Seorang gadis muda yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun ke dalam laut lepas. Tetapi, alih-alih meninggal dengan damai, dia malah bereinkarnasi ke dalam tubuh putri buangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nfzx25r, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemiripan
Hari mulai gelap, namun Putri Minghua masih belum juga sadar dari pingsannya.
Mei tampak sangat khawatir, meski tak banyak yang bisa ia lakukan. Ia tetap setia merawat Putri Minghua, juga siluman kecil yang masih terbaring lemah di tempat tidur yang sama.
Senja berubah menjadi malam, udara dingin menyelinap melalui celah-celah jendela, menyelimuti kamar itu dengan kesunyian. Kelelahan mulai menguasai tubuh Mei. Hari ini benar-benar menguras tenaganya.
Dengan langkah pelan, Mei menuju pintu. Ia menoleh sebentar ke arah ranjang, memastikan semuanya tetap baik-baik saja, lalu menutup pintu dengan hati-hati sebelum akhirnya kembali ke kamarnya.
Malam pun berlalu semakin larut. Tidak ada satu pun pelayan atau penjaga yang lalu-lalang di sekitar istana. Suasana begitu sepi.
Dalam keheningan itu, sosok Sanghyun muncul dari balik bayangan. Ia mengendap-endap menuju kamar Putri Minghua, langkahnya ringan namun sigap. Sesekali ia menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tak ada satu pun mata yang memperhatikannya.
Setelah yakin situasi aman, Sanghyun perlahan mengulurkan tangan dan membuka pintu kamar Putri Minghua dengan sangat hati-hati.
Ia memandang Putri Minghua, mengira sang Putri tengah terlelap dalam tidurnya. Namun, matanya segera tertuju pada sosok siluman kecil yang terbaring di samping tubuh Putri Minghua.
Penampilannya terasa begitu familiar... telinga kecil dan rambut putih... samar-samar, sebuah ingatan lama mulai menyeruak dari dalam benaknya.
Ia kembali menatap Putri Minghua yang berbaring diam tanpa gerakan. Wajah sang Putri tampak pucat, nyaris tanpa warna, seakan-akan akan pergi meninggalkan dunia ini kapan saja.
Namun, alih-alih mendekati Putri Minghua, Sanghyun justru memilih memusatkan perhatian pada siluman kecil di sampingnya.
Siluman itu tertidur lelap, napasnya lembut naik turun di dada kecilnya. Rambutnya seputih salju terurai memenuhi bantal tempat ia terbaring. Kedua telinga kecil yang mengerucut di antara rambutnya perlahan bergerak, menandakan bahwa ia masih hidup.
Sanghyun menatapnya tak percaya... siluman kecil itu terasa sangat akrab. Terlalu akrab.
Rambut putih... telinga mungil... dadanya sesak, napasnya tercekat.
“Aera…” bisiknya nyaris tak terdengar, namun penuh dengan keterkejutan dan kerinduan. Nama yang sekian lama tak ia ucapkan, kini keluar dari bibirnya dengan getar yang tak bisa disembunyikan.
Wajah mungil itu... begitu mirip. Terlalu mirip. Hampir tak bisa dibedakan dari sosok yang pernah mengisi hari-harinya... sosok yang pernah ia cintai sepenuh jiwa.
Ia melangkah pelan mendekat. Lututnya terasa lemas, jantungnya berdebar hebat, dan kenangan masa lalu menyeruak kuat di benaknya.
Beberapa ratus tahun yang lalu…
Sanghyun pernah memiliki seorang kekasih bernama Aera. Wanita itu cantik, bersih, dan suci... jiwa serta raganya tak pernah ternoda oleh makhluk mana pun. Mereka saling mencintai dengan tulus, hingga pada malam pertama pernikahan mereka… Aera menghilang begitu saja. Tanpa jejak. Tanpa alasan. Sejak saat itu, Aera tak pernah terlihat lagi di dunia manapun, dan tidak ada satu makhluk pun yang berhasil menemukannya.
Sejak kepergian Aera, Sanghyun menutup hatinya rapat-rapat. Ia memilih menjauh dari cinta. Namun... Putri Minghua adalah satu-satunya wanita yang kembali mendekat dalam hidupnya setelah luka itu menganga terlalu lama.
Kini… Sanghyun duduk di tepi ranjang, menatap siluman kecil di hadapannya dengan mata yang penuh pertanyaan.
“Siapa kau?” gumamnya lirih. “Kenapa wajahmu seperti dia...?”
Pertanyaan demi pertanyaan berseliweran di dalam benaknya. Rasa penasaran bergandengan dengan rasa takut yang sulit dijelaskan.
Ia tetap duduk diam di sisi ranjang, membiarkan malam berputar perlahan di luar sana. Pandangannya bergantian menatap dua sosok di depannya... satu manusia yang rela merawat siluman, dan satu siluman kecil yang menyerupai cinta lamanya yang telah lama hilang.
Takdir seolah sedang menyulam benang masa lalu, merangkai kisah yang belum usai.
Dan Sanghyun tahu… ia harus menunggu jawabannya sendiri.
***
Tak terasa, pagi mulai menampakkan sinarnya yang hangat. Cahaya matahari perlahan menerobos celah-celah jendela, menyinari ruangan yang sunyi. Tanpa disadari, Sanghyun telah tertidur di samping mereka... Putri Minghua dan siluman kecil itu.
Ketika ia terbangun, pandangannya langsung tertuju pada sosok Putri Minghua yang masih terbaring tanpa bergerak. Wajahnya tetap pucat, tak menunjukkan tanda-tanda kesadaran.
"Bangunlah," bisik Sanghyun pelan, tangannya menyentuh lembut helaian rambut hitam Putri Minghua yang panjang dan lebat. Ia berharap kehangatan sentuhannya mampu membangunkan sang Putri.
Namun, tidak ada jawaban. Hanya napas lembut yang masih terdengar, tanda bahwa Putri Minghua masih hidup.
Rasa khawatir menyelubungi hati Sanghyun. Ia bangkit dengan gelisah dan memutuskan untuk mencoba sesuatu. Ia menyelinap keluar menuju taman istana, mencari tanaman obat yang mungkin bisa membantu.
Dengan langkah mengendap-endap, ia memilih beberapa dedaunan dan akar tanaman yang tampak menyehatkan, setidaknya menurut penglihatannya.
Namun… semua usahanya sia-sia.
Sanghyun memandangi bahan-bahan yang telah ia kumpulkan dengan tatapan bingung. Ia sadar, dirinya benar-benar tidak mengerti soal ramuan obat.
Ia menggenggam erat tanaman di tangannya, ia merasa sangat frustrasi dan tidak mengerti apa yang harus di lakukannya.
Sanghyun berlari terburu-buru kembali ke kamar Putri Minghua, dedaunan yang ia genggam kini mulai layu di tangannya. Ia mendorong pintu kamar perlahan. Suasana di dalam masih hening, hanya terdengar suara napas lembut dari dua makhluk yang tertidur pulas.
Ia berdiri di ambang pintu, matanya menatap ke arah ranjang tempat Putri Minghua dan siluman kecil itu terbaring. Tangannya mengepal erat, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.
“Apa yang harus kulakukan?” gumamnya lirih, suara hatinya dipenuhi rasa putus asa yang mengendap dalam diam.
Dengan langkah pelan dan hati-hati, ia masuk ke dalam kamar dan meletakkan tanaman yang dibawanya di atas laci kecil di samping ranjang.
Ia mendekat ke arah Putri Minghua, ingin duduk di sampingnya, ingin membelai pipi lembut sang Putri... meski sedikit pun ia tak tahu apakah itu akan membantu.
Namun...
“Nona Minghua...”
Suara lembut Mei terdengar dari arah pintu. Ia masuk sambil membawa nampan berisi makanan sehat untuk sang Putri. Tapi langkahnya terhenti seketika saat melihat Sanghyun berdiri di dalam kamar, tanpa izin.
Matanya langsung membulat, wajahnya pucat pasi. Kengerian jelas tergambar di wajahnya. Tubuhnya refleks ingin berbalik dan menjerit.
Namun Sanghyun bergerak lebih cepat.
Dalam sekejap, ia melompat ringan ke depan Mei dan menutup mulutnya dengan tangannya.
“Jangan teriak!” bisiknya tajam.
Matanya menatap dalam dan tajam, namun juga memiliki begitu banyak permohonan. Sebuah sorot yang tak sedang mengancam, tapi meminta pengertian. Mengisyaratkan bahwa Mei harus menyembunyikan identitas nya yang tidak boleh di ketahuilah oleh siapapun.