menceritakan tentang seorang murid pindahan yang bernama Kim hyun yang pindah ke sekolah barunya yang bernama sekolah SMA CSB (CENTRAL SPORT BUSAN), awalnya kehidupannya lancar namun tampaknya dia tidak terlalu mengetahui tentang sisi gelap sekolah ini beserta kota ini maka dari itu kim Hyun mau tak mau harus mencari tahu tentang sisi gelap sekolah ini dan kota ini agar dirinya bisa menjalani kehidupan yang normal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilwa nuryansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 13
Di Kelas 2-B, suasana masih dipenuhi bau darah dan ketakutan setelah murka Han Gyu-sik. Kim Jin-hyuk, petarung nomor dua dan ahli Kyokushin, menatap Gyu-sik dengan tatapan marah.
Jin-hyuk: (Suaranya tajam dan dipenuhi kemarahan) "Gyu-sik! Ini masalah harga diri! Kita tidak bisa membiarkan anak pindahan itu merobohkan Woo-jin dan enam anggota Geng Kelas Satu dan lolos begitu saja! Dia sudah menginjak-injak harga diri Kelas Dua. Kita harus segera menghajarnya!"
Gyu-sik, yang baru saja duduk kembali di kursinya, menyilangkan kakinya. Matanya yang dingin menatap Jin-hyuk.
Gyu-sik: (Nada suara memerintah) "Tahan diri, Jin-hyuk."
Keheningan melanda Kelas 2-B. Tidak hanya Jin-hyuk, tetapi semua siswa yang menyaksikan insiden itu terkejut. Han Gyu-sik, si Raja yang brutal dan cepat bertindak, menyuruh untuk menahan diri?
Jin-hyuk: (Tidak terima) "Apa?! Kau menyuruhku menahan diri?! Masalah apa yang lebih penting dari harga diri kita? Jika kita lambat, seluruh sekolah—bahkan Kelas Tiga—akan menganggap kita pengecut!"
Go Min-joon, si petarung MMA berkacamata hitam, yang selama ini diam, melangkah maju. Min-joon adalah sosok yang sok tahu dan keponya tinggi.
Min-joon: (Antusias, seperti reporter) "Yaa, Boss! Apa yang sebenarnya terjadi selama aku cuti latihan kemarin? Kudengar ada semacam 'Teknik Rahasia' yang digunakan anak pindahan itu. Apakah dia begitu hebat sampai kau—Han Gyu-sik, si Shadow King—merasa harus menahan diri?!"
Gyu-sik mengabaikan Min-joon. Pandangannya tetap terpaku pada Jin-hyuk.
Gyu-sik: "Aku tahu apa yang kau pikirkan, Jin-hyuk. Tapi kau sudah lihat laporannya. Kita tidak tahu siapa dia, dari mana asalnya, atau teknik apa yang dia gunakan. Gaya bertarungnya kotor dan brutal. Aku tidak suka kejutan."
Gyu-sik berdiri. Gerakannya lambat dan penuh kekuasaan.
Gyu-sik: (Berjalan melewati Jin-hyuk, suaranya menjadi ancaman) "Dengar baik-baik. Jangan bergerak tanpa persetujuanku. Jangan pernah. Biarkan aku mencari tahu dulu siapa anjing liar ini. Kita tidak akan membiarkan Kelas Dua diremehkan, tapi kita akan melakukannya dengan cara yang bersih dan tanpa risiko."
Jin-hyuk mengepalkan tinjunya, urat lehernya menonjol. Sebagai ahli Kyokushin yang menjunjung tinggi kehormatan dalam pertarungan, perintah Gyu-sik terasa seperti penghinaan. Namun, ia tidak berani membantah Raja Kelas 2 secara terang-terangan.
Gyu-sik, dengan pandangan penuh masalah, berjalan keluar kelas, meninggalkan suasana tegang dan kebingungan.
Min-joon, yang melihat kepergian Gyu-sik, segera beralih ke Jin-hyuk dengan mata berbinar.
Min-joon: "Hyuk-ah! Bro! Kau harus memberitahuku! Apa yang terjadi di gang itu?! Apa yang dilakukan anak pindahan itu? Apakah dia menggunakan senjata terlarang? Katakan padaku! Aku dengar Geng Kelas Satu sampai harus dilarikan ke rumah sakit! Ayolah, aku janji aku tidak akan bilang siapa-siapa! Aku penasaran setengah mati!"
Jin-hyuk hanya mendengus, menahan amarahnya. Dia tahu keraguan Gyu-sik adalah bahaya nyata bagi kelas mereka.
Sementara ketegangan memuncak di Kelas 2-B, Kim Hyun dan Min-ho sudah duduk di bangku mereka dekat jendela Kelas 2-C.
Min-ho: "Hei, Hyun-ah. Mengenai Lee Gyu-won tadi. Apa yang terjadi kemarin? Kau bilang itu pertarungan kecil, tapi kenapa dia dendam sekali?"
Hyun menghela napas. Dia menceritakan inti dari insiden di gang, tidak menyebut Ji-soo.
Hyun: "Aku hanya menyingkirkan beberapa bocah Kelas Satu yang membuat onar. Aku tidak tahu bahwa salah satu dari mereka adalah 'Pemimpin Geng' atau apalah itu. Mereka mencoba memukulku, dan aku menyingkirkan mereka."
Min-ho hanya mengangguk, menyortir buku-bukunya. Sikapnya yang santai membuat Hyun bingung.
Hyun: "Kau tidak terkejut? Min-ho, ini pelecehan dan penganiayaan, lho. Bukannya kau harusnya terkejut?"
Min-ho tersenyum canggung. "Hyun-ah, kau harus mengerti. Kau baru di sini. Sekolah ini... begitulah. Di luar, kami adalah 'atlet berbakat'. Di dalam, ini adalah kota anjing. Beberapa siswa dari kelas lain menggunakan kekerasan untuk mendapatkan uang dan kekuasaan. Pelecehan, pemerasan, perkelahian brutal—itu sudah menjadi norma."
Min-ho membisikkan beberapa hal buruk yang ia dengar: Pemimpin Kelas Tiga menjalankan sindikat taruhan ilegal di klub Judo. Anak buahnya memukuli siswa yang kalah. Di kantin, petarung dari Kelas 1-A secara rutin mengambil makanan siswa lain tanpa membayar. Guru menutup mata. CSB adalah sekolah yang sudah dicap sebagai 'sarang sampah masyarakat'.
Hyun hanya menggelengkan kepala, ketidakpercayaan terlihat di wajahnya.
Kelas 2-C mulai terisi. Siswa-siswa datang dengan santai. Beberapa siswa masuk sambil merokok di koridor dan mematikan rokok di tempat sampah. Beberapa yang lain membawa cangkir kopi atau minuman energi. Pakaian mereka acak-acakan.
Dari sudut pandang orang luar, mereka memang sampah, pikir Hyun, frustrasi.
Saat bel masuk sudah dekat, seorang siswa memasuki kelas. Dia memiliki perawakan tegap, mengenakan kaos hitam dan hoodie hitam di balik seragamnya, dengan rambut ditata sedikit acak-acakan. Posturnya menunjukkan kekuatan, dan tatapan matanya menunjukkan otoritas. Dia adalah Song Dae-ho, petarung nomor dua di Kelas 2-C dan bendahara tidak resmi kelas.
Dae-ho berjalan ke depan.
Dae-ho: (Suaranya serak dan memerintah) "Hei! Semua! Cepat duduk di tempat kalian! Sudah waktunya."
Semua siswa di Kelas 2-C, termasuk beberapa preman kecil, segera duduk dengan patuh.
Dae-ho berdiri di depan papan tulis. "Ini hari Kamis. Kalian semua tahu apa artinya. Uang Keamanan Mingguan!"
Dae-ho berjalan santai menyusuri barisan meja, memulai dari depan.
Dae-ho: "Seratus ribu Won per orang. Jangan sampai ada yang kurang. Ini untuk ketenangan dan perlindungan kalian di kelas ini."
Siswa-siswa Kelas 2-C secara otomatis mengeluarkan dompet mereka, menghitung uang kertas, dan menyerahkannya kepada Dae-ho tanpa keluhan.
Hyun, yang menyaksikan pemandangan ini, terkejut. Uang Keamanan? Pemerasan yang terorganisir di depan umum?
Hyun: (Berbisik pada Min-ho) "Min-ho! Apa-apaan ini? Uang keamanan apa? Apakah sekolah tahu tentang ini?"
Min-ho: (Berbisik kembali, wajahnya sedikit cemas) "Sshh! Itu Dae-ho. Dia bendahara kelas. Ya, itu adalah uang pemerasan kami, Hyun-ah. Ini wajib di setiap kelas. Kalau tidak bayar, kau akan 'diamankan' habis-habisan."
Saat Min-ho sedang menjelaskan, Dae-ho sudah berdiri di meja mereka, tangannya terulur.
Dae-ho: (Suaranya dingin) "Cepat. Seratus ribu Won. Kalian berdua."
Min-ho segera membuka dompetnya, bersiap menyerahkan uangnya.
Namun, sebelum Min-ho sempat memberikannya, Kim Hyun menahan tangannya.
Hyun: (Menatap lurus ke mata Song Dae-ho, wajahnya datar) "Tunggu sebentar. Kami ingin tahu. Untuk apa uang ini?"
Dae-ho membeku. Seluruh kelas seketika menjadi sunyi. Belum pernah ada siswa di Kelas 2-C yang berani mempertanyakan Song Dae-ho secara terbuka.
Bersambung...