NovelToon NovelToon
Berondongku Suamiku

Berondongku Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Ibu Tiri
Popularitas:61.7k
Nilai: 5
Nama Author: mama reni

Kirana harus menerima kenyataan bahwa calon suaminya meninggalkannya dua minggu sebelum pernikahan dan memilih menikah dengan adik tirinya.

Kalut dengan semua rencana pernikahan yang telah rampung, Kirana nekat menjadikan, Samudera, pembalap jalanan yang ternyata mahasiswanya sebagai suami pengganti.

Pernikahan dilakukan dengan syarat tak ada kontak fisik dan berpisah setelah enam bulan pernikahan. Bagaimana jadinya jika pada akhirnya mereka memiliki perasaan, apakah akan tetap berpisah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Tiga Belas

Samudera menghentikan motornya saat memasuki sebuah butik. Papan namanya besar, elegan, berwarna emas muda yang tampak mahal bahkan dari jauh. Kaca etalasenya memantulkan cahaya dengan angkuh, seolah ingin bilang pada dunia bahwa siapa pun yang masuk ke dalam, harus punya dompet tebal dan mental kuat.

Kirana turun dari motor sambil mengusap rambutnya yang sedikit berantakan tertiup angin. Ia memandangi gedung di depannya. Dahinya berkerut. “Sam, kita … ke sini?”

Samudera mengunci motornya tenang-tenang saja. “Iya.”

Kirana menatap papan nama butik itu sekali lagi, memastikan matanya tidak salah. Tidak. Tetap sama. Butik itu adalah butik terkenal yang sering ia dengar dari cerita mahasiswa kaya di kampus tempatnya bekerja, butik yang biasa dipakai sosialita, butik yang pernah ia lihat di vlog orang-orang kaya raya di YouTube.

Ia menelan ludah. Dari semua tempat yang mungkin Samudera pilih, kenapa harus ini. Dengan suara pelan ia bertanya, “Untuk apa kita ke sini, Sam?”

Pemuda itu menoleh sebentar, ekspresinya datar. “Pesan baju nikahlah, Mbak.”

Kirana langsung menatap Sam seperti habis dilempar sandal. “Hah?”

Samudera nyengir tipis. “Jadi menurut kamu kita ke sini buat apa, Mbak?”

Kirana langsung memalingkan wajah ke butik lagi, memandang gedung itu dari lantai dasar sampai ke nama butik yang berkilau. Hatinya langsung menciut. Ia tahu tempat ini. Semua orang tahu. Tempat ini kayak tempat suci buat para calon pengantin kelas sultan.

Satu kebaya saja bisa bikin rekening menjerit. Ia mundur setengah langkah. “Sam … jangan di sini. Ke tempat lain aja, ya?”

Samudera malah menaikkan alis. “Loh, kenapa? Di sini bagus-bagus kok.”

“Tapi ....”

“Orang-orang bilang bagus,” lanjut Samudera santai. "Katanya disini banyak model terbaru dan terbaik.”

“Iya … aku tahu bagus,” sahut Kirana cepat. Justru itu masalahnya, batinnya menjerit. “Tapi … Sam … di sini harganya mahal.”

Samudera mengedip. “Terus?”

“T-terus … ya jangan di sini.”

“Nah,” Sam memelotot kecil, “kenapa nggak boleh di sini?”

Kirana menggigit bibir. Ia masih berusaha keras supaya suaranya terdengar normal. “Karena … ya … mahal, Sam. Ini butik mahal. Satu kebaya aja bisa puluhan juta. Itu belum tambahan-tambahannya. Aku nggak punya uang sebanyak itu. Serius.”

Samudera terdiam beberapa detik sebelum ia tertawa. Bukan tertawa kecil. Tapi tertawa lepas yang bikin Kirana ingin menutupi wajah pakai helm.

“Sam! Aku serius!” protes Kirana malu.

Samudera masih tertawa, tapi kini lebih pelan. “Jadi itu alasan kamu ngotot nyari tempat lain?”

Kirana mengangguk kecil, pipinya memanas. “Iya … itu.”

Sam akhirnya berhenti tertawa dan menatapnya, tatapannya kali ini pelan tapi tegas. “Aku nggak peduli harga, Mbak.”

Kirana terbelalak. “Sam ....”

“Aku bilang nggak peduli harga. Yang penting cocok dan bagus buat kamu.”

“Sam, aku nggak becanda.” Kata-kata itu keluar lebih kencang, lebih putus asa. Ia benar-benar ingin Samudera mengerti bahwa ia tidak sedang main-main. “Aku beneran nggak punya uang sebanyak itu.”

Samudera mengangkat bahu sederhana, seolah Kirana baru bilang kalau di kantin kampus sedang diskon. “Terus kenapa? Aku yang beliin.”

Kirana hampir tersedak udara. “Sam, aku serius. Aku nggak mau kamu ....”

“Aku juga nggak becanda, Mbak Kirana.”

Jawaban itu kena tepat di ulu hati Kirana. Suasana mendadak jadi hening. Samudera mengulurkan tangan dan memegang pergelangan tangan Kirana, menariknya pelan menuju pintu butik. “Ayo. Nanti makin siang makin rame.”

“Sam, tunggu ... Samudera!” Kirana mencoba menahan, tapi tarikan Sam justru membuatnya ikut melangkah.

Begitu pintu butik terbuka, aroma parfum mahal langsung menyapa. Wangi lembut yang tidak pernah Kirana cium sebelumnya. Lantai butik mengilap, lampu-lampunya hangat, model kebaya dan dress berjejer rapi bagaikan lukisan.

Dan yang paling membuat Kirana terpana begitu mereka masuk, beberapa karyawan langsung berdiri dan menunduk hormat.

“Selamat pagi, Mas Samudera.”

“Selamat datang kembali, Mas.”

Kirana membeku."Hah ... Kembali?"

Samudera cuma mengangguk santai, seolah biasa diperlakukan begitu.

Kirana menoleh perlahan ke arah Samudera. “Kamu kenal mereka?”

Samudera cuma jawab pendek, “Lumayan.”

“Lumayan apanya, Sam?” Kirana hampir berbisik. “Mereka kayak tahu kamu banget.”

Samudera tidak merespons. Dia berjalan ke arah salah satu penjaga butik. Seorang wanita elegan berkacamata, lalu ia berkata, dengan suara kalem tapi tegas, “Tolong carikan baju terbaru. Yang terbaik. Untuk calon istri saya ini.”

Wanita itu langsung tersenyum sopan. “Tentu, Mas Samudera. Kami sudah siapkan beberapa pilihan koleksi terbaru yang belum dipajang. Silakan ikut saya, Mbak.”

Kirana menelan ludah. Kakinya terasa berat, seperti menolak melangkah, tapi tubuhnya tetap ikut dituntun.

Ia berbisik cepat pada Sam. “Kamu ini sebenarnya siapa, sih?”

Samudera memasukkan satu tangan ke saku celana, wajahnya tetap datar, tapi sudut bibirnya terangkat sedikit. “Yang mau nikah sama kamu minggu depan.”

“Sam, aku serius nanya.”

“Aku juga serius jawab,” katanya enteng tanpa rasa bersalah.

Kirana ingin memukul lengannya, tapi mereka keburu dibawa masuk ke ruang fitting yang luas dengan dinding kaca dan lampu-lampu lembut.

Karyawan-karyawan butik mulai menggantungkan beberapa kebaya di depan mereka. Kebaya-kebaya itu tidak hanya bagus, tapi indah. Bordirannya halus, warnanya lembut, beberapa dihiasi payet kecil yang berkilau saat terkena cahaya. Kirana sampai lupa bernapas.

Salah satu karyawan berkata ramah, “Model yang ini baru launching minggu lalu, Mbak. Sangat eksklusif, hanya tiga pasang yang dibuat di seluruh Indonesia.”

Mendengar ucapan dari karyawan itu, Kirana langsung membayangkan harganya.

Samudera melipat tangan di dada. “Coba yang ini.”

Kirana otomatis menatap Samudera. “Kamu yakin?”

Sam menatapnya balik. “Kalau kamu suka?”

“Aku ....” Kirana menunduk, menyentuh bahan kebaya itu perlahan. Halus sekali. Luar biasa lembut. “Suka … tapi pasti mahal, Sam.”

Sam menghela napas pendek. “Mbak, kamu mau nikah pakai karung beras?”

Kirana memandang Sam kesal. “Samudera!”

“Kan bener.” Sam nyengir kecil. “Aku beliin jadi jangan bawel!"

“Sam, kamu jangan main beli-beli kayak gitu. Aku ....”

Sebelum Kirana sempat menyelesaikan kalimatnya, karyawan butik lain datang menambahkan pilihan. Kebaya berwarna biru pucat, elegan, dengan detail renda yang rapi dan jatuh.

“Yang ini juga bagus,” kata Sam lagi, santai seperti akan membeli bakso atau seblak.

“Sam ….” Kirana menarik lengan bajunya pelan. “Aku benar-benar nggak nyaman kalau kamu ngeluarin banyak uang.”

Samudera akhirnya melihat Kirana lebih serius, matanya teduh tapi tegas. “Mbak.”

“Hm?”

“Pernikahan kita memang bukan karena cinta, bukan karena rencana manis, bukan karena cara normal orang-orang menikah.”

Kirana mengerjap. Ia tidak menyangka Samudera akan bicara sepanjang itu.

“Tapi bukan berarti kamu harus ngerasain semuanya dengan seadanya,” lanjut Samudera. “Bukan berarti kamu nggak layak pakai yang bagus.”

Kirana ingin membuka mulut, tapi suaranya hilang. Tak tahu harus berkata apa.

Sam mendekat setengah langkah. “Aku tahu kamu nggak minta. Dan aku tahu kamu nggak pengen nyusahin aku.” Kirana menunduk. Itu benar.

“Tapi aku yang mutusin buat nikah sama kamu.” Ia menghela napas. “Aku yang tanda tangani perjanjian itu. Aku yang nabrak kamu. Jadi aku yang tanggung semuanya.”

“Sam .…”

“Jadi jangan ditolak.”

Kirana memejamkan mata sejenak. Ada sesuatu yang hangat, mengalir pelan ke dalam dadanya, bukan cinta, bukan jatuh hati tiba-tiba, tapi rasa dihargai. Rasa dianggap penting. Rasa dilihat.

Ia membuka mata perlahan. “Kalau gitu … aku coba yang warna biru itu dulu.”

Sam mengangguk. “Oke.”

1
Siti Amyati
haha gimana ngga salah paham mami lihat momen kok ngga pas pa lgi status masih pengantin baru lanjut kak
Cindy
lanjut kak
Taslim Rustanto
Kirana ternyata punya hobi jatuh ya...bentar LG juga jatuh...
jatuh cinta .wa ea aa
Mama Reni: 🤣🤣🤣🫣🫣
total 1 replies
dyah EkaPratiwi
hahaha pikir mama Vania udah seneng nie ya anaknya proses buat cucu
Taslim Rustanto
astagaaa... bakalan seru nih penganten baru.. kira"ada adegan selanjutnya ga ya..😄😄😄
shenina
ekhem..🤭🤭
Linfaurais
Disangka mama vania si sam mau bikin cucu
Eka ELissa
perkara drama kepleset....jadi ke gep deh ...🤣🤣🤣🤣🤣🤭
Faiz Pendar
ternyata ada untung nya juga notif nya telat jadi bisa sekalian nabung bab🤭

ditunggu lanjutannya
Fitria Syafei
Wow mereka mama semoga ya mereka selalu bersama dan bersatu 🤲 mama cantik kereeen 😍😍
vj'z tri
author ngelawak 🤣🤣🤣🤣 semut say hi🤣🤣🤣🤣🤣
Rahma
maaam aq nunggu2 tisa sm Irfan shock tau pesta pernikahan Kirana mewah dan pernikahan mereka sepi ko blm muncul lg Irfan sm Tissa
𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐
🤣🤣🤣🤣🤣
Alona Luna
🤣🤣🤣 ngakak bangettt
Tiara Bella
Kirana hobi bngt sh jatoh....wkwkkwkw ..tp lucu
Radya Arynda
ya alloh ikut bahagia melihat mereka....mama reni memang the best🫶🫶🫶🫶🫶
Teh Euis Tea
hahaha ketahuan sm mami vania di kira mau enyak enyak tuh si sam sm kiran
mami pikirannya udah menjurus kesana🤭
Dew666
💎🍭🍎
partini
❤️❤️❤️❤️👍👍👍👍
Fitra Sari
makasih KK doubel up nya ..ditunggu next nya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!