Putri Raras Ayu Kusumadewi, putri tunggal dari salah satu bangsawan Keraton Yogyakarta, selalu hidup dalam aturan dan tata krama yang ketat. Dunia luar hanyalah dongeng yang ia dengar dari pengawal dan dayang-dayangnya.
Hingga suatu hari, atas nama kerja sama budaya, Keraton Yogyakarta menerima kunjungan kehormatan dari Pangeran William Alexander dari Inggris, pewaris kedua takhta Kerajaan Inggris.
Sebuah pertemuan resmi yang seharusnya hanya berlangsung beberapa hari berubah menjadi kisah cinta terlarang.
Raras menemukan kebebasan dan keberanian lewat tatapan sang pangeran yang hangat, sementara William melihat keindahan yang belum pernah ia temui — keanggunan Timur yang membungkus hati lembut seorang putri Jawa.
Namun cinta mereka bukan hanya jarak dan budaya yang menjadi penghalang, tapi juga takdir, tradisi, dan politik dua kerajaan.
Mereka harus memilih — cinta, atau mahkota.
.
.
Note: semua yang terkandung dalam cerita hanya fiktif belaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uffahazz_2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Across the Border
Suara mesin pesawat kecil menggeram di udara dingin menjelang subuh. Lampu-lampu landasan di lapangan udara Kediri berkelap-kelip redup, hanya disinari rembulan yang tersisa di ufuk barat. Di dalam kokpit sempit, William memegang tangan Raras erat.
“Apa kau siap?” suaranya serak tapi mantap.
Raras mengangguk, meski jantungnya berdetak kencang. “Aku tidak tahu apa yang menungguku di sana. Tapi jika ada kau di sampingku… aku siap untuk segalanya.”
William menatapnya lama, lalu tersenyum samar. “Kita akan baik-baik saja.”
Pesawat mungil itu melaju, roda berderit di atas landasan. Sekejap kemudian, mereka terangkat, meninggalkan tanah Jawa yang berselimut kabut. Dari ketinggian, Raras melihat samar bentuk Candi Prambanan yang tampak seperti siluet masa lalu—megah, namun menjauh.
---
Kabut di Langit dan Pengejaran di Darat
Namun jauh di bawah sana, di jalan aspal yang mengarah ke lapangan udara, puluhan mobil hitam melaju kencang. Di antara mereka, mobil dengan plat diplomatik Keraton Yogyakarta berhenti di gerbang.
“Pesawatnya sudah lepas landas, Gusti!” lapor seorang prajurit sambil terengah.
Raden Mas Arya berdiri di depan mobil dengan rahang mengeras. Matanya menatap langit yang baru saja dilalui pesawat kecil itu.
“Ke mana tujuan mereka?”
“Informasi dari menara kendali—Singapura, Gusti.”
Arya mengepalkan tangan. “Segera kirim kabar ke pihak kedutaan. Mereka tidak akan bisa pergi sejauh itu.”
---
Di Bawah Langit Asing
Tiga jam kemudian, pesawat mendarat di bandara kecil di utara Singapura. William menurunkan Raras dengan hati-hati. Mereka hanya membawa dua koper kecil dan satu tas selempang berisi dokumen penting serta uang tunai dalam pound sterling.
Raras memandangi sekitar: suasana modern, namun asing. “Kita di mana sekarang?”
“Wilayah perbatasan Changi,” jawab William. “Aku punya kenalan di sini. Seorang mantan pilot kerajaan yang kini tinggal di Singapura. Ia akan membantu kita mendapatkan visa sementara.”
Raras menghela napas. Ia mengenakan topi lebar dan kacamata hitam untuk menutupi wajahnya. “Apakah mereka akan mencari kita sampai ke sini?”
“Tentu,” jawab William tanpa ragu. “Baik Inggris maupun Keraton tidak akan tinggal diam. Tapi kita harus bertahan sampai badai ini reda.”
---
Bayangan dari London
Sementara itu, di Istana Buckingham, ruang kerja Raja Arthur dipenuhi ketegangan. Di hadapannya, dua laporan tebal terbuka: satu dari Duta Besar Inggris di Indonesia, satu lagi dari media internasional yang mulai mencium kabar “Royal Scandal in Yogyakarta.”
“Dia memalukan nama keluarga,” desis sang Raja dengan nada marah. “Putraku menculik seorang putri dari kerajaan lain, menentang perintah, dan kabar ini sudah sampai ke BBC!”
Penasihat kerajaan, Sir Alistair, menunduk. “Yang Mulia, kami sudah berkoordinasi dengan Interpol. Namun, untuk saat ini, mereka belum dapat menangkap Pangeran William tanpa perintah langsung dari pemerintah Indonesia. Situasi ini rumit, karena melibatkan dua garis keturunan bangsawan.”
Raja Arthur menatap keluar jendela. “Jika dia tidak kembali dalam tujuh hari, aku akan mencabut semua gelar kebangsaannya.”
---
Jejak di Singapura
Sore itu, William dan Raras beristirahat di apartemen sederhana milik Ken Tan, mantan pilot yang dulu pernah mengabdi di Angkatan Udara Inggris. Pria paruh baya itu menyambut mereka dengan kehangatan, namun raut wajahnya menyimpan kekhawatiran.
“Kau gila, Will,” katanya lirih sambil menuangkan teh. “Kau sadar seluruh dunia mencarimu sekarang?”
William menunduk. “Aku tidak menculik siapa pun. Aku hanya menyelamatkan orang yang kucintai.”
Ken menghela napas panjang. “Aku tahu. Tapi cinta seperti itu tidak akan dimengerti oleh dunia bangsawan.”
Raras diam, memandangi dua pria itu berbicara. Hatinya bergetar mendengar kata “bangsawan.” Dunia mereka yang begitu agung kini terasa seperti penjara tanpa ujung.
“Ken,” ucap William tiba-tiba, “aku butuh bantuanmu. Aku harus sampai ke London tanpa diketahui pihak kerajaan.”
Ken menatapnya dengan serius. “Kau ingin menembus Inggris tanpa izin kerajaan? Itu bunuh diri.”
William menatapnya tajam. “Aku tidak akan kembali sebagai pangeran. Aku akan kembali sebagai rakyat biasa. Aku hanya ingin hidup tenang bersama Raras.”
---
Intrik Dua Istana
Di sisi lain, di Keraton Yogyakarta, Sri Sultan menatap layar berita yang menayangkan gambar blur dari bandara Singapura.
“Putri Raras Ayu terpantau di sana, Gusti,” lapor salah satu ajudan.
Sultan menutup matanya sejenak. “Anak itu…” suaranya serak, berat oleh luka dan kecewa. “Kirimi surat resmi ke Kedutaan Inggris. Katakan bahwa pihak keraton tidak akan menuntut, asal mereka menjamin keselamatan Raras.”
“Dan jika mereka tidak mau, Gusti?”
Sultan membuka mata, tajam. “Maka dunia akan tahu siapa yang benar-benar menculik siapa.”
Di waktu yang sama, di London, pihak Istana Inggris mengumumkan perintah pencarian internasional terhadap William dengan tuduhan “pelanggaran protokol diplomatik dan pencemaran nama kerajaan.”
Dunia pun geger.
Foto-foto William dan Raras mulai tersebar di media asing. Judul besar di layar berita berbunyi:
> “Royal Love Runaway: British Prince and Javanese Princess Escape Tradition!”
---
Hujan di Negeri Singa
Malam turun dengan derasnya hujan tropis. William dan Raras duduk di balkon kecil apartemen itu, menatap lampu-lampu kota yang berpendar di balik tirai hujan.
“Apakah kau menyesal?” tanya William pelan.
Raras memejamkan mata. “Tidak. Tapi aku takut.”
William meraih tangannya. “Aku pun takut. Tapi kita sudah terlalu jauh untuk mundur.”
“Dan jika mereka menangkap kita?”
William menatapnya, matanya dalam dan jujur. “Maka aku akan menyerahkan diriku. Tapi mereka tidak akan menyentuhmu, aku berjanji.”
Air mata Raras jatuh. “Jangan bicara seperti itu.”
William tersenyum tipis, menghapus air matanya dengan ibu jarinya. “Percayalah. Aku akan melindungimu—sekalipun dunia menolak.”
Mereka berpelukan dalam keheningan, hanya diiringi suara hujan dan denting jam dinding yang berjalan perlahan, seolah waktu enggan ikut campur dalam kisah cinta yang kini sedang menantang seluruh protokol dunia.
---
Di Balik Bayangan
Namun di jalan seberang apartemen, dua mobil hitam berhenti. Seorang pria keluar dari mobil pertama, memegang ponsel dengan layar menampilkan wajah Raden Mas Arya.
“Target sudah ditemukan, Gusti,” katanya dengan suara rendah.
“Jangan bertindak gegabah,” balas Arya dari seberang. “Kita harus mengambil Putri Raras hidup-hidup. Pangeran Inggris itu biar menjadi urusan diplomatik.”
Pria itu menutup panggilan dan menatap ke arah apartemen tempat William dan Raras bersembunyi.
Senyum tipis muncul di sudut bibirnya.
“Permainan baru saja dimulai.”
nah,,, buat sebagian org, cinta nya kok bisa diobral sana sini,, heran deh,,
aku suka,,,aku suka,,,
mommy komen nih ya,,,🥰
kalo sempet blz komen kita" ya
senang banget mommy atuh neng,,,
bisa baca karya mu di sini lg🥰