Kiran begitu terluka ketika mendapati kekasihnya berdua dengan wanita lain di dalam kamar hotel. Impiannya untuk melanjutkan hubungannya ke arah yang lebih serius pun sirna.
Hatinya semakin hancur saat mendapati bahwa pada malam ia merasa hampa atas pengkhianatan kekasihnya, ia telah melalui malam penuh kesalahan yang sama sekali tidak disadarinya. Malam yang ia habiskan bersama atasannya.
Kesalahan itu kemudian menggiring Kiran untuk membuka setiap simpulan benang merah yang terjadi di dalam kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uma hajid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diculik
Ari merasa sangat senang hari ini, semua berjalan dengan sangat baik. Presentasinya lancar dan Radit puas dengan hasil kerjanya. Terlebih lagi, ia merasa terharu atas kesediaan Kiran menggantikannya. Semua itu memotivasinya untuk memaksa diri lebih keras lagi melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin perusahaan.
Setelah presentasi itu, Ari sibuk melanjutkan pekerjaannya. Akibat terlalu fokus, Ari tak merasa waktu berlalu. Semua berjalan begitu cepat.
Kiran juga masih sibuk dengan pekerjaannya. Perempuan itu sedang mempersiapkan action plan pelaksanaan RUPS. Selain itu ia juga menyiapkan beberapa agenda Ari untuk esok hari dan beberapa hari kedepan.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sang direktur beserta sekretarisnya masih sama-sama sibuk. Sementara karyawan lain sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya tersisa mereka berdua serta beberapa pekerja yang memang bekerja di malam hari.
Kiran mengemasi perlatannya. Pekerjaannya sudah selesai. Gadis itu hanya tinggal menunggu Ari keluar dari ruangannya lalu pulang bersama. Sebuah notifikasi chat wa masuk. Kiran membukanya.
Sebelum kamu menikah, izinkan aku bicara berdua denganmu. Untuk yang terakhir kali. Please... Temui aku di basement.
Kiran terdiam. Mencerna. Berpikir tindakan apa yang seharusnya diambil. Satu pesan masuk lagi.
Setelah ini, aku gak akan ganggu kamu lagi. Please... penuhi permintaanku sekali ini aja. Aku ada di basement sekarang. Turunlah sendiri. Jangan beritau atasanmu.
Kiran melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah jam delapan malam. Mungkin sebaiknya menemuinya sebentar. Tidak ada salahnya, pikirnya. Minimal mendengarkan ia menyampaikan apa yang ingin ia katakan setelah itu ucapkan terima kasih dan kembali ke mejanya, selesai.
Kiran meraih interkom dari atas meja. "Aku keluar sebentar ya, Ri. Tunggu aku kembali, setelah itu kita pulang bersama." Setelah terdengar sahutan Ari, Kiran beranjak menuju basement.
Berhubung para pegawai sudah pulang ke rumah masing-masing, basement menjadi sunyi. Hanya ada dua mobil bersisa. Satu mobil Ari, yang satunya entah mobil siapa. Kiran tak peduli. Ia mencari sosok yang ingin ditemuinya dalam pencahayaan yang temaram.
Kiran melihat bayangan seseorang pria di ujung basement, dekat mobil yang satu tadi. Setelah ia dekati ternyata pria itu bukan orang yang dicarinya. Pria itu berperawakan tinggi, besar dan berkulit hitam.
Perasaan Kiran jadi tidak nyaman, ia pun segera memacu langkahnya menjauhi pria itu. Namun langkahnya terhenti ketika dari arah yang berbeda, dua orang pria menghampirinya.
"Nona, sebaiknya anda ikut kami." ucap mereka sembari salah satu dari kedua pria tadi mencekal pergelangan tangan Kiran.
Kiran sontak kaget, menghentakkan tangannya dengan kuat hingga pegangan pria itu terlepas. Merasa dalam bahaya, gadis itu bergerak cepat. Menendang ************ pria itu seperti menendang bola. Pria itu meringis sembari memegang ***********. Tanpa panjang waktu, Kiran injak sepatu pria itu dengan ujung tumitnya lalu melayangkan beberapa tinju pada wajah kemudian menghujamkan sikunya pada tengkuk pria itu.
Melihat temannya ambruk ke lantai, pria satunya lagi bergerak cepat mendekati Kiran dan berusaha meraih tubuh gadis itu. Kiran mengelak dengan gesit lalu dengan sekuat tenaga menangkap lengan pria itu, menariknya ke arah berlawanan. Kemudian menendang dorong bagian lunak di belakang tempurung lutut. Secepat kilat ia hujamkan pukulan mengunakan kepalan kedua tangannya tepat ke telinga lalu tengkuk pria itu. Pria kedua pun ambruk.
Kiran menarik nafasnya yang tersengal. Berjalan dengan cepat melewati kedua pria tadi. Dua orang pria tinggi besar kembali menghadangnya. Kiran memutar arah, berlari menghindar.
Dari arah yang dituju Kiran muncul lagi dua pria berperawakan tinggi besar. Kiran menggeleng kuat. Mau dilawan bagaimana pun jika melawan pria dengan tubuh seperti itu, ia akan kehabisan tenaga. Gadis itu berlari sekuat tenaga menghindar.
Para pria tadi mengejarnya. Dari arah depan dua orang pria menghadang. Kiran berbalik ke belakang. Dari arah belakangnya pun muncul dua orang pria lain. Gadis itu ingin berlari ke samping kanan, namun telah muncul dua orang pria yang lain. Dari sebelah kiri serta belakang juga muncul beberapa orang pria, termasuk dua pria yang ambruk tadi.
Kiran menelan ludahnya dengan kasar. Ia terkepung sekarang. Kiran menghitung cepat, matanya berputar. Sepuluh orang!
Secara perlahan mereka mulai bergerak maju, mengepung Kiran. Kiran menyadari ruangnya semakin sempit. Ia tak akan mampu melawan pria sebanyak ini. Gadis itu mengangkat kedua tangannya.
"Oke, kalian menang sekarang."
Jurus terakhir!
Kiran mengambil nafas, mulai berteriak, "Too...."
Salah seorang pria dari belakang dengan cepat menutup mulut dan hidung Kiran menggunakan sapu tangan. Semuanya begitu cepat tanpa Kiran bisa melawan. Pandangannya menjadi gelap, gadis itu kemudian pingsan.
❇❇❇❇
Pekerjaannya sudah selesai. Ari sedang menunggu Kiran sekarang. Ia mendekati meja gadis itu lalu duduk di kursinya. Semenit, dua menit, kemudian beberapa waktu sudah berlalu namun Kiran belum juga datang.
Ari mulai gelisah. Sudah satu jam yang lalu sejak Kiran meminta izin darinya. Entah mengapa, pria itu merasa sesuatu sepertinya telah terjadi pada calon istrinya.
Ari menghubungi ponsel Kiran. Terdengar nada panggilan. Pria itu celingukan, mencari sesuatu yang berbunyi dari tempat ia duduk. Pria itu membuka laci, merasa pias ternyata ponsel Kiran berada di sana.
Hatinya semakin gelisah. Pria itu merasa yakin, sesuatu pasti telah terjadi. Tidak mungkin gadis itu meninggalkan ponselnya jika ia akan pergi dalam waktu lama. Tentu karena cuma sebentar, ia meninggalkan ponselnya di laci.
Ari berpikir cepat. Ia ingat sesuatu. Pria itu meraih interkom di meja Kiran kemudian menekan beberapa tombol.
"Cek segera CCTV yang ada di ruangan Kiran pada pukul delapan tadi. Setelah itu cek kemana ia pergi. Laporkan secepatnya padaku."
Terdengar sahutan. "AKU MINTA SEGERA. SEGERA BERI TAU AKU HASILNYA, PAHAM!" bentak Ari kemudian menutup interkomnya dengan kasar.
Operator bagian keamanan tadi menjawabnya dengan kata sebentar dan nanti saya beritahu. Mendengar itu, Ari langsung naik pitam. Tidak tahu mengapa, ia menjadi begitu emosional.
Interkom di meja Kiran berbunyi. Ari mengangkatnya dengan cepat. Ia begitu terperanjat. Matanya membeliak dengan sempurna. Nafasnya tercekat. Bagaimana mungkin?
"Kirimkan padaku nomor plat mobilnya. Segera!" Ari meletakkan gagang interkom.
Ari menekan tombol ponselnya, mencari nomor Radit kemudian melakukan panggilan. "Kak, Kiran diculik. Akan Ari kirim plat mobil yang menculiknya."
Ari mengirimkan gambar plat mobil yang dikirim dari bagian operator CCTV kepada Radit. Kemudian ia melangkah cepat menuju tempat di mana ia bisa tahu dengan jelas peristiwa penculikan Kiran.
Operator itu mengangguk ketika melihat Ari. "Tunjukkan padaku rekaman mulai dari ruangan Kiran!" perintahnya.
"Baik, Pak." Operator itu mengangguk. Menekan beberapa tombol pada keyboard. Ari duduk di depan salah satu layar.
Perusahaan Ari menempatkan CCTV pada setiap ruangan. Bahkan basement sekalipun tak lepas dipasang alat perekam keamanan tersebut.
Ari menatap layar yang ada di depannya. Memperhatikan Kiran pada awalnya sibuk bekerja kemudian gadis itu tampak merapikan meja kerjanya, menandakan pekerjaannya sudah selesai.
Tak lama kemudian, gadis itu tampak menatap ponselnya lalu meraih interkom. Ya, Ari ingat, saat itulah Kiran meminta izinnya.
Kiran kemudian tampak melangkah dengan cepat. Ari memperhatikan layar yang terbagi menjadi enam. Menunjukkan kemudian Kiran pergi menuju basement.
Jantung Ari berdebar tak karuan begitu melihat Kiran disambut oleh para pria tinggi besar. Perlawanan Kiran, ia saksikan dengan nafas sesak. Bertambah sesak melihat gadis itu kemudian terkepung sampai...
Ari menghitung dalam hati. Satu, dua, tiga... sepuluh orang mengepung tubuh kurus gadis itu. Gila! pikirnya. Ia sendiri saja jika menghadapi sepuluh orang sekaligus seperti itu pasti tak akan sanggup.
Selanjutnya Ari melihat bagaimana Kiran dibekap lalu dimasukkan ke dalam mobil, kemudian dibawa pergi.
Ari menggebrak meja. Siapa orang yang sudah berani menculik Kiran di depan matanya. Rahangnya mengeras. Pria yang selalu tersenyum itu sudah kehilangan senyumnya. Hatinya merasa sakit dan sesak melihat Kiran seperti itu. Meski ia bisa memastikan dari sepuluh orang pria itu tidak ada satupun yang melukai Kiran. Mereka sepertinya hanya ditugaskan untuk menculik namun dilarang untuk melukai. Tetap saja ia merasa marah.
Ari keluar dari ruangan itu. Kembali menuju meja Kiran. Sembari melangkah, Ari mengambil ponselnya. Ingin menghubungi mata-mata yang ditugaskannya. Namun ia mengurungkannya.
Menekan mereka juga percuma. Karena ia sendiri yang melarang suruhannya itu untuk mengawasi Kiran ketika berada di Kantor. Ari beranggapan, selama di kantor Kiran selalu bersamanya. Lagipula ia tidak menduga jika Kiran sampai diculik. Orang suruhan itu hanya bekerja untuk menjaga Kiran dari Rangga. Ari mendengkus kesal. Menggenggam ponselnya dengan kuat.
Ari sampai di meja Kiran. Membuka laci kemudian meraih ponsel gadis itu. Menyisirnya. Memulainya dari panggilan masuk, pesan hingga chat wa.
Ari terkesiap saat melihat satu nama chat berada paling atas. Menandakan itu chat terakhir yang dibaca Kiran. Pria itu membukanya. Ia mengernyitkan alisnya kemudian mengepalkan tangannya dengan geram.