Dunia Tati hancur, ketika suami yang sangat dia cintai, yang dia harapkan bisa menjaganya, melindunginya. Malah menjualnya ke pria lain. Sedang suaminya sendiri malah selingkuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 13
Merasa sangat kesal dengan apa yang dikatakan oleh pria yang menurutnya adalah pria paling kejam dan aneh yang pernah dia temui itu. Tati melemparkan bantal ke arah Brian, meski gak ngenain punggung pria itu sama sekali. Bantal itu jatuh tergeletak di atas lantai berkarpet. Pria itu sudah pergi sebelum bantal itu bisa mengenainya. Sangat disayangkan.
Padahal, kalaupun bantal itu mengenainya, juga tidak akan memberikan pengaruh apapun kan pada Brian. Itu bantal yang empuk, tidak akan terasa sakit meski kena juga.
"Dasar pria kejam! Kau sungguh gak punya hati, Tuan!" teriak Tati dengan tatapan kecewa. Matanya sudah berkaca-kaca, tapi dia masih memaki Brian dengan sopan. Dia masih memanggilnya 'tuan'. Bukankah itu makian yang sangat sopan.
Tati mengedarkan pandangannya, di dalam kamar berukuran besar, tampak mewah dengan segala furniture yang didominasi dengan warna hitam, ada sofa single yang terletak di sudut ruang lengkap dengan meja.
Ada dua daun pintu di dua dinding yang berbeda. Dengan jendela besar yang tampak memunculkan cahaya dari balik jendelanya. Berhasil menarik perhatian Tati. Entah bagaimana, muncul ide yang lumayan ekstrim di kepalanya.
"Jika pria kejam itu tak mau membiarkan aku pergi dengan baik-baik. Maka tak ada salahnya, untuk aku kabur dari tempat ini! Aku bisa kabur dari tempat ini!" pikir Tati.
Ide yang lumayan ekstrim itu muncul begitu saja di kepalanya. Dan parahnya dia serius ingin merealisasikan apa yang dia pikirkan itu.
Tati meringis kesakitan, saat melangkah dengan balutan selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan perlahan wanita itu melangkah ke arah yang ia yakini ada jendela di balik tirainya. Dia memegang kuat selimutnya, dan berjalan tertatih menuju ke tempat itu.
"Ugghhh sakit, dasar manusia tidak berperasaan, tidak punya pikiran juga sepertinya! Apa dia anggap, aku ini robot? terus dipakai! dipaksa!" gerutu Tati dengan air mata yang mulai menetes di pipinya.
Wanita itu sungguh sedang berusaha menahan rasa sakit yang ada di bawah sana. Dan semua rasa remuk yang ada di tubuhnya. Brian memang sangat kasar padanya.
"Pokoknya, setelah aku berhasil keluar dari tempat ini, aku pasti akan melaporkan pria bejat itu ke pihak berwajib. Aku juga akan melaporkan mas Junet. Bisa-bisanya seorang suami menyerahkan istrinya sebagai penebusan utang! Dia pikir aku ini apa? bukan manusia? mas Junet sangat kejam. Aku tidak akan membiarkannya!" Tati masih terus mengomel.
Sebenarnya semua omelan itu dia katakan juga sebagai pengalihan semua rasa sakit yang ada di tubuhnya.
Sreek.
Tati menarik gorden, tampak pemandangan luar yang sungguh tak pernah ia sangka sebelumnya . Pemandangan hutan yang ditumbuhi dengan pohon lebat, seakan memaksanya untuk berpikir dua kali untuk melarikan diri dari tempat ia berada.
"Hutan? Kenapa bisa ada hutan? Seingat ku mas Junet membawa ku ke sebuah villa yang ada di tengah kota. Tapi kenapa bisa ada hutan? Apa mungkin pria bejat itu yang membawa ku kesini saat aku tidak sadar?" pikir Tati dengan dada bergemuruh kesal beradu dengan bingung. Kalau dia harus melarikan diri lewat hutan, apa mungkin dia bisa selamat. Bisa-bisa sebelum dia bisa meminta bantuan pada orang lewat, dia sudah habis dimakan macan.
Tati terlihat bingung, dia benar-benar tidak tahu harus apa sekarang. Dan di tengah kebingungannya, Tati dikejutkan dengan pintu kamar yang dibuka dari luar oleh seseorang.
Ceklek.
"Selamat pagi, Nona!" seru seorang wanita berusia 30 sampai 40 tahun dengan ramah pada Tati.
Tati berbalik badan kaget, "Siapa kalian?" tanya Tati.
Dengan gerakan kepala, wanita itu mempersilahkan dua pelayan wanita lainnya, membawa banyak makanan masuk ke dalam kamar lalu meletakkannya di atas meja.
"Saya Becca, kepala pelayan di mansion ini, Nona. Tuan meminta saya untuk mengantar sarapan untuk Nona."seru Becca dengan tegas.
"Mansion?" tanya Tati bingung.
"Benar" sahut wanita itu dengan cepat.
Tati mencengkram erat selimut yang membalut tubuh polosnya, ketika melihat banyaknya makanan yang dibawa masuk ke dalam kamar itu.
'Dia pikir dengan makanan bisa menyogok ku! Tunggu, dia bilang ini mansion? Jadi aku ada di mansion pria bejat itu?' batin Tati.
Dua pelayan wanita yang membawa makanan sudah keluar dari kamar. Menyisakan Tati dan Becca.
"Jika Nona gak nyaman, Nona bisa bersih-bersih dulu. Tuan sudah siapkan pakaian dan keperluan Nona di ruang walk in closet, ada di sisi lain kamar mandi!" jelas Becca, membuka satu persatu pintu walk in closet dan pintu kamar mandi.
Tati melangkah mendekat ke arah Becca, bukan untuk melihat kamar mandi dan walk in closet.
"Kalian bisa masuk ke sini, berarti kalian juga bisa membawa ku keluar dari tempat ini?" tanya Tati dengan antusias, netranya beralih pada pintu kamar yang masih terbuka lebar.
"Maaf Nona, saya tidak punya nyali untuk membantah perintah Tuan." jawab Becca tegas.
"Kita itu sama-sama wanita, tidak kasihan kah kamu pada ku, kakak! Tolong bantu aku keluar dari tempat ini!" bujuk Tati dengan tatapan memelas, matanya menjadi cepat berembun.
Becca menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan.
"Semoga Nona menyukai sarapan yang kami hidangkan."
Dengan tertatih, Tati berusaha mengejar Becca yang tampak acuh melangkah ke arah pintu utama kamar. Kepala pelayan itu benar benar akan meninggalkannya seorang diri di kamar besar itu.
"Kak Becca serius tidak kasihan pada ku? Lihat, Tuan mu sudah memperko sa ku! Kau diam, kau juga bisa kau jebloskan ke penjara, membiarkan tindak kekerasan terjadi di depan mata mu!" teriak Tati dengan terisak.
Brugh.
Tati jatuh, semua yang dia lakukan sia-sia.
Sementara itu di tempat lain, di sebuah mobil, yang tengah melaju di jalan raya. Seakan berlomba dengan kendaraan lainnya.
[Ada apa bos? Apa ada perintah untuk kami membebaskan dua orang itu, bos? Dari tadi mereka berteriak minta di lepaskan, bos!]
Bugh.
Dengan geram, Josep memukul pintu mobilnya dengan kepalan tangan.
"Cari mati kalian, kalo berani membebaskan kedua orang brengsekk itu!" Josep terlihat begitu kesal, bisa-bisanya anak buahnya bicara seperti itu padanya.
[Bujuk, galak amat bos! Kaga berani kita ngelepasin itu orang tanpa perintah, bos!]
"Tetap berjaga, apa pun yang terjadi. Kalian jangan ada yang berani bukakan pintu untuk kedua orang itu! apapun yang mereka katakan. Apapun yang terjadi! paham!" titah Josep sebelum mengakhiri sambungan teleponnya.
Tring tring.
Baru juga mengakhiri sambungan teleponnya dengan Malih. Kini sudah ada panggilan masuk dari nomor Temmy.
**
Di tempat lain juga,
"Gimana, pah? Udah di jawab apa belum sama Josep?" tanya Talita dengan gak sabaran, wanita paruh baya itu tampak cemas. Menanti kabar mengenai putri tunggalnya.
"Lagi sibuk, aku coba hubungi lagi!" timpal Temmy, gak kalah cemasnya dengan sang istri.
[I.. iya om, ada apa ya om?] tanya Josep dengan gugup dari seberang sana.
Temmy mengerutkan keningnya gak percaya.
"Astaga Jo, ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda. Om menghubungi kamu, sudah pasti ingin menanyakan tentang Tati. Bagaimana hasil penyelidikan mu? Apa kamu sudah menemukan keberadaan Tati?" tanya Temmy dengan raut wajah yang terlihat lelah dan sangat khawatir pada putri sematawayangnya itu.
***
Bersambung…