ada jelas lebih efisien daripada harus mengurusnya manual ke lingkungan di permukaan tanah.
Jadi aku menghabiskan waktu beberapa menit untuk mengotak-atik jam tanganku. Mencari-cari ruangan tempat jual beli.
Sampai akhirnya ketemu ruangan dengan logo [B], di penjelasannya bilang kalau itu tempat jual beli mafia dengan masyarakat secara sehat.
Setelah melihat penjelasan itu, aku langsung mengambil plastik di ruangan ini. Lalu mengambil beberapa butir telur.
Kibo mengikutiku, kami jalan ke arah ruangan [B] terdekat. Lumayan jauh.
Sebelumnya aku juga melirik ponselku. Teman-temanku belum mengirim pesan tentang mobil merah kami yang hilang, jadi mungkin penyelidikannya bisa ditunda sementara.
Di jalanan aku dan Kibo melihat ruangan teknisi juga. Sepertinya untuk orang yang membuat teknologi disini.
Seperti robot, senjata, dan sebagainya. Aku dan Kibo bisa melihat ada banyak peralatan di ruangan itu. Serta ada beberapa kerangka robot.
Tapi sama seperti ruangan lainnya, dinding, langit-langit, maupun lantai. Warnanya tetap kelabu gelap.
Sepertinya agar kalau ada yang kotor tidak mencolok. Dan kalau pakai warna hitam pekat, bisa memusingkan bagi para pekerja.
Teknologi yang dipakai para mafia ini beberapa kali lebih maju dari teknologi umum. Mungkin karena kinerja teknisinya di dukung serta solid.
Ada juga ruangan yang berisi target-target tembakan. Itu untuk arena latihan tembak, ada beberapa senjata yang tersimpan di petinya. Juga ada beberapa orang yang sedang latihan tembak disini.
Suara peluru yang keras terdengar saat aku melewatinya. Saat di luar ruangan, suara itu tidak ada, mungkin karena di dingnya terdapat peredam suara agar tidak mengganggu yang lain.