Pernikahan Mentari dan Bayu hanya tinggal dua hari lagi namun secara mengejutkan Mentari memergoki Bayu berselingkuh dengan Purnama, adik kandungnya sendiri.
Tak ingin menorehkan malu di wajah kedua orang tuanya, Mentari terpaksa dinikahkan dengan Senja, saudara sepupu Bayu.
Tanpa Mentari ketahui, Senja adalah lelaki paling aneh yang ia kenal. Apakah rumah tangga Mentari dan Senja akan bertahan meski tak ada cinta di hati Mentari untuk Senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ganti!
Mentari
Aku mematut diriku di depan cermin. Cantik, seperti diriku yang seharusnya, Mentari si Kembang Desa. Selama di Jakarta, penampilanku cenderung santai. Aku biasa memakai daster motif kartun dengan rambut yang dijepit asal dengan jedai.
Aku pikir, untuk apa aku berdandan rapi? Untuk Senja? Ih, tak usah ya! Senja bukan suamiku yang sesungguhnya. Pernikahan kami hanya status, kenyataannya kami tidur terpisah dan lebih seperti kucing dan anjing yang kerap bertengkar daripada suami istri yang saling mencintai.
Saat berdandan cantik seperti ini, aku jadi teringat ketika pacaran dengan Mas Bayu. Setiap malam minggu, Mas Bayu akan mengajakku jalan. Aku akan memakai make up tipis dan berpakaian rapi, tentunya dengan harum parfum yang kusemprotkan ke seluruh tubuh.
Kami biasanya jalan-jalan ke kota sambil bergandengan tangan. Mencoba aneka jajanan baru dan berbelanja pernak pernik lucu. Kami bahagia sekali saat itu, sampai rasanya tak mau berpisah. Sayangnya, aku tetap harus pulang. Tugas Mas Bayu adalah mengantarku pulang sampai depan pintu dan sebelum pergi ia akan mengecup pipiku dengan lembut secara sembunyi-sembunyi agar keluargaku tak ada yang melihat.
Ah... aku jadi merindukan Mas Bayu. Rindu caranya memperlakukanku bak ratu. Rindu kata-kata gombalannya. Rindu berkirim pesan dan telepon sampai kuping panas. Rindu semua tentangnya. Sayangnya, Mas Bayu malah mengkhianatiku dengan adikku sendiri. Dia yang memperlakukanku bak ratu tapi tega meniduri adikku sendiri. Jahat.
Nyut!
Hatiku kembali terasa sakit. Rupanya rasa sakit itu masih ada. Aku saja yang menutupinya dengan sok bersikap baik-baik saja padahal hatiku hancur lebur. Faktanya, aku masih mencintai Mas Bayu, sampai detik ini.
Seharusnya aku belajar mencintai Senja namun entah kenapa, aku merasa Senja bukanlah lelaki idamanku. Aku ingin punya suami yang mapan secara finansial macam Mas Bayu atau Fajar yang seorang karyawan kantoran. Aku ingin punya suami yang memperlakukanku bak ratu bukan seenaknya seperti yang Senja lakukan padaku selama ini, menyuruh ini itu seenak jidatnya dan menafkahiku dari uang yang tak jelas dari mana asalnya. Bagaimana aku bisa mencintai lelaki seperti itu?
Huft... kenapa hidupku jadi begini ya?
"Tari, Fajar kirim pesan, katanya dia sudah mau sampai!" Senja mengetuk pintu kamarku sambil berbicara kencang.
Aku tersadar dari lamunanku. Cepat-cepat aku berdiri lalu mematut diriku kembali di depan cermin, memastikan dandananku sempurna sebelum membuka pintu. Aku terkejut mendapati Senja masih berdiri di depan kamarku.
Senja menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Kamu mau pergi dengan pakaian kayak begini?"
Kulihat lagi penampilanku. Aku memakai dress pendek di atas lutut, tanpa lengan. Apa yang salah? Masih sopan menurutku. "Kenapa? Aneh ya?"
"Kependekan itu dress kamu! Ketek kamu juga kelihatan! Kalau bulu ketekmu kelihatan bagaimana? Tidak sopan, ganti!" perintah Senja.
"Iya... iya." Kututup pintu lalu mengganti dengan dress lain. Kali ini dress dengan tangan pendek di atas lutut. Lebih sopan menurutku namun tidak menurut Senja.
"Masih kependekan!"
"Tapi keteknya tidak kelihatan, Ja. Ini sudah lebih sopan," protesku.
"Ganti!"
"Tapi-"
"Ganti sekarang kalau masih mau pergi!"
Aku mendengus kesal. "Iya... iya... aku ganti!" Kututup kembali pintu kamar lalu mencari dress yang lain. Kali ini aku memakai dress di bawah lutut sedikit. Ini dress milikku yang paling sopan. Meski gadis kampung tapi aku ini modis dan mengikuti tren mode fashion masa kini. Senja saja yang norak dan kebanyakan aturan, Bapak saja tak pernah melarangku.
"Apa? Masih kependekan?" kataku dengan kesal sambil melotot padanya. Keringatku sudah menetes di pelipis. Bolak-balik ganti baju di kamar yang hanya ada kipas angin bikin aku gerah. Make up yang paripurna pun terlihat jadi tidak merata.
"Sebenarnya sih... masih. Memangnya kamu tidak ada celana panjang yang bisa dipadukan dengan blazer gitu?" protes Senja lagi.
"Ja, please deh, aku ini mau kondangan, bukan mau melamar kerja! Masa sih aku kondangan pakai setelan kerja?" balasku dengan kesal.
Fajar mana sih? Katanya mau sampai tapi kenapa lama sekali? Aku malas disuruh ganti baju terus oleh Senja. Kebanyakan aturan, macam ibu kost saja dia!
"Kalau tak mau pakai blazer, kaftan ada? Abaya? Gamis? Nah, kamu pakai jilbab sekalian biar tambah cantik dan elegan," usul Senja.
Makin gemas aku ingin unyel-unyel Senja. "Tak mau! Aku bukan mau pergi kajian, aku mau kondangan, Ja, kondangan!" protesku lagi.
"Yeh... ngelawan lagi kalau dikasih tahu. Aku telepon Bapak nih?" ancam Senja.
"Assalamualaikum!" Akhirnya Fajar datang. Dewa penolongku... akhirnya kamu datang juga.
"Waalaikumsalam. Ayo, Jar, kita langsung pergi!" Kusambar tas milikku lalu cepat-cepat keluar rumah. Jangan sampai Senja protes atau mengancamku lagi.
"Heh tunggu!" Senja berusaha menghentikanku.
Kudorong punggung Fajar lalu mengajaknya pergi meninggalkan rumah. Bawel sekali Senja ini. Kebanyakan aturan saja!
Rupanya Senja mengejarku sampai ke depan minimarket tempat Fajar memarkirkan mobilnya. "Ish, anak nakal ini! Main kabur saja!" omel Senja.
Fajar tertawa melihat aku yang berusaha kabur dari Senja. "Kalian ini lucu loh. Berantem terus. Kenapa lagi sih, Ja? Mentari sudah dandan cantik begini loh!"
"Pakaiannya terlalu pendek. Seharusnya dia pakai gamis biar lebih tambah cantik!" protes Senja.
"Kamu nih suka aneh, Ja. Aku sama Tari mau kondangan, terserah Tari mau pakai apa. Yang aku lihat, pakaian Tari sopan kok. Cantik... banget malah. Sudah jangan protes terus. Nanti kukembalikan Tari secara utuh sama kamu!" Fajar membelaku dari lelaki rese itu.
Senja menghela nafas pasrah. Dua lawan satu, jelas dia kalah. "Awas ya, pulang malam! Aku aduin ke Bapak kamu loh!"
"Ih, hobby kok ngancem orang?" Aku menjulurkan lidahku untuk meledeknya.
"Heh, sini maju! Aku unyel-unyel kamu!" tantang Senja.
"Udah ah, Ja! Malu! Banyak orang!" Fajar memisahkan kami. "Aku sama Mentari pergi dulu. Jangan terlalu khawatir, oke?"
Fajar membukakan pintu mobil untukku. Cepat-cepat aku masuk lalu memakai seat belt. Kukunci pintu mobil agar Senja tidak menarikku keluar.
Fajar berusaha menenangkan Senja sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil. Kami pun meninggalkan Senja yang menatap kepergianku dengan bibir yang dimanyunkan.
Kesempatan ini tak akan kusia-siakan. Kubuka jendela mobil untuk meledeknya. "Dadah, Senja. Jangan lupa cuci piring ya ha... ha... ha...."
****
nazar ternyata,yg bikin tari salah faham 🤣
astagfirullah, gendheng
pantes tari ilfeel
perasaanmu kayak mimpi padahal tari yg ada di mimpimu itu nyata..
awas habis ini di tabok tari , nyosor wae🤣🤣🤣
kalau ngigo mah kasihan bangat tapi kalauccari kesempatan lanjutkan Ja. jang cium.doank sekalian di inboxing deh...