PENDEKAR Mabuk memiliki nama asli Suto Wijaya Kusuma dan dia adalah seorang pendekar pembela kebenaran dan menumpas kejahatan. Perjalanan nya dalam petualangannya itu banyak menghadapi tantangan dan rintangan yang sering kali membuat nyawa nya terancam. Namun pendekar gagah dan tampan itu selalu punya solusi dalam menghadapi permasalahan tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikko Suwais, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 14
BIBIR Nya yang mungil tampak sedikit meruncing dan justru kelihatan semakin cantik.
"Kau sudah sepakat dengan perjanjian kita sebelum berangkat, Karina!"
"lya, iya..! Pergilah sana, dan aku akan tetap disini" sentak Karina dengan sewot. Pendekar Mabuk justru tersenyum ceria. la menjentik hidung mancung Karina dengan usil. Tuuus..!
"Kau memang gadis yang baik dan menyenangkan, Karina!"
"Persetan dengan pujianmu!" gerutu Karina dan segera buang muka. Pendekar Mabuk segera tinggalkan tempat itu.
Namun baru saja empat langkah ia sudah harus berhenti karena ia melihat benda melayang cepat meluncur ke arah Karina. Tanpa berpikir panjang lagi, Pendekar Mabuk segera lakukan lompatan ke samping sambil berseru,.
"Karinaaa..." Gadis itu terkejut, segera menatap ke arah Suto dan melihat Suto telah melayang di atas semak-semak. Karina segera melompat ke arah lain karena ia sempat melihat kilatan cahaya matahari yang memantul dari benda terbang itu.
Bruuuuss,..! Pendekar Mabuk jatuh berguling-guling di semak ilalang. Kejap kemudian ia melompat keluar dari kedalaman semak. Wuuss...! Jleeg...! Kedua kakinya mendarat dengan tegak di depan Panji Klobot dan Santana memandang Karina dengan tegang, keduanya sama-sama membelalakkan mata.
Bahkan Karina sendiri ikut terbelalak begitu memandang ke arah tangan kiri Suto yang diangkat setinggi pundak. Jari tangan itu sudah menjepit sebilah pisau kecil bergagang logam putih mengkilat juga. Pisau runcing itu panjangnya dari ujung gagang sampai ke pucuk ketajamannya sekitar satu jengkal kurang. Agaknya Karina mengenali si pemilik pisau beracun itu.
"Pandawi...," sebut Karína dalam gumam yang lirih. Wajahnya segera berubah menjadi garang dan ia berseru sambil memandang ke arah datangnya pisau tadi.
"Pandawi...! Keluar kau, Pengecut!"
Suto Sinting segera berbisik, "Siapa itu Pandawi?" sambil ia memandang sekeliling dengan gerakan tubuh memutar pelan. Namun sebelum Karina menjawab, sesosok tubuh berbaju tembaga melompat dari semak di balik pohon. Wuuus...! Dua pisau dilemparkan dalam gerakan cepat. Slaap, slaaap..! Kedua pisau itu mengarah kepada Karina.
Gadis berjubah jingga lakukan lompatan menghindar sambil cabut pedangnya. Bet, bet..! Tring,tring...! Gerakan cabut pedang dan kibasan pedang itu sendiri nyaris tak bisa dilihat oleh Santana dan Panji Klobot. Tahu-tahu kedua pisau telah terpental ke lain arah. Salah satu jatuh, ke semak-semak, satu lagi menancap di sebatang pohon dengan kuat. Jrraab...!
Jleeg..! Sepasang kaki beralas tebal dengan tali melilit betis telah menapak ke tanah dalam keadaan tegak, sedikit merenggang. Pendekar Mabuk tak berkedip pandangi seraut wajah si pemilik sepasang kaki yang mempunyai pisau di dekat kedua lututnya. Pisau kecil-kecil bukan saja ada di dekat lututnya. namun juga di paha kanan-kiri, di pangkal lengan kanan kiri, dan paling banyak di pinggangnya menyatu dengan sabuk dari logam tembaga. Pendekar Mabuk semakin tak bisa berkedip setelah sadar bahwa pemilik pisau-pisau kecil itu ternyata adalah seorang gadis berusia sekitar dua puluh empat tahun dan mempunyai wajah cantik berkesan liar. Hidungnya mancung, alisnya tebal, matanya menantang penuh keberanian, tapi bulu matanya lentik. Gadis itu mempunyai bibir yang sedikit tebal, namun punya daya pikat sangat tinggi dan membuatnya semakin cantik. Rambutnya jatuh di pundak, ujungnya bergelombang, bagian depan diponi sebatas kening.
Gadis berperawakan tinggi, sekal, dan tampak kuat itu mengenakan rompi zirah dari bahan kain bercampur tembaga, anti senjata tajam. Rompi ketat itu mempunyai belahan tengah yang membuat gumpalan dadanya tampak membusung dan tersumbul sebagian. Sexy sekali. la mengenakan semacam rok yang tak sampai menutup lututnya, hahkan hanya separuh paha. Rok itu pun terbuat dari kain bercampur rajutan benang tembaga yang lentur namun tak mudah ditembus senjata tajam.
Melihat jenis pakaian perang yang dikenakan Pandawi, dan perawakan yang layak sebagai seorang prajurit perang, Pendekar Mabuk segera ingat dengan para prajurit dari Istana Kematian, seperti Denaya dan yang lainnya. Sekalipun Istana Kematian sudah dihancurkan dan ratunya sudah ditumbangkan, tapi tidak menutup kemungkinan para prajuritnya yang melarikan diri masih hidup dan sekarang muncul di depannya.
Pandawi juga menatap Pendekar Mabuk dengan mata beningnya yang mempunyai warna biru samar-samar di bagian manik hitamnya. Mata itu memang sangat bagus dan mengagumkan, namun Sayang memancarkan keganasan yang tajam. Ditambah dengan sosoknya yang tinggi dan berkesan alot, Pendekar Mabuk yakin bahwa gadis itu bukan tandingan Karina. Pedang panjang di pinggang yang bergagang besi hitam dengan sarungnya yang terbuat dari lempengan besi pula itu, terasa tak sebanding jika diadu dengan pedang Karina yang berkesan lembut serta lunak.
Namun murid si Burung Bengal ternyata tak punya rasa takut sedikit pun berhadapan dengan lawan seperti itu. Karina justru berseru dengan suara lantang sambil melangkah dekati Pandawi.
"Rupanya kau masih penasaran dan menyangkaku masih berhubungan dengan Aryaseta?! Hmmm...! Ketahuilah, Pandawi... hubunganku dengan Aryaseta hanya sebatas teman biasa! Kau tak perlu cemburu padaku. Kalau kau suka padanya, bawalah pergi ke mana kau suka dan kawinilah dia!, Aku tak pernah ambil pusing dengan kalian! Jangan anggap aku tertarik dengan pemuda culas macam dia!"
"Aryaseta mati!"
Ucapan datar penuh tekanan dendam itu sempat menyentak hati Pendekar Mabuk, walau ia belum kenal siapa Aryaseta namun sudah dapat menerka apa persoalan kedua gadis tersebut. Demikian hal nya dengan Karina, sempat terperanjat mendengar ucapan pandai tadi.
"Tentu saja kau tak akan tertarik padanya, karena Kau telah membunuhnya dengan ilmu pedang kejimu itu, Karina!"
"Apa maksudmu berkata begitu, Pandawi?!"
"Tak perlu kujawab kau pasti sudah tahu maksudku, Keparat! Hiaaah.." Pandawi berlari tiga langkah, lalu melepaskan tendangan ke arah Karina dengan sangat cepat.
Beet...! Pedang Karina berkelebat, selain menangkis juga bermaksud memotong pergelangan kaki Pandawi. Namun pedang itu tak berhasil kenai kaki Pandawi, karena kaki Pandawi segera ditarik dengan cepat pula, dan satu lompatan kecil melayangkan kaki satunya ke arah wajah Karina.
Wuuuut, beeekh...!
"Eeekh...!" Karina terpental ke belakang dengan terhuyung-huyung. la menahan rasa sakit karena gerakan menghindarnya sedikit terlambat, sehingga kaki Pandawi kenai bagian atas dada kirinya dengan telak. Kalau saja tangan Pendekar Mabuk tidak menahan, maka tubuh Karina akan jatuh terbanting dengan cukup keras. Pandawi tampak semakin bernafsu untuk membunuh Karina. Pedang pun dicabut dari sarungnya,
Sraaang..!
"Kubalas kematian Aryaseta dengan pedang ini, iblis ganjen! Heeeah..!"
Wik, wik, wik, wik...! Wuuus...! Beet...!
Pedang itu sempat dimainkan dengan satu tangan.
Traaang...!
Setelah diputar-putar sebentar, Pandawi melesat dalam satu lompatan rendah dan menebaskan pedangnya ke arah leher Karina. Tetapi pedang itu tertahan oleh bumbung tuak Suto yang tiba-tiba berkelebat di depan Karina. Benturan bumbung tuak dengan pedang Pandawi timbulkan suara denting seperti besi bertemu besi. Pedang.itu terpental ke belakang, ditambah putaran tubuh Suto hasilkan tendangan balik yang kenai perut Pandawi dengan kuat.
Buuukh...!
"Uuukh..! Pandawi terpekik sambil terlempar
ke belakang dan membentur pohon dengan cukup keras. Bruuk...! Bluuuk...! la jatuh terduduk sambil menyeringai menahan sakit di perutnya. Pendekar Mabuk segera maju dua langkah setelah Karina sudah mampu berdiri sendiri. Mata pemuda tampan murid si Gila Tuak itu tertuju kepada Pandawi, tapi sorot pandangan mata itu tidak memancarkan permusuhan. Justru senyum kelembutan Suto Sinting bagai dipamerkan di depan gadis berang itu.
"Barangkali kau salah sangka, Pandawi!" ujar Suto Sinting, sok akrab. Pandawi bangkit dan menggeram lirih, memancarkan permusuhan.
"Kau mau ikut campur urusan ini, hah?! Kau sudah hancurkan tempatku mengabdi sebagai prajurit Ratu Kehangatan, sekarang kau ingin campur urusan pribadiku dengan gadis gila itu?!" Senyum si murid sinting Gila Tuak semakin Lebar, sambil benaknya mengingat hancurnya Istana Kematian itu.
Pandawi menuding dengan pedangnya ke arah Suto, "Kali ini kalau kau ikut campur urusanku, kau akan berhadapan langsung denganku, Keparat! Aku akan melawanmu tanpa menunggu perintah ratuku, Karena sudah tak ada orang yang memerintahku lagi!" Pandawi bergerak ke kiri dengan badan sedikit membungkuk dan pedang siap hadapi serangan lawan. Tapi Pendekar Mabuk tetap sunggingkan senyum dengan tenang dan pandangi si gadis berpakaian anti senjata tajam itu. Suto Sinting justru membuka bumbung tuak, dan mengangkat bumbung itu dengan tangan kanan untuk kemudian menenggak tuaknya sebanyak tiga teguk.
Glek, glek, glek...!
"Gila! Dia justru minum tuak seenaknya begitu?!" gumam hati Santana yang sejak tadi hanya berani mengintai dari balik pohon, karena ia masih merasa malu memandang seorang wanita, siapa pun orangnya.
"Minggirlah, Suto! Akan kuhadapi sendiri perempuan liar itu!" ujar Karina dengan tegas.
Pandawi semakin berang mendengar ucapan Karina. la segera bergerak menyerang Karina melintasi Pendekar Mabuk. Pada saat itulah, Suto Sinting Lepaskan sentilan bertenaga dalam dengan jarinya.
Teees...! Jurus 'Jari Guntur' lepaskan tenaga dalam sebesar tendangan kuda jantan. Hawa padat itu tepat kenai rahang Pandawi. Deees...!
"Aaaow..!" Pandawi memekik sambil terlempar ke samping, jatuh berguling-guling dengan napas tertahan untuk atasi sakitnya. la merasakan rahang nya bagai pecah saat itu juga.
...*...
...* *...
☺🙏💪
mampir yaaa