Menyukai seseorang tanpa tahu balasannya?
tapi dapatku nikmati rasanya. Hanya meraba, lalu aku langsung menyimpulkan nya.
sepert itukah cara rasa bekerja?
ini tentang rasa yang aku sembunyikan namun tanpa sadar aku tampakkan.
ini tentang rasa yang kadang ingin aku tampakkan karena tidak tahan tapi selalu tercegat oleh ketidakmampuan mengungkapkan nya
ini tentang rasaku yang belum tentu rasanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asrar Atma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jenguk
Pov Daniza
Di tanggal merah ini, aku ingin bangun siang. Tapi tidak bisa, Mama terus melulu memanggil menyuruh ini dan itu.
"Delia... jangan, buang jepitan nya!" Aku berjalan menghampiri Delia dan menjauhkan nya dari ember berisi pakaian.
Delia, malah terkekeh dengan kaki menghentak-hentak, lalu kaki kecilnya berjalan lagi mendekati ember sambil tangannya menggapai-gapai diudara. Aku menghela napas, kalau begini kapan pekerjaan ku cepat selesai. Aku panggil Vino, bocah itu malah bermain air, bukannya menyiram tanaman lombok.
"Vino...aku adukan kamu sama Mama" jadi aku ancam dia, dan barulah dia berhenti.
"Vino, kalo sudah selesai jaga Delia. Kakak mau jemur pakaian" sambil menunggu Vino selesai, aku melanjutkan pekerjaan ku sambil menjauhkan Delia, setiap kali dia ingin mengacau.
"Daniza...."teriak Mama dari dapur, aku menoleh dan ku dapati Mama berdiri didepan pintu dengan tangan yang memegang pisau.
"Kenapa Mama?"
"Ali diluar, katanya mau ngajak kamu jenguk Hanul!"aku mengeryit, tidak paham maksud Mama.
"Malah diam aja, sana temui Ali!"aku pun menggendong Delia, seraya melirik Vino yang masih menyiram tanaman lombok. Perasaan ku mengatakan, bocah itu sengaja berlama-lama.
Aku pun pergi ke teras, setelah meletakkan Delia didekat Mama, disana Ali sudah berdiri dengan senyum lebarnya.
"Ngapain kamu kesini?"
"Mau ngajak kamu, jenguk Han! Kemaren aku ngga sempat jenguk karena pulangnya kesorean, kamu udah ada jenguk, Dan?"
Pertanyaan itu membuat ku teringat kejadian kemaren,betapa memalukan nya buah dari kecerobohan ku. Sampai-sampai, aku pulang ke rumah tiap kali mengingat nya akan memukul pelan kepala ku. Beruntungnya Lani ataupun Winda sama sekali tidak mengungkit apapun selama diperjalanan, setidaknya rasa malu ku masih dapat tertahan.
"Aku udah jenguk, kalo mau, kamu sendiri aja"Ali memasang wajah memelas, yang entah mengapa membuat ku muak melihat nya.
Mengapa dia, bersikap seakan kami sahabat atau tetangga yang akrab padahal dulu tidak seperti ini, dulu itu... melihatku saja mungkin tidak, kami sama sekali tidak pernah bersinggungan hanya sama-sama tahu dia anak ini, sekolah disini. Lalu mengapa dia sekarang bersikap seperti ini?
"Masa gitu Dan, pinjam waktu kamu sebentar lah. Aku juga udah minta izin tadi sama Mama, katanya boleh"kali ini dia cekikikan setelah berbicara.
Ali sama sekali tidak mengerti, bagaimana aku bisa menemui Haneul sedangkan rasa malu nya masih terlalu kuat. Hari ini sudah bagus tanggal merah, aku punya waktu untuk tidak bertemu dengan orang-orang yang melihat kejadian.
"Ngga bisa Ali, aku sibuk. Banyak kerjaan, kamu minta ditemenin sama yang lainnya aja, teman kamu kan banyak"ujarku lalu hening beberapa detik, "Aku masuk dulu,"lalu segera berbalik, tapi tanganku tiba-tiba ditahan oleh Ali, aku melototi nya yang hanya cengengesan seraya mengangkat tangannya.
"Jangan galak-galak Dan, kamu tambah cantik"lalu dia tertawa, dan aku hanya menatapnya dengan kening mengeryit
Ali berdehem setelah puas tertawa, dia mengusap rambutnya kebelakang dan telinganya...telinganya jadi merah.
"Yaudah kalo gitu, tapi aku mau pamit sama Mama dulu"
"Ngga usah! Kamu langsung pulang aja, nanti aku kasih tahu" tapi dia hanya tersenyum, lalu memanggil dari posisi nya berdiri saat ini dengan setengah berteriak.
Derap langkah kaki langsung terdengar mendekat, Mama keluar dengan Delia dalam gendongan.
"Ali, udah mau berangkat kah?" Ali tersenyum lalu menyalami Mama, "iya bibi, mau pamit dulu" Ali melirik ku begitu pun Mama, membuat ku bingung.
"Loh...kamu kenapa belum siap Daniza, Ali nanti kelamaan nunggu nya, Mama langsung titip belikan bawang."
"Siap-siap kemana Ma, aku dirumah aja. beli bawang nya nanti, tunggu Pekerjaan ku beres"Mama malah melototi ku, dan ku lirik Ali dia menyunggingkan senyum.
"Nanti Mama, yang lanjutkan. Ngga sopan begitu Daniza, Hanul itukan juga teman seruangan. Kamu ngga mau jenguk apa?"
"Aku udah jenguk Mama, ngapain jenguk lagi ganggu orang istirahat lagian ngga bawa apa-apa juga"
"Aku bawa lapis legit butan Ibu, ayo Dan... aku tunggu dirumah aja mau manasin motor dulu" Ali langsung berbalik seraya berpamitan lagi pada Mama
"Aku ngga ikut!"tunggu saja sampai malam ketemu pagi dan seterusnya aku tetap tidak mau ikut. Begitu keputusan akhir ku, tapi tidak bagi Mama. Pada akhirnya pilihan ku harus kalah jika tidak mau diomelin Mama yang kasihan pada Ali.
Aku mengambil cardigan dikamar lalu pergi ke dapur untuk pamit dengan Mama, namun sampai disana aku melihat sesuatu yang membuatku jadi paham kenapa Mama mengasihani Ali- Vino,Delia, dan Mama tenyata tengah duduk melingkar mengelilingi lapis legit.
*****
Melihat atap rumah Haneul dari kejauhan jantung ku berdebar seketika, rasa rindu sekaligus malu melebur jadi satu-perut ku sampai mules karena rasa yang campur aduk. "Daniza ini kan rumah nya?"Ali menepikan motornya didekat halaman rumah Haneul
"Iya, benar kok" aku lalu turun setelah Ali mematikan mesin motornya
"Aku tunggu disini aja, kamu cuma sebentar kan?" kataku saat Ali turun seraya menyerahkan kantong kresek berisi satu loyang lapis legit
"Jangan... kamu masuk juga, nanti kamu diculik kalo diluar, kalo motor ku ngga apa-apa hilang juga punya Bapak. Kalo kamu hilang bahaya aku bisa dihajar Ibu Bapak mu, sama satu lagi jodoh ku perlu diamankan"dia mengedipkan mata, membuatku memutar bola mata. Bagaimana Ali bisa berubah semenyeramkan ini?
Dengan terpaksa aku pun membuntuti Ali sebab terlalu malas mendengarkan ocehan nya. Memanggil tuan rumah, kami disambut oleh Ibu Fatwa beserta suaminya, tidak ku sangka bertemu dengan Bu Fatwa di luar sekolah akan berbeda dengan saat disekolah. Bu Fatwa yang ini lebih ramah, membuatku merasa cukup nyaman.
"Saya baru tahu nya malam selasa itu Bu, dari bapak juga pas beli sawit, tapi baru bisa jenguk hari ini" Ali menyerahkan loyang lapis legit nya
"Buat cemilan Bu, dari Ibu saya"Bu Fatwa menerima nya dengan senyum yang terus tersungging
"Iya makasih loh, sampaikan juga pada ibunya. sore selasa Paman nya Han langsung ke kota pas dengar dari papah nya Han, kalo Han kecelakaan terus dibawa ke rumah sakit terdekat."
"Kenapa ngga dirawat inap Bu?"
"Sebenarnya juga mau nya begitu sama Papah nya Han, tapi anaknya keras kepala mau langsung pulang, dan karena kata Dokter juga ngga masalah kalo langsung pulang, Pamannya jadi melembut dan bantu Han pulang. Sampai sini pas udah malam nya, bahkan pagi nya juga udah mau sekolah tapi dimarahi Paman nya, baru dia nurut"
"Masuk saja, didalam sudah ada Aca sama Rina"Bu Fatwa mempersilahkan kami saat tiba didepan pintu kamar Haneul.
Ali mengetuk pintu dan suara seseorang didalam menyahut mempersilahkan masuk, mendengar suara itu membuat ku gugup lagi padahal tadi pas mendengar Bu Fatwa bicara sudah reda.
Ali dan aku pun masuk, dan aku bersembunyi dibalik pungggung Ali. Berharap mereka tidak melihatku seperti makhluk tak kasat mata, tapi sia-sia saja harapan itu, karena Aca sudah menyadarinya terlebih dahulu.
"Daniza kamu barengan Ali"dia langsung menarik ku dan membawa ku duduk didekatnya disalah satu kursi plastik.
sekarang sudah tersedia tiga kursi plastik, bagai pertanda sudah ada kejadian yang tidak seharusnya, membuatku malu sampai tidak berani mendongakkan kepala ku ataupun bersuara, apalagi ada Rina yang aku tidak tahu seperti apa lagi ekspresi nya, begitupun Han yang tengah mengobrol dengan Ali.
aaaaaaa aku tak sanggup menungguuuu