Denara baru saja menyelesaikan sebuah novel di sela-sela kesibukannya ketika tiba-tiba dia terikat pada sebuah sistem.
Apa? Menyelamatkan Protagonis?
Bagaimana dengan kisah tragis di awal tapi menjadi kuat di akhir?
Tidak! Aku tidak peduli dengan skrip ini!
Sebagai petugas museum, Denara tahu satu atau dua hal tentang sejarah asli di balik legenda-legenda Nusantara.
Tapi… lalu kenapa?
Dia hanya ingin bersenang-senang!
Tapi... ada apa dengan pria tampan yang sama disetiap legenda ini? Menjauhlah!!
———
Happy Reading ^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DancingCorn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kisah Ande-Ande Lumut (13)
Kisah Ande-Ande Lumut (13)
Sementara itu, di atas batu besar di tepi sungai, Klenting Kuning tengah mencuci pakaian dengan tangannya. Dia tak tahu bahwa di kejauhan, ibu tirinya sedang menangis dalam diam, dihantam kenyataan yang menyakitkan.
Selama perjalanan ke sungai, Denara melihat banyak kenalan Klenting Kuning. Mengingat sikap Klenting Kuning, dia dengan sopan dan ceria menyapa setiap orang.
Beberapa orang terlihat telah kembali dengan keranjang cucian mereka.
Denara kemudian mengingat bahwa Ibu Klenting biasanya mencuci saat siang, dimana sungai sepi dan tidak memiliki banyak orang.
Ibu Klenting memang dikenal sebagai pribadi yang menyendiri. Dia tinggal di sudut desa, jauh dari hiruk-pikuk warga lain. Namun, Denara tidak menyalahkan pilihan itu, dia malah merasa Ibu Klenting sangat cerdas. Seorang janda yang membesarkan tiga anak perempuan sendirian tentu harus menjaga reputasi dengan ketat.
Di zaman ini, seorang wanita yang terlalu sering terlihat berbicara dengan pria asing, apalagi jika sampai terlihat hanya berdua, akan segera menjadi bahan gosip yang tidak ada habisnya.
Denara melihat baju yang harus dicuci dan mengeluarkan beberapa benda dari kantong di pinggangnya.
Meski Denara berasal dari dunia modern, tubuh barunya sebagai Klenting Kuning menyimpan ingatan dan keterampilan lama, termasuk cara mencuci pakaian secara tradisional. Dia bahkan sempat tercengang saat mengetahui bahwa abu dan perasan jeruk nipis mampu menghilangkan noda membandel.
Dia juga tidak lupa memetik beberapa bunga liar sepanjang perjalanan ke sungai. Dia bisa menggunakan kelopaknya. Hanya dengan meremasnya dan mencampurkannya ke dalam air bilasan, pakaian dapat menjadi lebih harum.
Sambil mencuci pakaian, Denara larut dalam pikirannya, memikirkan langkah selanjutnya. Sayangnya, tubuh asli Klenting Kuning tidak pernah melihat wajah Ande-ande Lumut.
Artinya, Denara harus menemukan sosok Ande-ande Lumut terlebih dahulu. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia bisa mencegah pria itu melakukan bunuh diri dan menghancurkan legenda yang seharusnya indah ini?
Denara menghela napas berat. “Ini akan sulit.”
“Apa yang sulit?” tanya seorang pemuda dari seberang sungai.
Sungai itu lebarnya sekitar tiga meter, cukup dekat untuk mendengar suara jika seseorang berbicara pelan.
Denara langsung menoleh, terkejut oleh kehadiran mendadak pemuda itu. Jika Yuyu Kangkang tampan, maka pemuda yang berdiri di sana ini… jauh melampaui itu.
Penampilan dan tinggi badannya luar biasa. Tapi yang paling mencolok adalah auranya. Tenang, kuat, dan agung. Denara tidak menyangka seorang remaja bisa memiliki kehadiran sekuat itu.
Tapi... siapa dia?
Mengapa tidak ada jendela nama karakter?
Dia seperti karakter biasa dalam ingatan Klenting Kuning. Selain Ibu Klenting dan Yuyu Kangkang, kebanyakan orang yang telah bertemu dengan Denara tidak memiliki nama karakter diatas kepala mereka.
Denara menyipitkan mata, memperhatikan pemuda itu lebih saksama. Melihat aura dan kehadirannya yang begitu dominan, mustahil rasanya dia hanya pejalan kaki biasa.
'Sistem, sistem. Siapa orang ini? Kenapa tidak ada jendela nama di atas kepalanya?' tanya Denara panik dalam pikirannya.
[Disarankan: Host menjelajahi setiap karakter secara mandiri.]
Denara: “…”
Ah! Sistem rusak ini!
Pikiran Denara buyar saat suara pemuda itu kembali memanggilnya. “Hei…”
“Ya?” Denara menoleh dengan cepat, mencoba berpura-pura santai seolah tidak terjadi apa-apa.
Di seberang sana, pemuda itu tersenyum. Sebuah senyum yang tenang dan hangat. Senyumnya seperti sebuah bunga yang mekar di daratan dingin.
Tapi entah mengapa, bagi Denara, senyum itu cukup untuk membuat jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.
Denara yang tidak pernah merasakan cinta dalam 23 tahun hidupnya benar-benar tidak mengerti apa yang sedang dia rasakan.
Pemuda itu tidak mengulangi pertanyaannya sebelumnya. Justru, dia membuka topik baru yang membuat Denara sedikit lengah.
"Aku belum pernah melihatmu di sekitar sini."
Denara sedikit gugup, tapi mencoba tetap tenang. "Oh, itu... Aku memang sempat pergi beberapa tahun, tapi aku tinggal di sini sejak kecil."
Namun dia segera menyadari kalimatnya terdengar aneh.
"Itu kamu," Denara segera mengalihkan, "aku juga belum pernah melihatmu. Apa kamu pendatang?"
Pemuda itu mengangguk singkat. "Ya. Rumahku ada di hulu, Namaku Ande."
"Klenting Kuning," jawab Denara cepat, hampir refleks, sebelum sempat menyadari apa yang baru saja dikatakannya.
...Ande? Tunggu. Jangan bilang....
Denara segera menggelengkan kepalanya.
Tidak mungkin. Menurut cerita, identitas asli Ande-ande Lumut sudah terbongkar. Selain itu, namanya sangat buruk di kerajaan. Jadi seharusnya pria itu bersembunyi di pegunungan saat ini. Tidak mungkin dia tiba-tiba muncul di sini…
Dia mengamati pemuda itu sekali lagi. Penampilannya memang tampan, tapi tidak terlalu mencolok. Mungkin karena auranya yang tidak biasa, namun sebenarnya tidak begitu mempesona jika diperhatikan lebih dekat.
Mungkin dia terlalu cepat jika langsung menyimpulkan dia adalah sang pangeran legendaris.
Pasti hanya kebetulan namanya Ande...
Mungkin hanya mirip.